"Diamlah bajingan! Lebih baik kau tutup mulut baumu itu!" ketus Jeremy.
"Sialan!" gerutu Frans.
Namun, Jeremy tak membalasnya.Kepalanya kini semakin pusing.
Apa yang dikatakan Frans itu benar. Sebentar lagi Robert pulang dan pasti menanyakan soal anak.
"Argh! Brengsek!" teriaknya. Anna yang keras kepala ditambah Jeremy yang seenaknya, tidak ada yang saling mengalah. Membuat darah Jeremy selalu mendidih bila berinteraksi dengan Anna. Jeremy menarik nafas panjang kemudian menghembuskan pelan, mencoba fokus untuk kembali bekerja. "Katakan apa jadwalku sampai minggu depan!" "Nanti dan besok kau ada jadwal meeting siang. Lusa kau harus terbang ke Singapore selama 3 hari. Dan di hari Sabtu kau ada undangan dari Mr Rafael untuk menghadiri perayaan lamarannya." Frans menerangkan semua kegiatan Jeremy. Setidaknya Jeremy merasa puas untuk tidak bertemu Anna selama 3 hari, ia bisa merefreshingkan kepalanya meskipun tidak akan bisa. Baru kali ini ada sosok asing yang membuat Jeremy tidak betah berada di rumahnya sendiri. "Baiklah aku akan siap-siap untuk meeting sebentar lagi," ujar Jeremy. Tiba-tiba pintu ruangannya dibuka oleh seseorang, "Siapa yang menyuruhmu pergi bekerja anak nakal!" Jeremy terkesiap melihat Robert datang, pasalnya Robert menyuruhnya untuk cuti terlebih dahulu. Mungkin maksud Robert memberi waktu untuk Jeremy menghabiskan waktu bersama Anna, nyatanya baru 2 menit bersama Anna membuat emosi Jeremy naik sampai ke ubun-ubun. "Sudah papa katakan kalau papa tidak mengizinkan kau pergi bekerja!" "Pa dengarkan Jeremy dulu, banyak pekerjaan yang tidak bisa Jeremy tinggal." sergahnya. "Papa tidak peduli, bukankah papa sudah menyuruhmu untuk cuti hah!" Kalau sudah begini, Jeremy tidak lagi bisa membantah Robert. "Baiklah aku akan pulang!" sahut Jeremy pasrah. "Cancel jadwal penerbangannya Frans!" titah Robert. Jeremy mendelik seketika, "Tidak bisa begitu Pa!" tolak Jeremy. Ia kira Robert menyuruhnya pulang hanya hari ini. "Kalau kau menolak papa akan tambah cutimu menjadi satu bulan!" Ingin rasanya Jeremy mengumpat kasar sembari berteriak. Ini gila, jika semua orang mengingkan cuti kerja berbeda dengan Jeremy. Laki-laki itu terlalu menggilai kerja dan ada alasan lain yang membuatnya malas pulang, yaitu bertemu Anna. "Terserah papa saja!" Jeremy beranjak dari sana dengan wajah penuh emosi. Frans terkikik geli, baru saja tadi ia bicarakan namun tidak di gubris oleh Jeremy dan sekarang perkataannya terjadi benar. Jeremy masuk ke dalam BMW keluaran terbaru miliknya, ia mengendarai seperti orang kesetanan. Dan terpaksa ia balik ke mansionnya. Anna mengerutkan kening saat melihat Jeremy pulang sepagi ini. "Dasar mentang-mentang bos bisa pulang seenaknya!" celetuk Anna asal. Kali ini untung saja Jeremy tidak mendengarnya. Saat hendak kembali masuk ke dalam kamar, Anna mendengar seseorang datang. Anna menoleh dan melihat Robert, "Selamat pagi menantu." sapanya. Anna berlalu mendekat, "Selamat pagi Pa. Kapan papa pulang?" Sahut Anna menyambut papa mertuanya datang. "Baru saja, dan aku langsung pergi ke sini," "Papa udah sarapan?" "Kebetulan belum." kekehnya. "Kalau begitu mari sarapan dulu Pa," Anna mengajak Robert untuk pergi ke meja makan. Ia mengambilkan nasi dan juga lauk untuk Robert, bahkan Jeremy saja belum ia perlakukan seperti ini. "Di mana Jeremy, An?" "Sebentar lagi Anna panggilkan pa." Anna