Satu bulan berlalu.
Kehidupan yang dijalani Rindu dan Albani di Jakarta kian sulit.
Usaha Albani mencari pekerjaan tak juga membuahkan hasil padahal sisa uang simpanannya sudah pailit.
Belum lagi ditambah biaya sewa kontrakan yang sudah mendekati tempo.
Albani benar-benar kebingungan.
Kesana kemari dia melamar pekerjaan, berbekal ijazah SMAnya tapi selalu saja ditolak.
Nyatanya, benar apa yang dikatakan Syarif sahabatnya di kampung mengenai kejamnya kota metropolitan. Jika tidak kuat-kuat iman, banyak orang yang pada akhirnya menyerah pada keadaan dengan cara menghalalkan segala cara demi mempertahankan hidup.
Seharian ini setelah lelah berjalan kaki mengunjungi kantor, pabrik, ruko dan mall-mall di selatan Jakarta, Albani memutuskan untuk beristirahat di trotoar pejalan kaki sekedar merelaksasi otot-otot kakinya yang mulai keram dan kesemutan.
Sisa uang yang dia miliki di dalam dompetnya hanya cukup untuk ongkos pulang.
Adzan maghrib terdengar berkumandang dikejauhan, Albani pun beranjak dari tepi trotoar untuk kembali melanjutkan perjalanan.
Kali ini dia memutuskan untuk pulang.
Lelaki berkemeja putih itu masih menunggu metromini, ketika tiba-tiba ponselnya tiba-tiba berdering.
My wife calling...
Albani langsung mengangkatnya.
"Halo Mas? Kamu kok belum pulang udah gelap begini?" suara Rindu terdengar di seberang. Dari nada bicaranya, Albani bisa menebak pasti Rindu sangat mengkhawatirkan dirinya.
"Ini juga mau pulang, sayang," sahut Albani.
"Aku hari ini nggak masak. Gasnya habis. Mau beli uangnya kurang. Kamu beli lauk diluar ya, nanti aku masak nasi,"
Albani menarik napas lelah. Merasa bersalah. "Iya, nanti aku belikan lauk. Kamu mau apa?" tanya Albani saat itu.
"Beli bakso aja sayang, kayaknya enak uyup kuah bakso campur nasi hangat, hehehe," kekeh Rindu yang memang sangat menyukai bakso.
"Oke, nanti aku belikan bakso buat kamu. Udah dulu ya, aku mau naik metromini dulu,"
"Iya. Kamu hati-hati di jalan. Muach," Rindu memberikan kecupan jarak jauh dan Albani pun membalasnya.
Sambungan telepon itu pun terputus.
Metromini lewat, namun Albani tidak jadi naik.
Dia menatap selembar uang sepuluh ribu di dompetnya.
Jika dia naik metromini itu, sudah jelas dia tidak bisa membelikan bakso untuk Rindu.
Jadilah, Albani kembali berjalan kaki menempuh perjalanan untuk kembali ke kontrakannya malam itu.
Demi satu porsi bakso untuk Rindu.
*****
Hari sudah larut.
Namun sang suami belum juga pulang.
Rindu tidak bisa tidur.
Wanita berdaster helokitty itu terlihat mundar-mandir di depan teras kontrakannya sambil terus mencoba menghubungi Albani. Kekhawatirannya semakin menjadi-jadi tatkala panggilan dan sms nya tak juga mendapat balasan.
Kamu kemana sih Mas?
Tanya hati Rindu.
Lamat-lamat, sesosok tubuh manusia yang tertangkap indra penglihatannya berjalan gontai dari kejauhan membuat wajah Rindu berbinar.
Saat sosok itu semakin dekat, Rindu langsung mencecarnya dengan segala pertanyaan.
"Lama banget sih pulangnya? Kamu kemana dulu? Aku teleponin nggak di angkat! Aku sms nggak di bales! Aku khawatir tau! Nyebelin ihk!"
Albani tersenyum lebar mencoba menyembunyikan gurat lelah di wajahnya.
"Iya maaf. Tadi aku keasikan ngobrol sama tukang rokok," jawab Albani terpaksa berbohong. "Nih baksonya, makan gih. Kamu pasti udah laper?" dia memberikan sebungkus bakso yang dibelinya di depan gang pada sang istri.
Rindu menerimanya meski wajahnya masih saja ditekuk.
"Jangan cemberut gitu dong, cantiknya ilang tuh," goda Albani seraya mencuil ujung hidung istrinya yang bangir.
"Dapet kerjaannya Mas?" tanya Rindu meski dia sudah bisa menebak apa jawaban Albani. Suaminya itu tak bisa menyembunyikan apapun dari Rindu.
