Malamnya Anna sedang berkutat di dapur guna memasak untuk makan malam ditemani beberapa pelayan. Tiba-tiba dirinya ingin membuat makanan sendiri, ia tidak terlalu jago memasak tetapi bisa. "Di mana Gerald?" tanyanya kepada pelayan yang membantunya sambil memotong wortel. "Tuan Gerald sedang menonton film kartun kesukaannya Nyonya." "Kalau Jeremy?" "Tuan sepertinya ada di ruang kerjanya Nyonya." Anna mengangguk. Semua tampak sibuk dengan kegiatannya masing-masing, Jeremy juga harus kembali bekerja besok dan Anna akan menikmati hari-harinya di rumah bersama Gerald. Entah apa yang dilakukan Anna nanti saat anak laki-lakinya itu mulai bersekolah. Anna akan sangat kesepian berada di mansion Jeremy sendirian. Sedangkan Robert sudah pulang sejak sore tadi. Masakan Anna sudah tersaji sempurna, beberapa pelayan menatanya di atas meja makan. Anna bergegas memanggil Gerald dan juga suaminya. Sekarang tidak ragu lagi Anna memanggil Jeremy dengan sebutan 'suami' namun ter
Anna mengangguk lalu mencium kedua pipi Gerald. "Lain kali Gerald akan menjaga Mommy." serunya. Anna tersenyum, begitu besarnya sayang anak laki-laki itu kepadanya. Bocah sekecil Gerald sudah bisa berfikir sejauh itu. Cinta tulusnya membuat hati Anna menghangat, ia jadi kesal mengingat kelakuan kedua orang tua kandung Gerald yang bodoh bisa-bisanya menyia-nyiakan anak pintar nan tampan seperti dia. "Terima kasih Sayang. Mom sayang Gerald." "Gerald juga sayang Mommy," Ia memeluk erat tubuh Anna. Sejak Anna hadir, akhirnya Gerald diperlakukan sebagai manusia. Karena itu bocah laki-laki tersebut mencintai Anna dengan sangat amat dalam, menurutnya Anna adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk dirinya. Jeremy tertegun. Rupanya anak dari mantan istrinya itu sangat tulus mencintai Anna, pun dengan Anna. Wanita itu benar-benar peduli kepada Gerald meski dia tau Gerald bukan anak kandungnya. Anna memang tidak peduli darimana Gerald berasal, yang ia tau hanya rasa sayangnya kepa
Melihat Jeremy yang hendak keluar, Anna memanggilnya pelan, "Jer ...." lirihnya. Jeremy menoleh, "Apa?" Anna tidak menjawab, ia malah mengangkat kedua tangannya mengkode Jeremy untuk menggendongnya. Jeremy yang langsung mengerti tersenyum tipis. Ia mendekat menerima uluran tangan Anna kemudian menggendong istrinya. "Mau ke mana?" "Kamar mandi." sahut Anna tanpa melihat wajah Jeremy. Ia malu dan takut jika Jeremy mengetahui pipinya yang merah merona. Ia membawa Anna ke dalam kamar mandi lalu meletakkan wanita itu di atas closet, "Diamlah dulu." Jeremy mengambilkan pasta gigi lengkap dengan sikatnya, "Bukalah mulutmu An." "Aku bisa sendiri Jer." tolak Anna hati-hati, ia tidak ingin Jeremy tersinggung dengan ucapannya. "Biarkan aku yang melakukannya kali ini." Anna menurut tanpa membantah, karena percuma membantah Jeremy. Pria itu tidak akan mau mengalah kepadanya. Dan detik itu juga Anna merasa sangat dicintai oleh Jeremy. Perlakuan tulusnya meluluhkan hati Anna. Oh
"Jer aku tidak apa-apa, jangan khawatirkan aku, bekerjalah dengan tenang. Di sini juga ada Rose yang nanti membantuku," Apa Anna sepenting itu bagi Jeremy sekarang? Kalau iya Anna akan sangat senang. "Memangnya Rose kuat menggendongmu ke dalam kamar mandi?" Pertanyaan Jeremy membuat Anna berfikir, ia tidak menjawab karena apa yang dikatakan Jeremy memang benar. Rose tidak akan bisa menggendongnya. "Sudahlah nanti aku akan membawa sebagian berkas pulang." putusnya. "Kalau ada aap-apa hubungi aku secepatnya." Anna mengangguk, kemudian pria tersebut mendekat lalu mencium puncak kepalanya. "Aku akan pulang secepatnya." "Iya." kata Anna. "Kau tidak ingin melakukan hal yang sama kepada Gerald." Jeremy menatap Gerald, bocah itu masih dalam keadaan tidurnya. Dan tanpa Anna duga, Jeremy mencium puncak kepala Gerald. Ini pertama bagi Jeremy, hatinya cukup berdesir melakukannya. "Jer terima kasih," ucap Anna terharu. "Jangan berterima kasih padaku Ann. Karena memang seharusnya i