menuangkan segelas air putih untuk Robert. "Apa anak itu terus bekerja setelah kalian menikah?" Anna tampak bingung harus menjawab apa, lebih baik ia menjawab dengan jujur. "Iya pa." "Dasar! Padahal aku sudah menyuruhnya untuk cuti." rupanya Robert belum puas memarahi Jeremy. "Gerald, di mana cucuku itu An?" Berbeda dengan Jeremy, Robert begitu sayang kepada Gerald. Meskipun ia tau bahwa Gerald bukan cucu kandungnya, namun Robert tidak peduli. Ia sangat sayang kepada Gerald, tidak seperti Jeremy. "Anna panggilkan dulu ya pa. Tampaknya Gerald akan senang." kata Anna sambil mengulum senyum. Anna beranjak pergi ke kamarnya guna memanggil Gerald. Dilihatnya anak laki-lakinya itu tampak fokus dengan gambar yang sedang ia warnai, sampai-sampai Gerald tak sadar ada Anna masuk ke dalam kamar. "Sayang?" panggil Anna. Gerald menoleh, "Ada apa Mom." "Lihatlah, ada yang menunggumu di meja makan." Gerald langsung mengerti siapa yang di maksud Anna. "Kakek?" pekiknya. Anna mengangguk. Seketika ia berlari ke bawah, terdengar teriakannya memanggil Robert. "Kakek!" *** "Oh Astaga cucuku sekarang sudah besar ya?" Gerald menubruk tubuh pria paruh baya itu, "Gerald rindu kakek." adunya. "Wah begitukah? Kakek juga rindu Gerald." Gerald sudah lama tidak bertemu Robert. Robert pun juga tidak bisa menjenguk Gerald setiap hari. Anna merasa lega saat mengetahui ada orang lain di keluarga Jeremy yang menerima Gerald. Dari mata Robert, Anna melihat tulusnya rasa sayang yang dia berikan kepada Gerald. Baru saja Anna hendak memanggil Jeremy, laki-laki itu turun dari anak tangga. "Rupanya kau tau papa datang Jer!" Jeremy masih kesal dengan Robert. "Hmm." sahutnya. Anna yang mendengar itu memelototkan matanya tajam ke arah Jeremy. Bisa-bisa ia menjawab sekenanya kepada Robert. "Dasar manusia tidak beradab!" batinnya. "Kalian bersiaplah, papa sudah beli tiket untuk kalian terbang ke Maladewa. Ya itu hadiah pernikahan kalian." Maladewa atau sering disebut Maldives adalah tempat bulan madu yang sangat cocok untuk pasutri baru. Rupanya Robert sengaja memberikan tiket liburan untuk Anna dan juga Jeremy. Sontak Jeremy menolak, "Pa! Aku tidak setuju.""Papa tidak peduli penolakanmu Jer! Apa kau mau cuti satu bulan saja hah!" Tegas Robert yang membuat Jeremy murka. Anna hanya membatin, ternyata sama saja. Sifat Robert yang tidak menerima bantahan menurun pada Jeremy, namun Robert masih memiliki sisi baik sedangkan Jeremy tidak ada. Robert beralih menatap Anna, "An suruh anak itu berkemas, siang nanti kalian berangkat!" titahnya. Anna mengangguk, ia tidak berani menyanggah Robert. "Apa mommy dan daddy akan pergi kek?" tanya Gerald membuka suara. Robert mengangguk, "Hanya 3 hari. Gerald mau bersama Kakek?" Bocah laki-laki itu mengangguk, "Gerald mau Kek!" serunya. "Tapi nanti Gerald tidak bisa bertemu Mommy." Ia memasang wajah melasnya. "Rupanya kau sayang sekali kepada mommy ya?" tanya Robert. Robert tau perlakuan Jeremy terhadap cucunya seperti apa. Itu sebabnya Gerald tidak ingin pisah dari Anna. Dari pelayan yang bekerja, Robert sering mendapat kabar bahwa Anna memperlakukan Gerald dengan sangat baik. Robert lega
