Masa sebelum Prolog...
Seorang wanita dengan parasnya yang manis dan rambut ikal panjangnya yang kini berkonde.
Kebaya putih yang dia kenakan menjuntai panjang dan sudah setengah kotor karena terseret-seret bahkan ujung-ujungnya sudah hampir robek.
Rindu sadar dirinya tengah menjadi pusat perhatian dengan penampilannya yang nyentrik di tengah-tengah kawasan terminal akibat pakaian yang dia kenakan saat ini adalah sebuah gaun pengantin design salah satu perancang busana kondang tanah air. Sebuah gaun pengantin yang harusnya Rindu kenakan di acara pernikahannya dengan seorang lelaki yang tidak dia kenal atas dasar perjodohan.
Bagaimana mungkin Rindu menghabiskan sisa umurnya bersama lelaki yang tidak dia kenal sementara dirinya telah memiliki kekasih.
Muhammad Albani, seorang lelaki yang berasal dari keluarga sederhana yang telah menjalin hubungan percintaan dengan Rindu sejak mereka SMA.
Rindu dan Albani, saling mencintai meski cinta mereka terhalang oleh restu orang tua.
Latar belakang keluarga Rindu yang berasal dari kalangan atas jelas menolak dengan tegas ketika Rindu menyampaikan keinginannya untuk menikah dengan Albani.
Niat baik Albani yang datang bersama ke dua orang tuanya untuk melamar Rindu berbuah pahit.
Lamaran itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga besar Rindu. Tak hanya caci maki, namun sumpah serapah justru menyambut kedatangan mereka, bahkan seluruh barang bawaan mereka dilempar ke jalanan setelah orang tua Rindu memerintahkan para security untuk mengusir mereka.
Sejak hari itu, hubungan Rindu dengan Albani kian rumit.
Bahkan jika ingin bertemu mereka harus kucing-kucingan terlebih dahulu.
Dan kini, setelah hampir satu tahun menjalin hubungan bakstreet, Rindu dan Albani pun memutuskan untuk kabur dari kampung halaman mereka dan merantau ke Ibukota, namun sebelum itu, Albani sudah menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan mereka meresmikan hubungan, yakni menikah.
Di saksikan oleh para sahabat dekat Albani, pernikahan dadakan itu berlangsung lancar di kantor KUA Surabaya, bahkan dengan pakaian ala kadarnya, hingga setelahnya Albani langsung memboyong Rindu ke Jakarta.
Ini hari ke dua setelah Rindu berhasil melarikan diri dari kediamannya untuk menghindari rencana pernikahannya dengan lelaki yang bahkan tak dia ketahui wajahnya.
Ke dua orang tua Rindu bilang, calon suaminya itu adalah seorang lelaki yang sangat tampan, pintar, mapan dan berperangai baik, bahkan dia kini telah menyandang gelar master di USA.
Sayangnya, apapun yang dikatakan oleh ke dua orang tua Rindu tentang sosok lelaki itu, Rindu tak pernah mau menyimak dengan baik. Bahkan siapa nama lelaki itu saja Rindu malas mengingatnya.
Sejak Rindu mengenal arti cinta, satu-satu sosok lelaki yang sudah mendiami relung hatinya yang terdalam hanyalah Albani seorang.
Rindu mencintai Albani dengan segala kekurangan yang dimiliki lelaki itu.
Bahkan Rindu sama sekali tidak keberatan jika dirinya harus melepas segala kemewahan hidupnya bersama ke dua orang tuanya di Surabaya demi bisa hidup bersama Albani.
"Akhirnya, kelar juga," ucap Rindu seraya menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur lantai busa di dalam petakan rumah kontrakan yang mereka sewa kemarin.
Sejak pagi tadi sepulang dari pasar untuk membeli perabotan, menjelang sore, akhirnya Albani dan Rindu selesai bebenah di kontrakan sederhana itu.
Sebuah kontrakan tiga petak yang mereka sewa untuk sementara waktu sebagai tempat berteduh.
Setidaknya, sebelum Albani mendapat pekerjaan mereka tidak terlunta-lunta di Ibukota.