"Belum,"
Rindu memulas senyum tipis. "Kamu udah makan?" tanyanya ketika Albani sedang membuka sepatu.
"Udah," jawab Albani tanpa membalas tatapan Rindu. Dia takut ketahuan berbohong.
"Makan apa? Makan angin?" tanya Rindu seolah tahu kalau suaminya berbohong.
Albani kembali tersenyum.
"Kamu makan aja duluan. Aku mau mandi dulu," Albani beranjak ke dapur dan mengambil handuk di pintu.
Rindu mengekor langkah Albani.
"Aku beli kerupuk dulu," ucap Rindu setelah mengambil mangkuk dan piring.
Beberapa menit kemudian, tubuh Albani sudah lebih segar usai mandi, dilihatnya Rindu duduk di atas tikar di ruang depan sambil memainkan ponselnya.
"Loh, kok belum di makan?" tanya Albani yang memposisikan diri di sebelah sang istri.
"Kita makan berdua," kata Rindu yang langsung menuangkan kuah bakso beserta baksonya ke atas sepiring nasi. Lalu dia menyuapi Albani.
"Enak?" tanya Rindu sambil tersenyum.
Albani hanya mengangguk dengan tatapan yang tak lepas dari wajah sang istri.
Mendapati kenyataan hidup mereka yang semakin sulit, entah kenapa Albani tak mampu menahan bendungan air matanya yang tiba-tiba saja menggenang.
Lelaki itu menangis.
"Loh, Mas? Kamu kenapa?" tanya Rindu bingung.
Albani menyeka air matanya. Dia menaruh piring nasi di tangan Rindu ke lantai dan langsung menarik Rindu ke dalam pelukannya.
"Aku sayang banget sama kamu, Ndu. Aku minta maaf kalau aku belum bisa membahagiakan kamu," ucap Albani dengan deraian air matanya yang kembali membanjir di pipi.
Mendengar hal itu, kelopak mata Rindu langsung berkaca-kaca namun dia berusaha untuk tidak menangis. Dia melepas pelukan suaminya dan tercengir lebar.
"Aku juga sayang banget sama kamu, Mas. Siapa bilang aku nggak bahagia? Aku bahagia, Mas. Aku bahagia bisa hidup sama kamu. Ketemu kamu setiap hari. Bisa denger kamu ngorok setiap malem. Bisa mijitin kamu kalau kamu capek. Bisa masak makanan buat kamu walau hasilnya selalu keasinan, aku bahagia Mas..."
Albani terharu mendengar celoteh Rindu.
Hingga setelahnya, dia kembali meraih Rindu ke dalam pelukannya.
Rindu membalas pelukan itu sama erat.
Dia tersenyum.
Tak ada pelukan senyaman pelukan suaminya.
Malam itu, mereka menghabiskan satu porsi bakso berdua.
Hujan yang turun deras membuat Rindu terpancing untuk mengajak suaminya bercinta.
Di atas kasur lantai di dalam kamar kontrakan keduanya bercumbu dengan mesra.
Tingkah nakal Rindu membuat Albani melayang.
Rindu tahu Albani lelah, itulah sebabnya malam ini dia yang mendominasi permainan.
"Mas, besok aku ada panggilan interview," ucap Rindu menyampaikan sesuatu yang sejak dua hari lalu dia pendam.
Tentang keinginannya untuk bekerja, hitung-hitung meringankan beban Albani.
Albani tampak kaget. Dia menarik selimut untuk menutupi tubuh dirinya dan sang istri yang masih polos. Mereka baru saja selesai dengan aktifitas ranjang mereka dan kini tidur melepas lelah dengan saling memeluk.
"Kapan kamu melamar kerja?" tanya Albani.
"Seminggu yang lalu, lewat online,"
Albani terdiam.
Sebenarnya dia kurang setuju.
Tapi, jika memang Rindu yang menginginkan Albani tidak akan melarang.
"Interviewnya di mana?" tanya Albani.
"Di daerah Pasar Baru. Perusahaan Ritel,"
"Yasudah, nanti aku antar. Sekarang kamu tidur ya?"
Rindu mengangguk sambil tersenyum lebar. Dia mengecup sekilas pipi Albani sebelum akhirnya memejamkan mata untuk tidur.
Hangatnya cinta membuat keduanya tak merasakan sedikit pun hawa dingin yang menyeruak di sekitar mereka.
Hujan masih mengguyur kota Jakarta dengan derasnya, seolah menjadi saksi betapa cinta itu indah.