Senyum iblis di wajahnya membuat Anna ingin mencakar wajah Jeremy! "Tidak! Kau mau memanfaatkanku hah!" Emosi Anna sudah tidak terbendung lagi. Sejak tadi ia mencoba menahan, namun rupanya Jeremy semakin membuatnya naik darah. Mendengar penolakan Anna, Jeremy tersenyum puas karena Jeremy pun sebenarnya tau jawaban apa yang akan keluar dari mulut wanita itu. Jeremy merebahkan dirinya di atas kasur menatap Anna yang masih berdiri dengan wajah sinisnya. "Ya sudah sekarang pergilah!" Anna mengacak rambutnya asal, ia terus mengumpat meski dalam hati. "Baik aku mau!" ketus Anna. Ia terpaksa melakukan ini demi Jeremy agar mau pergi berlibur. Anna heran, kenapa ada manusia seperti laki-laki itu? Padahal manusia lainnya, sangat ingin pergi berlibur sedangkan Jeremy? Sialan memang laki-laki itu! Jeremy mengulum senyum, ia akan bermain-main dengan Anna. Lihat aja, Jeremy akan membawa Anna ke dalam permainannya. Ia langsung bangkit dari tidurnya, "Kita berangkat!" seru Jeremy dengan sen
"Apanya? Kenapa kau cerewet sekali!" Oh Tuhan, dosa apa yang pernah Anna perbuat hingga memiliki suami seperti Jeremy. "Kau akan terus menggunakan pakaian itu saja hah!" Bentak Anna sudah tidak bisa mengontrol emosinya. "Beli di sana apa susahnya? Sudahlah cepat!" Sudah tidak mau membantu, malah menyuruh-nyuruh dengan keji. Anna ingin sekali menusuknya dari belakang. "Mom." Ujar Gerald saat berpapasan dengan Anna di pintu masuk mansion. Ia baru saja datang bersama Robert. "Sayang." Anna memeluk tubuh Gerald. Sejujurnya ia tidak tega meninggalkan Gerald selama beberapa hari, meskipun Anna yakin Gerald tidak akan kesepian karena ada Robert dan para pelayan yang menemani. Tetapi karena jiwa keibuannya yang begitu besar, membuatnya tidak ingin berpisah dengan bocah tersebut. "Selamat bersenang-senang Mom." Anna mengangguk, "Mommy akan cepat pulang. Gerald di sini tidak boleh nakal, harus nurut sama kakek." "Baik Mom." Robert menyaksikan langsung rasa cinta Anna yang terp
Anna bangun pagi-pagi sekali, tidurnya sangat tidak nyenyak. Ia merenggangkan badannya sebentar lalu Anna beranjak turun. Di lihatnya Jeremy yang masih memejamkan mata, jambang yang tumbuh tipis-tipis di sekitar rahangnya membuat Jeremy terlihat seperti laki-laki perkasa. Apalagi hidung yang mancung, juga proporsi bibirnya yang pas dengan sistematik wajahnya. Tanpa sadar Anna menarik kedua ujung sudut bibirnya melengkung ke atas. Dan baru ia sadari ternyata Jeremy setampan itu. "Apa yang kau lakukan di sana?" Tiba-tiba Jeremy membuka matanya dan melihat sosok yang sedang berdiri sambil menatapnya dengan senyum mengembang. Sontak membuat Anna berjingkat kaget, "Kau yang apa-apa Jer! Kau membuat jantungku hampir copot!" Anna mengelus dadanya kaget karena suara bass milik Jeremy. Anna berlalu pergi ke kamar mandi begitu saja dan saat ia ingat bahwa di kamar mandi itu tidak ada pintu, Anna menghentikan langkahnya kemudian berbalik. "Jer.." pangilnya pelan. "Hmm." sahutnya tanpa mi
"Cepatlah! Sebelum aku berubah pikiran!" Baru saja Anna tersanjung dengan kebaikan Jeremy dan sekarang ia sudah kembali menjadi Jeremy dengan tingkah menyebalkan. "Ya aku mau!" jawab Anna dengan sedikit ketus. Malam ini ia tidak ada tenaga untuk mendebat Jeremy, lebih baik dia menjawab seperlunya saja. Mereka berdua berjalan beriringan, jangan berharap mereka berjalan dengan bergandengan tangan satu sama lain, tidak. Mustahil! Mereka hanya berjalan beriringan dengan jarak yang cukup jauh. Bahkan sama sekali tidak terlihat sebagai pasangan suami istri. Sepertinya tempat romantis ini tidak cocok dengan Anna dan juga Jeremy. Setidaknya malam ini Anna bisa memanjakan matanya, ia melihat banyaknya penjual makanan di sepanjang jalan. Pandangan Anna tertuju pada sebuah tempat yang sangat ramai di kunjungi banyak orang, kebanyakan yang datang membawa pasangannya. Anna jadi semakin penasaran, "Tempat apa itu Jer ramai sekali pengunjung yang datang?" tanyanya kepada Jeremy. "Itu tempa
