"Anak Sambung? Oh astaga, aku lupa kalau sahabatku ini sekarang seorang ibu. Pasti kau sangat sibuk ya?"
Mendengar itu, Anna terkekeh. "Ya begitulah, aku ingin sekali bertemu denganmu setelah acara pernikahanku kita belum sempat bertemu lagi,"
"Ah benar, padahal waktu itu aku dulu yang dilamar, ternyata kau dulu malah yang nikah. Dengan duda kaya raya lagi, seperti doamu,"
"Sialan! Bagaimana kau bisa kapan?"
"Sore nanti aku bisa."
"Oke baiklah sore nanti kita bertemu, di cafe biasa saja kali ini aku yang traktir," ujar Anna.
"Wah benarkah?"
"Ya!"
"Tumben kau baik An?" goda Gisella.
"Sejak dulu aku selalu baik ya!" cerocos Anna.
Terdengar gelak tawa dari Gisela, "Benar memang kau selalu baik An!" Pasalnya memang Anna senang menraktir Gisela mulai dari jaman mereka sekolah, sesekali Gisela juga sering mentraktir Anna.
"Ngomong-ngomong kau nanti datang bersama anak sambungmu itu?" tanya Gisela.
"Sepertinya iya, kasian dia sendiri di rumah. Aku sudah tidak sabar untuk bercerita banyak kepadamu,"
"Baiklah-baiklah, tahan dulu sampai sore nanti. Sekarang jam istirahatku sudah habis, aku tutup dulu ya Ann. Sampai nanti,"
"Iya, sampai nanti."
Panggilan berakhir, Anna meletakkan handphonenya ke nakas sebelah ranjangnya lalu Anna ikut merebahkan diri di samping Gerald.
Anna menatap lekat wajah Gerald, apa tadi Jeremy hanya bercanda mengatakan hal tersebut? Kalau pun bercanda itu sama sekali tidak membuat Anna tertawa, itu tidak lucu!
"Akan kubuat kau menyesal Jer!"
*** Sesuai rencana, sorenya Anna mengajak Gerald pergi bertemu Gisela.
"Anna!" Gisela melambaikan tangannya saat melihat Anna sedang mengandeng bocah laki-laki.
Anna langsung berjalan menghampirinya, "Apa sudah lama?" Gisela menggeleng, "Tidak. Baru saja aku sampai." Ia melirik Gerald, "Apakah dia Gerald anakmu?" Anna mengangguk antusias, "Ya dia Gerlad." "Gerald kenalkan ini adalah Aunty Gisela, yang nanti akan mengajar Gerald di sekolah," ujar Anna mengenalkan Gisela kepada Gerald. Gerald mengulurkan tangannya, "Gerald Aunty." Gisela menerima uluran tangan Gerald, "Halo Gerald." Kemudian ia mengusap pucuk kepala Gerald. "Sepertinya Gerald tidak nyaman," bisik Gisela. "Iya Gerald belum terbiasa di tempat ramai seperti ini Gis," "Pesankan Gerald makanan An, aku kasian melihatnya," Gerald memang tidak pernah pergi ke tempat seperti ini, jadi ia tidak terbiasa dengan banyak orang. Biasanya Gerald hanya diam seorang diri di kamar sempit nan gelap itu, "Tenang Sayang, ada mommy di sini. Gerald tidak akan apa-apa." ujar Anna memegang tangan mungilnya. Terlihat sekali Gerald tidak nyaman. Lama-kelamaan Gerald mulai bisa membiasakan diri di sana, ia mulai merespons saat Gisela mengajaknya berbicara. Anna bisa bernafas lega, karena tak perlu waktu lama untuk Gerald berinteraksi dengan orang-orang sekitarnya. "Dia anak yang pandai An!" Anna setuju dengan Gisela, sayang sekali jika kedua orang tuanya menelantarkan Gerald, "Ya aku setuju denganmu. Dia cepat menangkap saat aku mengajarinya." "Kurasa orang tuanya cukup bodoh membiarkan Gerald begitu, apalagi suamimu itu!" Mendengar cerita tentang Gerald, Gisela ikut murka dengan apa yang dialami bocah tersebut. "Ya memang dia