"Jer kakiku sudah bisa digerakkan!" seru Anna. Jeremy yang sedang berada di kamar mandi berlari keluar takut Anna kenapa-kenapa. Dan matanya menagkap pergerakan Anna yang berusaha untuk berjalan. "Berhenti Ann!" teriak Jeremy. Anna yang mendengar suara bariton milik Jeremy langsung terdiam seketika. "Kenapa kau keras kepala sekali hah! Kau bisa terluka!" Anna menunduk, ia benar-benar takut. Ya ini memang salahnya yang terlalu memaksa untuk datang ke pesta Gisela. "Jangan coba-coba untuk berjalan lagi tanpa bantuanku atau kau akan ku hukum!" Anna hanya mengangguk. Entah Jeremy akan menghukumnya apa, ia tidak peduli karena dirinya benar-benar takut melihat Jeremy mengamuk. "Tapi kau akan mengijinkanku untuk tetap datang 'kan?" cicit Anna. Jeremy menjambak rambutnya kasar, "Kau masih memikirkan itu An?" hardiknya. "Aku akan meminta mereka mengundurkan pestanya sampai kau sembuh!" "Jangan!" cegah Anna. Bisa-bisa Gisela mengamuk padanya karena kelakuan Jeremy. "Ke
Tubuh Anna menegang saat Jeremy menatap perutnya dalam diam, Anna menurunkan novel yang ia baca sekarang Anna takut Jeremy melakukan hal yang tidak-tidak. Meski Anna sering melihat perut kotak-kotak Jeremy, belum tentu ia boleh melihat perut Anna. Tapi memang Anna akui perut Jeremy sixpack, sangat-sangat sempurna apalagi di umurnya yang matang membuat Jeremy terlihat menggoda. "Ah sial! Apa yang kau pikirkan An?" batin Anna menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak! Tidak!" sergahnya membuat Jeremy mendongak menatapnya. "Kau memikirkan apa An?" tanya Jeremy sambil memicingkan matanya. Dengan kesal ia menarik kaosnya agar menutupi separuh perutnya, "Apa? Aku tidak memikirkan apa-apa!" bohongnya. "Sudahlah jujur saja kau pasti memikirkan-" "Diamlah Jer! Kau membuatku kesal saja," Jeremy tertawa lalu menarik sebelah tangan Anna laku menciumnya, "Maafkan aku Honey, aku hanya bercanda." Seketika hati Anna berbunga-bunga, kupu-kupu berterbangan di perutnya tetapi sebisa mungki
"Kau memiliki selera yang cukup bagus," puji Jeremy ketika melihat gaun yang dipilih Anna. "Jangan remehkan seleraku Jer!" Jeremy terkikik, "Bahkan kau mengerti dengan tidak memilih gaun dengan model kekurangan bahan." Pasalnya memang Anna tidak suka dengan gaun-gaun potongan rendah yang memamerkan bentuk tubuhnya, "Bukankah kau suka dengan wanita-wanita yang menggunakan pakaian seperti itu?" sindirnya. "Kata siapa?" sungut Jeremy seolah tidak terima dengan perkataan Anna barusan. "Kataku barusan," sahut Anna cepat. "Kau terlalu banyak berburuk sangka kepadaku Ann," "Ya ya ya. Kau memang paling sempurna, Pak!" Anna berjalan meninggalkan Jeremy keluar dari walk in closetnya. Namun pria itu menarik Anna cepat hingga menubruk dada bidangnya. "Dan kau apa tidak tertarik dengan pria dewasa yang sempurna sepertiku Ann?" bisik Jeremy tepat di telingga Anna. Bahkan hembusan nafas Jeremy bisa Anna rasakan, hingga membuat sebagian bulu kudunya merinding. Jarak mereka san
"Daddy juga sangat tampan," polos Gerald. Jeremy mengusap kepala Gerald, "Tentu karena aku Daddymu." Anna tertawa pelan melihat interaksi anak dan bapak itu. Sekarang Gerald mulai mau berbicara dengan Jeremy meski masih ada sedikit rasa takutnya, Anna yakin sebentar lagi Gerald mulai terbiasa dengan Jeremy, pun sebaliknya. "Ya sudah mari kita pergi," ajak Anna. Jeremy mengarahkan pandangannya ke arah Gerald, "Apa kau mau Daddy gendong?" "Apakah boleh Dad?" "Tentu," jawab Jeremy. Gerald mengangguk sambil tersenyum sumringah. Dan Jeremy langsung menggendongnya, tak lupa ia menggandeng tangan kiri Anna dengan tangan kanannya. Rose dan beberapa pelayan yang lain cukup terkejut dengan apa yang mereka lihat Tuannya menggendong Gerald dan menggandeng Anna, itu hal yang sangat luar biasa indah. Setelah bekerja beberapa tahun bersama Jeremy baru kali ini ia melihat Tuannya seperti itu. Anna juga tampak kaget, namun ia juga senang dengan perubahan Jeremy. "Apa sekarang kau