Tidak ada jawaban. Anna menghela nafas pasrah. "Ayolah Jer aku sudah meminta maaf kepadamu. Apa kau tak mau memaafkanku?" Anna memasang wajah melasnya, berharap Jeremy mau berbicara kepadanya. "Ya aku sudah melupakannya." Senyum Anna tercetak di wajahnya, lega mendengar jawaban Jeremy. Tetapi setelah itu mereka kembali diam. Mereka membuka suara bila hanya beradu pendapat saja, maka dari itu mendengar pernyataan peramal yang menyebutkan mereka pasangan cinta sejati terdengar sangat lucu. Anna mengedarkan pandangannya ke segala arah bibir pantai. Tepat saat ia menoleh ke kanan ia melihat seorang wanita dilamar oleh kekasihnya, sangat romantis. Apalagi sang kekasih bertekuk lutut sambil menyodorkan sebuah kotak beludru berisi sebuah cincin. Sorak dan tepuk tangan dari teman-teman mereka menambah meriah acara wedding proposal pasangan kekasih tersebut. Ditambah sebuah tulisan 'will you marry me' yang sengaja dibuat di pasir tepi pantai membuat Anna iri. Anna yakin bukan hanya dir
Jeremy melepaskan pelukannya lalu kembali menatap manik mata Anna. "Apa katakanlah?" "Cobalah untuk merubah sikapmu kepada Gerald." pinta Anna. Jeremy tidak langsung menjawab, tampaknya ia masih bimbang. Ia takut malah semakin mengecewakan bocah tersebut. Anna mengenggam sebelah tangan Jeremy memberikan sisa energi untuknya. "Aku akan membantumu sebisaku." kata Anna. Kali ini tanpa ragu Jeremy mengangguk. Sekarang tidak ada kata gengsi lagi di antara keduanya. Jeremy membawa Anna ke dalam pelukannya. "Terima kasih." Kemudian Anna mengangguk di dekapan Jeremy. Malam ini sempurna dan begitu luar biasa. Akhirnya Anna merasakan momen romatis di tempat yang memang cocok untuk melakukan hal-hal berbau romance. Semua mengalir begitu saja tanpa ada satu pun yang sebelumnya Anna pikirkan. Padahal tadi ia berniat pergi keluar mencari udara segar karena kesal kepada Jeremy. "Apa kau tidak lapar?" tanya Jeremy mengingat memang mereka gagal makan malam akibat insiden kecil itu. Anna
Tak lama Jeremy datang, ia menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'siapa' pada Anna. "Itu Daddy sudah pulang Sayang." kata Anna. Ia mengarahkan kamera belakang agar Gerald bisa melihat Jeremy. Jeremy tau pasti itu Gerald yang sedang istrinya hubungi. Karena tidak tau harus apa, ia hanya diam saja. "Katakan halo Gerald!" perintah Anna tanpa suara. Jeremy yang tidak mengerti maksud Anna hanya mengeryitkan dahi bingung. "Katakan kau rindu padanya!" ujar Anna masih tanpa suara. Namun Jeremy tetap diam, tak mengerti maksud Anna. Melihat Jeremy yang hanya diam Anna kembali mengganti ke mode kamera depan, ia sedikit kesal dengan Jeremy yang tidak paham-paham juga. "Apa Gerald sudah sarapan?" tanya Anna memecah keheningan. "Sudah Mom. Tadi Gerald sarapan bersama Kakek." "Oh begitu rupanya." Anna menarik Jeremy yang masih berdiri agar duduk di sampingnya kemudian ia mengarahkan handphonenya agar menyorot ke arah dirinya dan juga Jeremy. "Gerald apa ada yang Gerald ingin samp