bodoh!" Saat tengah berbincang, Anna menangkap sosok Jeremy bersama calon Gisela, "Gis lihatlah bukankah itu Rafael?" Gisela menoleh mengikuti arah pandang Anna, "Oh ya! Itu Rafael, dan bukankah itu suamimu An?" "Mengapa dia bersama Rafael?" gumam Anna. "Sayang aku di sini!" Gisela melambaikan tangannya memanggil Rafael. "Bodoh! Kenapa kamu memanggilnya?" decak Anna. "Biarkan saja, Rafael memang tadi mengatakan bahwa dia ada meeting di sini dan aku tidak tau kalau ternyata dia bersama suamimu," Sangat, sangat sialan bukan? Anna menghela nafas pasrah. Ia melihat Gerald yang masih menikmati spaghetti bolognesenya. Rupanya Gerald belum tau ada Jeremy di sana. Jeremy memicingkan mata saat melihat Anna dan Gerald sedang bersama kekasih rekan kerjanya, Rafael. Ia mengikuti Rafael menghampiri mejanya. "Kau ada di sini juga Sayang?" ujar Rafael mencium pipi kanan dan kiri Gisela. Reflek Anna menutup mata Gerald, "Hei tolong lihatlah sekitar kalian!" protes Anna. Rafael menoleh, "Oh hei An, kau juga ada di sini?" "Hmm," sahut Anna. "Siapa dia?" tanya Rafael saat melihat ada anak kecil di samping Anna. "Dia anakku," ujar Anna sambil melirik Jeremy yang juga sedang meliriknya sinis. Rafael menepuk keningnya, "Astaga aku lupa kau sudah menikah kan An!" ia tertawa. "Maafkan aku An." "Ya aku tau sekarang kau banyak pikiran, apalagi pesta lamaran kalian sebentar lagi akan digelar." "Begitulah An. Dan di mana suamimu An?" Dengan enteng Anna menjawab, "Dia ada di belakangmu Raf." Rafael menoleh, hanya ada Jeremy. Ia mencari-cari siapa yang dimaksud Anna. "Mr. Jeremy?" ucapnya, kebingungan.Anna mengedikkan bahu lalu melanjutkan makannya, sedangkan Gerald kaget melihat Jeremy yang tiba-tiba ada di sana.Gisela mengedipkan sebelah matanya, memberi kode kalau Jeremy memang suami Anna. Pasalnya Rafael saat itu tidak pergi ke pernikahan Anna karena ia sedang bertandang ke Paris jadi Rafael tidak tau siapa suami dari Anna."Dunia memang sempit, dan ternyata kau adalah istri Mr Jeremy,"Jeremy tersenyum tipis, ia juga tidak tau bila Anna kenal dengan Rafael."Silahkan duduk Tuan," ujar Gisela memperkenankan Jeremy bergabung di mejanya.Anna hanya menunjukkan wajah datarnya. Ia masih kesal dengan Jeremy.Suasana mendadak menjadi hening, Gisela yang awalnya banyak bicara sekarang langsung diam, pun dengan Anna.Jeremy dan Rafael tampak menikmati makanannya, tak tau jika Gisela dan Anna sedang beradu tatap merasa canggung untuk membuka suara."Ekhem!" Gisela berdeham. "An bagaimana mengenai sekolah Gerald?""Oh iya aku hampir lupa ingin membahas itu," sahut Anna. "Jer kau ingat ka
"Diamlah bajingan! Lebih baik kau tutup mulut baumu itu!" ketus Jeremy."Sialan!" gerutu Frans.Namun, Jeremy tak membalasnya.Kepalanya kini semakin pusing.Apa yang dikatakan Frans itu benar. Sebentar lagi Robert pulang dan pasti menanyakan soal anak. "Argh! Brengsek!" teriaknya. Anna yang keras kepala ditambah Jeremy yang seenaknya, tidak ada yang saling mengalah. Membuat darah Jeremy selalu mendidih bila berinteraksi dengan Anna. Jeremy menarik nafas panjang kemudian menghembuskan pelan, mencoba fokus untuk kembali bekerja. "Katakan apa jadwalku sampai minggu depan!" "Nanti dan besok kau ada jadwal meeting siang. Lusa kau harus terbang ke Singapore selama 3 hari. Dan di hari Sabtu kau ada undangan dari Mr Rafael untuk menghadiri perayaan lamarannya." Frans menerangkan semua kegiatan Jeremy. Setidaknya Jeremy merasa puas untuk tidak bertemu Anna selama 3 hari, ia bisa merefreshingkan kepalanya meskipun tidak akan bisa. Baru kali ini ada sosok asing yang membuat Jeremy
