Anna melihat bibir Jeremy yang mengerucut kesal, "Kau marah?" goda Anna seraya mencolek dagu suaminya. Jeremy melirik sebentar lalu balik membelakangi Anna. Mereka baru saja sampai, tadi tanpa sepengetahuan Anna suaminya itu menjemputnya di sebuah restoran saat bersama Gisela tadi. Setelah mengurus berkas Gerald, Anna dan Gisela memutuskan untuk mampir makan siang di restauran jepang milik teman kuliahnya dulu, di salah satu mall yang kebetulan mereka datangi. Menurut rumor yang beredar saat mereka masih duduk di bangku perkuliahan, pemilik restaurant tersebut yang bernama Tama ini menyukai Anna, tetapi Anna tidak tau itu benar atau tidak. Dan tadi saat Anna berada di restaurant Tama, tiba-tiba Jeremy menyusulnya. Suaminya itu merasa kesal sebab tatapan Tama yang selalu mengawasi Anna. Jeremy melihat secara langsung kala Tama mencuri-curi pandang kepada sang istri. Ia tau itu bukan tatapan biasa, entah Jeremy sedang cemburu atau tidak yang pasti ia tidak suka dengan tatapan
Tidak segampang itu ternyata menahan diri untuk tidak berbicara dengan Anna, ia akui dirinya mulai ketergantungan oleh sosok Anna. Seperti barang haram, Anna bisa membuat Jeremy candu semudah itu. Ia buru-buru keluar dan pergi ke kamar anaknya, dengan sangat pelan pria itu membuka kamarnya. Tiba-tiba Jeremy terdiam, ia melihat sang istri tidur memeluk Gerald. Sungguh pemandangan yang cukup membuat pria berdarah diringin itu menghangat, sedikit demi sedikit bongkahan es pada hatinya meleleh. Cinta yang Anna berikan sangat lah tulus, wanita itu yang membuat kehidupannya yang semula gelap menjadi terang. Apalagi Gerald, ia terurus dengan sangat baik. Bolehkah jika sekarang Jeremy benar-benar takut kehilangannya? Wanita yang tidak gila dengan harta, wanita yang sederhana dengan penampilannya, wanita yang sangat sopan dengan tutur bahasanya, wanita yang penuh cinta setiap harinya, relakah bila wanita sesempurna itu hilang dari kehidupannya? Jeremy berjalan mendekat lalu mencium k
Jeremy meringis kecil mengingat apa yang Frans katakan tadi. Ia sendiri bingung antara, apakah dirinya benar menyukai Anna atau tidak, kebimbangan itu membuat kepalanya pusing sendiri. "Kau bodoh atau bagaimana sih Jer?" tanya Frans yang tidak percaya bila Jeremy masih bimbang dengan perasaannya. Jeremy menggeleng polos, seperti anak anjing yang baru melihat dunia. Brak! Reflek pria itu menggebrak kuat mejanya, "Sudah kupastikan, bahwa kau bodoh!" "Sialan! Aku datang ke mari memintamu pendapat, aku tidak tau dengan diriku sendiri," "Shit!" Frans memijat pelan keningnya. Heran dengan kebodohan Jeremy, pantas saja ia selalu dipermainkan oleh wanita. "Menurutmu kau bagaimana? Kau merasa aneh tidak dengan sikapmu?" "Entahlah," jawabnya yang mengundang Frans ingin memukul wajahnya. "Oh bagaimana kalau aku memukul kepalamu di dinding agar sedikit lebih mudah mencerna?" "Boleh, asalkan aku dulu yang melemparmu dari lantai dua belas!" "Ya sudah fikir saja sendiri, bagaiman
"Cih aku saja jijik melihat wajahmu," batin Jeremy ,namun ia tak langsung menangkis wanita itu yang kini menggerayai wajahnya. Jeremy hanya ingin tau seberapa berani ia kepadanya, dan lihat saja apa yang akan Jeremy lakukan. "Oh ya, dengar-dengar kau sudah menikah? Bagaimana dengan istri barumu? Aku tebak kamu tidak bahagia kan bersamanya? Kamu tidak merasa puas dengannya 'kan?" Ia terus mengoceh, sedangkan Jeremy mencoba meredam emosinya sebelum menghempaskan wanita itu dari hadapannya. "Di sini panas, apakah ac-nya rusak? Boleh tidak jika aku membuka kemeja saja, aku sangat gerah Jer," Tanpa rasa malu di hadapan Jermey ia membuka kemejanya hingga menyisahkan bra berwarna merah menyala dengan bawahannya yang masih lengkap. "Nah begini lebih baik." Meski disuguhkan tubuh Maureen, Jeremy sama sekali tidak terangsang. Yang ada di kepalanya hanya bentuk tubuh Anna, bahkan ia terus membandingkan tubuh Maureen dengan body sexy Anna. Maureen semakin berani, sekarang wanita itu d
