Jeremy melepaskan pelukannya lalu kembali menatap manik mata Anna. "Apa katakanlah?" "Cobalah untuk merubah sikapmu kepada Gerald." pinta Anna. Jeremy tidak langsung menjawab, tampaknya ia masih bimbang. Ia takut malah semakin mengecewakan bocah tersebut. Anna mengenggam sebelah tangan Jeremy memberikan sisa energi untuknya. "Aku akan membantumu sebisaku." kata Anna. Kali ini tanpa ragu Jeremy mengangguk. Sekarang tidak ada kata gengsi lagi di antara keduanya. Jeremy membawa Anna ke dalam pelukannya. "Terima kasih." Kemudian Anna mengangguk di dekapan Jeremy. Malam ini sempurna dan begitu luar biasa. Akhirnya Anna merasakan momen romatis di tempat yang memang cocok untuk melakukan hal-hal berbau romance. Semua mengalir begitu saja tanpa ada satu pun yang sebelumnya Anna pikirkan. Padahal tadi ia berniat pergi keluar mencari udara segar karena kesal kepada Jeremy. "Apa kau tidak lapar?" tanya Jeremy mengingat memang mereka gagal makan malam akibat insiden kecil itu. Anna
Tak lama Jeremy datang, ia menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'siapa' pada Anna. "Itu Daddy sudah pulang Sayang." kata Anna. Ia mengarahkan kamera belakang agar Gerald bisa melihat Jeremy. Jeremy tau pasti itu Gerald yang sedang istrinya hubungi. Karena tidak tau harus apa, ia hanya diam saja. "Katakan halo Gerald!" perintah Anna tanpa suara. Jeremy yang tidak mengerti maksud Anna hanya mengeryitkan dahi bingung. "Katakan kau rindu padanya!" ujar Anna masih tanpa suara. Namun Jeremy tetap diam, tak mengerti maksud Anna. Melihat Jeremy yang hanya diam Anna kembali mengganti ke mode kamera depan, ia sedikit kesal dengan Jeremy yang tidak paham-paham juga. "Apa Gerald sudah sarapan?" tanya Anna memecah keheningan. "Sudah Mom. Tadi Gerald sarapan bersama Kakek." "Oh begitu rupanya." Anna menarik Jeremy yang masih berdiri agar duduk di sampingnya kemudian ia mengarahkan handphonenya agar menyorot ke arah dirinya dan juga Jeremy. "Gerald apa ada yang Gerald ingin samp
Jeremy menggeleng, lalu menarik Anna agar duduk di sampingnya. "Duduklah di sini, temani aku." pintanya. Anna mengangguk, "Asal kau menepati janjimu untuk pergi jalan-jalan. Aku akan duduk di sini." "Ya aku janji." sahut Jeremy. Anna menyungingkan bibirnya ke atas membentuk lengkungan, ia begitu senang kala Jeremy berjanji mengajaknya pergi keluar. Anna melihat wajah serius Jeremy saat meneliti kembali berkasnya. Tidak ada senyum ramah, bagaimana Frans bisa betah bekerja dengannya. Kalau Anna paling-paling memilih berhenti saja. Hidupnya terancam sial mendapat bos seperti Jeremy. "Kenapa kamu menatapku begitu hm?" kata Jeremy saat ia merasa Anna memperhatikannya tajam. "Aku heran saja dengan semua karyawanmu, kenapa betah memiliki bos sepertimu." "Karena aku baik mungkin." jawab Jeremy. Anna berdecih pelan, "Baik dari mana?" lirihnya. "Aku terlihat arogan seperti ini karena memang harus begini. Kau tau kan An, bagaimana kerasnya dunia bisnis? Kalau aku tidak begini s
"Kau lupa perjanjian kita Honey?" Jeremy tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. "Astaga kau seperti om-om genit Jer!" Anna berjalan mendahului Jeremy untuk masuk ke dalam kamar pria tersebut. Anna lelah, ia tidak ada tenaga jika sekarang harus berdebat dengan Jeremy lebih baik ia tidur dulu saja. Ia merebahkan tubuhnya asal, tak peduli ia sedang berada di kamar siapa sekarang. Anna menarik selimut sampai leher dan tak butuh waktu lama ia tertidur pulas. Jeremy yang baru keluar dari kamar mandi menggelengkan kepala, "Kenapa ajaib sekali wanita ini?" beonya. Kemudian ia ikut berbaring di samping Anna. Dua hari tidur bersama Anna membuat Jeremy candu, itu sebabnya ia meminta Anna untuk tidur dengannya mulai sekarang. Jeremy ingin selalu berada di dekat Anna. Saat lelap tertidur, samar-samar Anna mendengar suara Gerald menangis. Buru-buru ia bangun dan memastikan apakah benar itu suara Gerald yang sedang menangis. Ketika hendak bangun, tubuh Anna terasa berat ia melihat