"Papa tidak peduli penolakanmu Jer! Apa kau mau cuti satu bulan saja hah!" Tegas Robert yang membuat Jeremy murka. Anna hanya membatin, ternyata sama saja. Sifat Robert yang tidak menerima bantahan menurun pada Jeremy, namun Robert masih memiliki sisi baik sedangkan Jeremy tidak ada. Robert beralih menatap Anna, "An suruh anak itu berkemas, siang nanti kalian berangkat!" titahnya. Anna mengangguk, ia tidak berani menyanggah Robert. "Apa mommy dan daddy akan pergi kek?" tanya Gerald membuka suara. Robert mengangguk, "Hanya 3 hari. Gerald mau bersama Kakek?" Bocah laki-laki itu mengangguk, "Gerald mau Kek!" serunya. "Tapi nanti Gerald tidak bisa bertemu Mommy." Ia memasang wajah melasnya. "Rupanya kau sayang sekali kepada mommy ya?" tanya Robert. Robert tau perlakuan Jeremy terhadap cucunya seperti apa. Itu sebabnya Gerald tidak ingin pisah dari Anna. Dari pelayan yang bekerja, Robert sering mendapat kabar bahwa Anna memperlakukan Gerald dengan sangat baik. Robert lega
Senyum iblis di wajahnya membuat Anna ingin mencakar wajah Jeremy! "Tidak! Kau mau memanfaatkanku hah!" Emosi Anna sudah tidak terbendung lagi. Sejak tadi ia mencoba menahan, namun rupanya Jeremy semakin membuatnya naik darah. Mendengar penolakan Anna, Jeremy tersenyum puas karena Jeremy pun sebenarnya tau jawaban apa yang akan keluar dari mulut wanita itu. Jeremy merebahkan dirinya di atas kasur menatap Anna yang masih berdiri dengan wajah sinisnya. "Ya sudah sekarang pergilah!" Anna mengacak rambutnya asal, ia terus mengumpat meski dalam hati. "Baik aku mau!" ketus Anna. Ia terpaksa melakukan ini demi Jeremy agar mau pergi berlibur. Anna heran, kenapa ada manusia seperti laki-laki itu? Padahal manusia lainnya, sangat ingin pergi berlibur sedangkan Jeremy? Sialan memang laki-laki itu! Jeremy mengulum senyum, ia akan bermain-main dengan Anna. Lihat aja, Jeremy akan membawa Anna ke dalam permainannya. Ia langsung bangkit dari tidurnya, "Kita berangkat!" seru Jeremy dengan sen
"Apanya? Kenapa kau cerewet sekali!" Oh Tuhan, dosa apa yang pernah Anna perbuat hingga memiliki suami seperti Jeremy. "Kau akan terus menggunakan pakaian itu saja hah!" Bentak Anna sudah tidak bisa mengontrol emosinya. "Beli di sana apa susahnya? Sudahlah cepat!" Sudah tidak mau membantu, malah menyuruh-nyuruh dengan keji. Anna ingin sekali menusuknya dari belakang. "Mom." Ujar Gerald saat berpapasan dengan Anna di pintu masuk mansion. Ia baru saja datang bersama Robert. "Sayang." Anna memeluk tubuh Gerald. Sejujurnya ia tidak tega meninggalkan Gerald selama beberapa hari, meskipun Anna yakin Gerald tidak akan kesepian karena ada Robert dan para pelayan yang menemani. Tetapi karena jiwa keibuannya yang begitu besar, membuatnya tidak ingin berpisah dengan bocah tersebut. "Selamat bersenang-senang Mom." Anna mengangguk, "Mommy akan cepat pulang. Gerald di sini tidak boleh nakal, harus nurut sama kakek." "Baik Mom." Robert menyaksikan langsung rasa cinta Anna yang terp