"Kamu cape?" tanya Albani yang datang dari dapur sambil membawa dua cangkir es teh manis.
Rindu mengangguk manja. Dia menerima cangkir es teh manis dari sang suami dengan wajah sumringah dan langsung meneguknya setengah. Aliran dingin es teh manis itu terasa menyejukkan di tenggorokannya.
"Mau aku pijitin nggak?" tanya Albani dengan senyuman lebar. Dia menarik lengan istrinya supaya bangkit dari kasur lantai dan beralih ke dalam pelukannya.
"Hm, modus!" cibir Rindu yang sudah tahu akal bulus suaminya.
Albani tertawa, dia mencubit gemas pipi Rindu yang chuby dan halus.
"Sejak kita menikah, aku belum belah duren loh karena kita sibuk cari tempat tinggal," goda Albani.
Wajah Rindu langsung merona. Dia meninju pelan pipi suaminya yang hendak mencium wajahnya.
"Mandi dulu!" elak Rindu meski dia tetap nyaman duduk di pangkuan Albani dan saling memeluk.
"Aku mau cium doang masa harus mandi dulu? Kalau nggak kita mandi bareng gimana?" ajak Albani dengan wajah berbinar.
Rindu merasa wajahnya memanas. Sontak dia bangkit dari pangkuan Albani dan berjalan keluar.
"Loh, di ajak mandi malah kabur," kata Albani.
"Aku mau beli sabun sama shampo, kamu mau mandi pakai sabun cuci?" teriak Rindu dari luar sambil ngeluyur pergi, diam-diam dia menyembunyikan senyum malu-malu.
Albani hanya tertawa memandangi punggung sang istri yang perlahan menjauh.
Bagi Albani, apa yang terjadi saat ini bagaikan mimpi.
Sebenarnya dia tidak ingin mengambil keputusan untuk membawa kabur Rindu seperti ini, sayangnya, dia juga tidak siap jika takdir memang harus memisahkan dirinya dengan Rindu.
Cintanya pada Rindu tulus.
Albani akan berjuang sekeras yang dia bisa demi membahagiakan Rindu.
Dia tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan Tuhan padanya untuk bisa hidup bersama wanita yang dia cintai.
*****
"Mamih sudah membatalkan rencana kerjasama kita dengan perusahaan Pak Jamal!" ucap seorang wanita paruh baya dengan sanggul tinggi yang menjulang dikepalanya. Wajahnya tampak marah.
Seorang lelaki berjas abu-abu dihadapan wanita itu tersenyum kecut.
"Sejak awal, Fahri juga sudah nggak setuju dengan rencana perjodohan ini! Akhirnya apa? Mamih jugakan yang malu?" ucap lelaki bernama Fahri itu. Dia menatap lurus sang Mamih.
"Kalau memang kamu dan anaknya Pak Jamal batal menikah, itu artinya Mamih akan cari wanita lain yang menggantikan posisi anak perempuan Pak Jamal yang tidak tahu diri itu! Brengsek! Bisa-bisanya dia kabur di hari pernikahannya sendiri!"
Fahri berdiri dan mengambil posisi duduk di sebelah sang Mamih yang bernama Heni.
Dia menyentuh jemari keriput Heni dengan penuh kelembutan.
"Mih, berhenti menjodoh-jodohkan Fahri. Fahri sudah memiliki pilihan sendiri. Dia anak bungsunya Om Darwis, namanya Adel," ucap Fahri dengan suaranya yang mendayu-dayu.
Satu harapan lelaki itu saat ini, yakni persetujuan Heni atas niatannya tersebut.
"Kenapa kamu baru bilang sekarang?" tanya Heni dengan ke dua alisnya yang menyatu.
"Sebenarnya Fahri sudah berencana untuk mengatakan hal ini sejak dulu, tapi Mamih selalu saja mengoceh ini itu tentang keinginan Mamih memiliki cucu, Fahri jadi serba salah. Lagipula, Adel baru saja selesai menempuh pendidikan model di Paris. Dia berencana kembali ke Indonesia minggu ini,"
"Apa? Model?" Heni tampak kaget.