Malamnya Anna sedang berkutat di dapur guna memasak untuk makan malam ditemani beberapa pelayan. Tiba-tiba dirinya ingin membuat makanan sendiri, ia tidak terlalu jago memasak tetapi bisa. "Di mana Gerald?" tanyanya kepada pelayan yang membantunya sambil memotong wortel. "Tuan Gerald sedang menonton film kartun kesukaannya Nyonya." "Kalau Jeremy?" "Tuan sepertinya ada di ruang kerjanya Nyonya." Anna mengangguk. Semua tampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing, Jeremy juga harus kembali bekerja besok dan Anna akan menikmati hari-harinya di rumah bersama Gerald. Entah apa yang dilakukan Anna nanti saat anak laki-lakinya itu mulai bersekolah. Anna akan sangat kesepian berada di mansion Jeremy sendirian. Sedangkan Robert sudah pulang sejak sore tadi. Masakan Anna sudah tersaji sempurna, beberapa pelayan menatanya di atas meja makan. Anna bergegas memanggil Gerald dan juga suaminya. Sekarang tidak ragu lagi Anna memanggil Jeremy dengan sebutan 'suami' namun ter
Anna mengangguk lalu mencium kedua pipi Gerald. "Lain kali Gerald akan menjaga Mommy." serunya. Anna tersenyum, begitu besarnya sayang anak laki-laki itu kepadanya. Bocah sekecil Gerald sudah bisa berfikir sejauh itu. Cinta tulusnya membuat hati Anna menghangat, ia jadi kesal mengingat kelakuan kedua orang tua kandung Gerald yang bodoh bisa-bisanya menyia-nyiakan anak pintar nan tampan seperti dia. "Terima kasih Sayang. Mom sayang Gerald." "Gerald juga sayang Mommy," Ia memeluk erat tubuh Anna. Sejak Anna hadir, akhirnya Gerald diperlakukan sebagai manusia. Karena itu bocah laki-laki tersebut mencintai Anna dengan sangat amat dalam, menurutnya Anna adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk dirinya. Jeremy tertegun. Rupanya anak dari mantan istrinya itu sangat tulus mencintai Anna, pun dengan Anna. Wanita itu benar-benar peduli kepada Gerald meski dia tau Gerald bukan anak kandungnya. Anna memang tidak peduli darimana Gerald berasal, yang ia tau hanya rasa sayangnya kepa
Melihat Jeremy yang hendak keluar, Anna memanggilnya pelan, "Jer ...." lirihnya. Jeremy menoleh, "Apa?" Anna tidak menjawab, ia malah mengangkat kedua tangannya mengkode Jeremy untuk menggendongnya. Jeremy yang langsung mengerti tersenyum tipis. Ia mendekat menerima uluran tangan Anna kemudian menggendong istrinya. "Mau ke mana?" "Kamar mandi." sahut Anna tanpa melihat wajah Jeremy. Ia malu dan takut jika Jeremy mengetahui pipinya yang merah merona. Ia membawa Anna ke dalam kamar mandi lalu meletakkan wanita itu di atas closet, "Diamlah dulu." Jeremy mengambilkan pasta gigi lengkap dengan sikatnya, "Bukalah mulutmu An." "Aku bisa sendiri Jer." tolak Anna hati-hati, ia tidak ingin Jeremy tersinggung dengan ucapannya. "Biarkan aku yang melakukannya kali ini." Anna menurut tanpa membantah, karena percuma membantah Jeremy. Pria itu tidak akan mau mengalah kepadanya. Dan detik itu juga Anna merasa sangat dicintai oleh Jeremy. Perlakuan tulusnya meluluhkan hati Anna. Oh
"Jer aku tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku, bekerjalah dengan tenang. Di sini juga ada Rose yang nanti membantuku," Apa Anna sepenting itu bagi Jeremy sekarang? Kalau iya Anna akan sangat senang. "Memangnya Rose kuat menggendongmu ke dalam kamar mandi?" Pertanyaan Jeremy membuat Anna berfikir, ia tidak menjawab karena apa yang dikatakan Jeremy memang benar. Rose tidak akan bisa menggendongnya. "Sudahlah nanti aku akan membawa sebagian berkas pulang." putusnya. "Kalau ada aap-apa hubungi aku secepatnya." Anna mengangguk, kemudian pria tersebut mendekat lalu mencium puncak kepalanya. "Aku akan pulang secepatnya." "Iya." kata Anna. "Kau tidak ingin melakukan hal yang sama kepada Gerald." Jeremy menatap Gerald, bocah itu masih dalam keadaan tidurnya. Dan tanpa Anna duga, Jeremy mencium puncak kepala Gerald. Ini pertama bagi Jeremy, hatinya cukup berdesir melakukannya. "Jer terima kasih," ucap Anna terharu. "Jangan berterima kasih padaku Ann. Karena memang seharusnya i