Anna bangun pagi-pagi sekali, tidurnya sangat tidak nyenyak. Ia merenggangkan badannya sebentar lalu Anna beranjak turun. Di lihatnya Jeremy yang masih memejamkan mata, jambang yang tumbuh tipis-tipis di sekitar rahangnya membuat Jeremy terlihat seperti laki-laki perkasa. Apalagi hidung yang mancung, juga proporsi bibirnya yang pas dengan sistematik wajahnya. Tanpa sadar Anna menarik kedua ujung sudut bibirnya melengkung ke atas. Dan baru ia sadari ternyata Jeremy setampan itu. "Apa yang kau lakukan di sana?" Tiba-tiba Jeremy membuka matanya dan melihat sosok yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan senyum mengembang. Sontak membuat Anna berjingkat kaget, "Kau yang apa-apa Jer! Kau membuat jantungku hampir copot!" Anna mengelus dadanya kaget karena suara bass milik Jeremy. Anna berlalu pergi ke kamar mandi begitu saja dan saat ia ingat bahwa di kamar mandi itu tidak ada pintu, Anna menghentikan langkahnya kemudian berbalik. "Jer.." pangilnya pelan. "Hmm." sahutnya tanpa mi
"Cepatlah! Sebelum aku berubah pikiran!" Baru saja Anna tersanjung dengan kebaikan Jeremy dan sekarang ia sudah kembali menjadi Jeremy dengan tingkah menyebalkan. "Ya aku mau!" jawab Anna dengan sedikit ketus. Malam ini ia tidak ada tenaga untuk mendebat Jeremy, lebih baik dia menjawab seperlunya saja. Mereka berdua berjalan beriringan, jangan berharap mereka berjalan dengan bergandengan tangan satu sama lain, tidak. Mustahil! Mereka hanya berjalan beriringan dengan jarak yang cukup jauh. Bahkan sama sekali tidak terlihat sebagai pasangan suami istri. Sepertinya tempat romantis ini tidak cocok dengan Anna dan juga Jeremy. Setidaknya malam ini Anna bisa memanjakan matanya, ia melihat banyaknya penjual makanan di sepanjang jalan. Pandangan Anna tertuju pada sebuah tempat yang sangat ramai di kunjungi banyak orang, kebanyakan yang datang membawa pasangannya. Anna jadi semakin penasaran, "Tempat apa itu Jer ramai sekali pengunjung yang datang?" tanyanya kepada Jeremy. "Itu tempa
Tidak ada jawaban. Anna menghela nafas pasrah. "Ayolah Jer aku sudah meminta maaf kepadamu. Apa kau tak mau memaafkanku?" Anna memasang wajah melasnya, berharap Jeremy mau berbicara kepadanya. "Ya aku sudah melupakannya." Senyum Anna tercetak di wajahnya, lega mendengar jawaban Jeremy. Tetapi setelah itu mereka kembali diam. Mereka membuka suara bila hanya beradu pendapat saja, maka dari itu mendengar pernyataan peramal yang menyebutkan mereka pasangan cinta sejati terdengar sangat lucu. Anna mengedarkan pandangannya ke segala arah bibir pantai. Tepat saat ia menoleh ke kanan ia melihat seorang wanita dilamar oleh kekasihnya, sangat romantis. Apalagi sang kekasih bertekuk lutut sambil menyodorkan sebuah kotak beludru berisi sebuah cincin. Sorak dan tepuk tangan dari teman-teman mereka menambah meriah acara wedding proposal pasangan kekasih tersebut. Ditambah sebuah tulisan 'will you marry me' yang sengaja dibuat di pasir tepi pantai membuat Anna iri. Anna yakin bukan hanya dir