"Ya, Adel seorang model, Mih,"
Seketika wajah Heni kembali masam.
Dia melempar tangan Fahri menjauh. "Apa dia bisa memberi Mamih cucu secepatnya?" tanya Heni dengan wajah cemberut.
Fahri mengulum senyum. Berusaha kembali memberikan pengertian.
"Pasti, Mih. Tapi mungkin butuh waktu. Adel baru saja di kontrak menjadi model salah satu brand sabun ternama, mungkin untuk beberapa tahun ke depan, Adel belum bisa hamil dulu,"
"Tuhkan, Mamih sudah tebak! Cari wanita lain sajalah!" tolak sang Mamih.
"Mih," Fahri kembali meraih tangan sang Mamih. "Fahri mencintai Adel. Memangnya, Mamih nggak mau melihat Fahri bahagia?"
Heni menatap bola mata sang anak tercinta.
Tatapan sendu Fahri akhirnya sukses meluluhkan hati sang Mamih hingga wanita paruh baya itu pun mengangguk tanda setuju.
"Baiklah, jadi, kapan kita bisa datang untuk melamar?" ucap Heni kemudian.
Fahri tersenyum.
"Secepatnya, Mih..."
Setelah menjalani segala prosesi pernikahan yang rumit, malam hari tiba waktunya pasangan pengantin baru itu menikmati indahnya malam pertama.Waktu satu bulan termasuk waktu kilat untuk Fahri dan Adelia mempersiapkan pernikahan impian mereka.Pernikahan super megah dan mewah itu berlangsung di aula gedung salah satu hotel berbintang lima di kawasan pusat Kota Surabaya dan di hadiri oleh ratusan tamu undangan yang berasal dari kalangan atas.Seperti janjinya semula, setelah Fahri resmi memiliki seorang istri, Pak Hendrawan, selaku ayahanda Fahri akan memberikan seluruh kepemilikan atas perusahaan dan semua aset kekayaannya pada sang ahli waris satu-satunya itu.Akhir-akhir ini kondisi kesehatan Pak Hendrawan seringkali drop karena memang faktor usia. Itulah sebabnya, dia dan sang istri ingin lekas menimang cucu dari anak tunggal mereka.
Satu bulan berlalu.Kehidupan yang dijalani Rindu dan Albani di Jakarta kian sulit.Usaha Albani mencari pekerjaan tak juga membuahkan hasil padahal sisa uang simpanannya sudah pailit.Belum lagi ditambah biaya sewa kontrakan yang sudah mendekati tempo.Albani benar-benar kebingungan.Kesana kemari dia melamar pekerjaan, berbekal ijazah SMAnya tapi selalu saja ditolak.Nyatanya, benar apa yang dikatakan Syarif sahabatnya di kampung mengenai kejamnya kota metropolitan. Jika tidak kuat-kuat iman, banyak orang yang pada akhirnya menyerah pada keadaan dengan cara menghalalkan segala cara demi mempertahankan hidup.Seharian ini setelah lelah berjalan kaki mengunjungi kantor, pabrik, ruko dan mall-mall di selatan Jakarta, Albani memutuskan untuk beristirahat
Setelah melalui beberapa proses psikotest dan interview kerja, Rindu akhirnya diterima sebagai salah satu karyawati di Perusahaan Ritel terbesar di Indonesia itu.Sebagai seorang sarjana ekonomi, Rindu mendapat posisi bagus di kantor cabang baru itu menggantikan sementara posisi sekretaris CEO yang kebetulan sedang cuti melahirkan.PT. He-Market Trijaya Tbk bergerak dalam bidang distribusi eceran produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan mini market, dengan nama "He-Mart". Jaringan mini market terdiri dari minimarket, dengan kepemilikan langsung dan berdasarkan perjanjian waralaba.Jaringan ini sangat luas dan sudah mencakup hampir di setiap pelosok daerah di Indonesia.Itulah sebabnya perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi salah satu perusahaan besar yang menjanjikan.Ini hari pertama Rindu bekerja.