"Iya ... nanti akan kucari dan kunikahi duda kaya raya!" Anna ingat doanya kala sedang berulang tahun beberapa bulan lalu. Tapi, siapa sangka doanya yang hanya main-main ternyata mustajab juga? Mendadak ia dijodohkan dengan Jeremy dan ini adalah hari ketiga Anna menjabat sebagai istri pria itu! Dan seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada percakapan layaknya pasutri baru di antara keduanya. Setelah menyelesaikan sarapan, Jeremy bahkan pergi begitu saja tanpa sepatah kata. "Jadi kau menikahiku untuk apa?" monolog Anna. "Dasar duda!" Kekesalan membuat Anna tidak peduli akan ke mana perginya Jeremy! Ia melanjutkan sarapannya kemudian Anna akan tidur seharian. Ya, sejak menikah dengan Jeremy, Anna dipaksa untuk berhenti dari pekerjaannya. Sebenarnya sangat berat bagi Anna berhenti dari pekerjaan yang begitu ia cintai, namun Jeremy memaksanya dan berkata bahwa ia tak butuh penolakan. Semua titah pria itu harus dilakukan tanpa pengecualian. Jeremy yang dingin dan yang tentunya kera
"Tenanglah Sayang, jangan takut. Aku adalah mommymu sekarang," ucap Anna memeluk Gerald yang masih diam berada pelukannya. Sepertinya anak kecil kaget dengan kehadiran orang asing tiba-tiba. Emosi Anna tak terbendung. Kenapa ada manusia yang diam saja melihat hal seperti ini? "Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Kau aman bersamaku." Anna tidak peduli jika sebentar lagi Jeremy datang dan melihatnya lancang menemui Gerald. Yang akan dia lakukan adalah melindungi putra sambungnya dari manusia biadab seperti Jeremy. Diliriknya Rose, yang masih berdiri di depan pintu, "Apa begini cara kerja kalian? Membiarkan anak kecil hidup di tempat seperti ini! Apa menurutmu ini layak untuk anak sekecil Gerald, Rose!" "Maaf nyonya. Tapi kami tidak berani, sebelum Tuan yang memerintahkan kami untuk membersihkannya," Seketika Anna terdiam. Ya, dia tau ini bukan salah pelayan yang ada di mansion Jeremy. Tapi kenapa mereka bungkam melihat keadaan Gerald yang terbilang cukup mengenaskan? Dan pal
"Mom apa daddy marah karenaku?" tanya Gerald polos. Anna menggeleng, "Tidak. Mungkin daddy sedang lelah setelah seharian bekerja." "Tapi daddy memang sangat marah jika melihatku Mom," adunya. Rasanya Anna ingin menangis detik ini juga, melihat wajah polos penuh luka tak kasat mata milik Gerald. Anna menangkup wajah tampan tersebut, "Ingat, sekarang ada mommy yang akan melindungi kamu. Mau daddy marah atau enggak, mommy tetap ada untuk kamu Sayang." Bagaimana ada manusia yang tidak memilki hati malah Tuhan utus untuk menjadi seorang ayah? "Mommy janji tidak akan meninggalkanku?" Anna mengangguk, "Mommy berjanji." Kemudian ia mencium pipi tirus Gerald lalu memeluknya, Anna berjanji akan membuat Gerald bahagia. Beruntungnya Anna dan Jeremy berbeda kamar, sejak hari pertama menikah Jeremy mengatakan bahwa mereka pisah kamar. Jelas Anna menyetujuinya. Dan sekarang ia bisa membawa Gerald untuk tidur bersamanya. "Apa Gerald mau tidur bersama Mommy?" "Gerald mau Mommy!" peki
Anna mendelik, dua menit dari banyaknya waktu yang pria itu berikan. Anna mengenggam erat garpu dan pisau makannya, ingin sekali Anna lempar ke wajah Jeremy. Laki-laki itu benar-benar angkuh, semakin benci saja Anna kepadanya. "Bagaimana kalau lima menit?" tawar Anna. Ia mencoba mengalah meski hatinya sudah tumbuh rasa ingin mencakar Jeremy. "Dua menit atau tidak sama sekali." Jeremy mempertahankan jawabannya. Benar-benar pria egois yang menjengkelkan. Anna menghembuskan nafasnya pelan, masalahnya apa yang bisa ia bicarakan dalam waktu singkat itu? Apa perlu Anna membayar permenitnya bila ingin mengobrol dengan Jeremy? Namun tidak ada yang bisa Anna perbuat selain menuruti laki-laki brengsek itu, daripada Jeremy tidak memberinya kesempatan berbicara. Anna lakukan ini demi Gerald, "Baiklah." Jadi setelah makan, Jeremy terlebih dahulu pergi ke ruang tengah kemudian Anna menyusulnya. Karena Jeremy hanya memberikan waktu dua menit, Anna langsung mengutarakan hal apa yang akan ia bicar