Kehadiran Rindu di kantor cabang baru itu mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak yang kebanyakan berasal dari kubu kaum adam.Kecantikan Rindu seolah mengguncang seluruh divisi bagian di dalam kantor untuk mencari tahu siapa karyawati baru yang beruntung karena bisa menempati posisi paling diminati berbagai pihak yakni sebagai sekretaris dari Direktur utama mereka, yang konon katanya kini beralih tangan kepada anak si pemilik perusahaan.Seorang lelaki tampan bergelar sarjana Master lulusan salah satu Universitas terkemuka di USA."Wah, kalau sekretarisnya model begitu sih, udah pasti jadi simpenannya Pak Hendrawan," celetuk salah satu karyawati di divisi perencanaan. Sesekali dia melirik Rindu yang sibuk di kubikel kerjanya."Sayangnya punya Pak Hendrawan udah meletoy kali nggak bisa lurus dan tegak lagi," sahut karyawati lain yang disambut dengan cekiki
Ini hari pertama pasangan Fahri dan Adelia menempati kediaman mereka di Jakarta sepulang mereka berbulan madu dari Swiss.Sebuah rumah mewah nan megah yang didominasi dinding kaca dengan halaman super luas dan kolam renang big size di taman belakang yang merupakan peninggalan ke dua orang tua Fahri sebelum Pak Hendrawan dan Nyonya Heni memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di kampung halaman Pak Hendrawan di Surabaya.Hari ini Fahri sudah harus masuk kantor karena pagi ini akan ada rapat penting bersama dewan direksi dan beberapa Relasi Bisnis dari perusahaan asing untuk membahas kerjasama demi memperluas cakupan jaringan Bisnis perusahaannya yang hendak dia kembangkan di luar negeri.Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi Fahri sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya yang membuat dirinya terlihat semakin gagah dan tampan.Sejak keci
"Jadi kamu sekretaris baru disini?" tanya Fahri pada Rindu yang kini duduk dihadapannya."Iya, Pak," Rindu mengangguk tanpa berani menatap Fahri. Kepala perempuan itu terus saja menunduk bahkan sejak pertama kali dirinya memasuki ruangan sang direktur.Fahri masih menatap Rindu.Entah kenapa, sepertinya wajah Rindu tidak begitu asing meski dia sendiri pun tidak tahu sebenarnya apakah dia pernah bertemu dengan Rindu sebelum hari ini?"Sudah menikah?" tanya Fahri lagi."Sudah Pak," Rindu kembali mengangguk.Fahri ikutan mengangguk. Sekelebat ingatan tentang kejadian di lift tadi kembali berputar dikepalanya, membuat lelaki itu tersenyum.Fahri berpikir, pasti saat ini Rindu malu sekali karena telah salah mengira orang. Itulah sebabnya, sejak tadi dia terus saja menunduk t
Malam itu Rindu tidak bisa tidur. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam namun sang suami tak kunjung pulang. Bahkan setelah percakapan anehnya di telepon dengan seorang wanita yang memakai nomor ponsel suaminya, selepas maghrib tadi, membuat hati Rindu semakin dibuat gelisah. Bagaimana tidak, jika ponsel suami kita tiba-tiba saja dipegang oleh seorang wanita tak dikenal, istri manapun pasti langsung curiga, tak terkecuali Rindu. Setelah puas mundar-mandir seperti setrikaan di teras kontrakan menunggu kepulangan Albani, Rindu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan membenamkan tubuhnya di balik selimut di ruang tamu. Padahal di luar tidak hujan, tapi entah kenapa Rindu merasa tubuhnya menggigil. Beberapa menit berlalu, kelopak mata Rindu sudah terpejam, namun suara deritan pintu yang terbuka membuat Rindu kembali terjaga. Saat Rindu membuka mata, didapatinya keadaan kontrakan begitu gelap. Apa iya mati lampu? Piki
Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota. Rencananya malam ini Adel akan pulang. Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani. Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya. Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas. Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya. Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak ma