Setelah melalui beberapa proses psikotest dan interview kerja, Rindu akhirnya diterima sebagai salah satu karyawati di Perusahaan Ritel terbesar di Indonesia itu.Sebagai seorang sarjana ekonomi, Rindu mendapat posisi bagus di kantor cabang baru itu menggantikan sementara posisi sekretaris CEO yang kebetulan sedang cuti melahirkan.PT. He-Market Trijaya Tbk bergerak dalam bidang distribusi eceran produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan mini market, dengan nama "He-Mart". Jaringan mini market terdiri dari minimarket, dengan kepemilikan langsung dan berdasarkan perjanjian waralaba.Jaringan ini sangat luas dan sudah mencakup hampir di setiap pelosok daerah di Indonesia.Itulah sebabnya perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi salah satu perusahaan besar yang menjanjikan.Ini hari pertama Rindu bekerja.
Kehadiran Rindu di kantor cabang baru itu mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak yang kebanyakan berasal dari kubu kaum adam.Kecantikan Rindu seolah mengguncang seluruh divisi bagian di dalam kantor untuk mencari tahu siapa karyawati baru yang beruntung karena bisa menempati posisi paling diminati berbagai pihak yakni sebagai sekretaris dari Direktur utama mereka, yang konon katanya kini beralih tangan kepada anak si pemilik perusahaan.Seorang lelaki tampan bergelar sarjana Master lulusan salah satu Universitas terkemuka di USA."Wah, kalau sekretarisnya model begitu sih, udah pasti jadi simpenannya Pak Hendrawan," celetuk salah satu karyawati di divisi perencanaan. Sesekali dia melirik Rindu yang sibuk di kubikel kerjanya."Sayangnya punya Pak Hendrawan udah meletoy kali nggak bisa lurus dan tegak lagi," sahut karyawati lain yang disambut dengan cekiki
Ini hari pertama pasangan Fahri dan Adelia menempati kediaman mereka di Jakarta sepulang mereka berbulan madu dari Swiss.Sebuah rumah mewah nan megah yang didominasi dinding kaca dengan halaman super luas dan kolam renang big size di taman belakang yang merupakan peninggalan ke dua orang tua Fahri sebelum Pak Hendrawan dan Nyonya Heni memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di kampung halaman Pak Hendrawan di Surabaya.Hari ini Fahri sudah harus masuk kantor karena pagi ini akan ada rapat penting bersama dewan direksi dan beberapa Relasi Bisnis dari perusahaan asing untuk membahas kerjasama demi memperluas cakupan jaringan Bisnis perusahaannya yang hendak dia kembangkan di luar negeri.Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi Fahri sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya yang membuat dirinya terlihat semakin gagah dan tampan.Sejak keci
"Jadi kamu sekretaris baru disini?" tanya Fahri pada Rindu yang kini duduk dihadapannya."Iya, Pak," Rindu mengangguk tanpa berani menatap Fahri. Kepala perempuan itu terus saja menunduk bahkan sejak pertama kali dirinya memasuki ruangan sang direktur.Fahri masih menatap Rindu.Entah kenapa, sepertinya wajah Rindu tidak begitu asing meski dia sendiri pun tidak tahu sebenarnya apakah dia pernah bertemu dengan Rindu sebelum hari ini?"Sudah menikah?" tanya Fahri lagi."Sudah Pak," Rindu kembali mengangguk.Fahri ikutan mengangguk. Sekelebat ingatan tentang kejadian di lift tadi kembali berputar dikepalanya, membuat lelaki itu tersenyum.Fahri berpikir, pasti saat ini Rindu malu sekali karena telah salah mengira orang. Itulah sebabnya, sejak tadi dia terus saja menunduk t
Malam itu Rindu tidak bisa tidur. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam namun sang suami tak kunjung pulang. Bahkan setelah percakapan anehnya di telepon dengan seorang wanita yang memakai nomor ponsel suaminya, selepas maghrib tadi, membuat hati Rindu semakin dibuat gelisah. Bagaimana tidak, jika ponsel suami kita tiba-tiba saja dipegang oleh seorang wanita tak dikenal, istri manapun pasti langsung curiga, tak terkecuali Rindu. Setelah puas mundar-mandir seperti setrikaan di teras kontrakan menunggu kepulangan Albani, Rindu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan membenamkan tubuhnya di balik selimut di ruang tamu. Padahal di luar tidak hujan, tapi entah kenapa Rindu merasa tubuhnya menggigil. Beberapa menit berlalu, kelopak mata Rindu sudah terpejam, namun suara deritan pintu yang terbuka membuat Rindu kembali terjaga. Saat Rindu membuka mata, didapatinya keadaan kontrakan begitu gelap. Apa iya mati lampu? Piki
Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota. Rencananya malam ini Adel akan pulang. Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani. Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya. Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas. Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya. Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak ma
Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu m
Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Bang, ada yang nyariin tuh di luar," ucap seorang lelaki berseragam pegawai minimarket pada rekan kerjanya yang bernama Albani."Siapa?" Tanya Albani yang saat itu sedang istirahat makan siang."Nggak tau, cewek, cantik pake hijab,"Kening Albani berkerut samar. Lelaki itu lekas menyudahi acara makan siangnya untuk segera menemui sang tamu.Dan Albani menjadi terkejut saat dia mengetahui siapa wanita yang dimaksud rekan kerjanya tadi.Dia Adel.Istri dari lelaki bernama Fahri Hendrawan.*****Enam jam berlalu, Albani sudah selesai bekerja dan berniat untuk mendatangi lokasi yang dijanjikan Adel tadi siang.Sebuah cafe elit di pusat kota Jakarta."Ada apa Mba?" Tanya Albani to the point begitu Adel menyuruhnya duduk.Mereka duduk berhadapan di salah satu meja di dalam cafe bernuansa cozy itu."Saya mau tanya, apa benar Rindu istri kamu itu seorang penulis?" Tanya Adel saat itu
Hari-hari berlalu.Musim berganti dengan cepat.Waktu berputar bagai anak panah yang melesat dari busurnya.Waktu tiga tahun yang Fahri dan Rindu lalui bersama dalam kesederhanaan nyatanya lebih membahagiakan ketimbang mereka harus hidup dengan bergelimang harta dan kemewahan.Fahri mengawali karirnya dengan bekerja sebagai salah satu karyawan HRD di sebuah perusahaan di Jakarta.Sementara Rindu kembali fokus menekuni dunia literasi.Sejauh ini Rindu sudah berhasil merampungkan lima belas karya yang kesemuanya adalah novel bertema drama rumah tangga.Nama Rindu kini sudah banyak dikenal orang banyak dan pundi-pundi rupiah pun mengalir tiada henti dari semua naskahnya yang laris di pasaran.Bahkan ada beberapa naskah Rindu yang sudah dilirik oleh produser film untuk diangkat menjadi film layar lebar.Berkat kegigihan dan kesabaran mereka, lambat laun, perekonomian mereka yang sulit pun membaik dan kini R
Semua dilakukan serba cepat.Prosesi pemakaman Azzura berlangsung khidmat.Azzura dikuburkan bersebelahan dengan makam sang Ibu, Adelia Kartika Wibowo.Saat itu, dari luar Fahri memang terlihat tegar bahkan tak ada satu tetes pun air matanya yang mengalir keluar.Dan hanya Rindu satu-satunya orang yang tahu bagaimana sejatinya perasaan sang suami saat ini.Sesungguhnya Fahri begitu rapuh.Bahkan sejak lelaki itu kembali ke Indonesia dengan membawa serta jenazah Azzura, Fahri tak sama sekali bicara. Lelaki itu diam membisu dalam duka yang menyelimuti hatinya.Kepergian Azzura benar-benar menjadi pukulan telak bagi Fahri yang membawa dirinya pada titik terendah kehidupan.Mungkin, jika tidak ada Rindu di sisinya, Fahri sendiri tidak tahu apakah dirinya masih bisa melanjutkan hidup atau tidak.Pemakaman selesai pagi itu.Awan mendung yang sudah menggelayuti langit Kota Jakarta sejak tadi malam seo
Fahri sampai di Singapura setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan.Lelaki itu harusnya beristirahat sejenak di apartemen, tapi dia tak melakukannya karena terlalu khawatir akan kondisi Azzura.Jadilah, sesampainya di Bandar Udara International Changi Singapura, Fahri langsung on the way menuju rumah sakit tempat Azzura menjalani kemo.Tak membutuhkan waktu lama untuk Fahri sampai di rumah sakit.Fahri kembali mengecek ponselnya sekali lagi saat telepon dan seluruh pesan yang dia kirimkan pada sang Papih dan Mamihnya tak kunjung ada jawaban.Mendadak, perasaan cemas menggelayuti hati Fahri.Fahri berjalan dengan langkah tergesa menuju lokasi di mana Azzura berada, namun dia tak mendapati sesiapapun di sana.Tak ada Azzura maupun kedua orang tuanya.Fahri bertanya pada suster rumah sakit dan lelaki itu terkejut bukan main saat sang suster mengatakan bahwa pasien bernama Azzura semalam mengalami kejang dan
"Maafkan aku Rindu. Mungkin karena aku kemarin sempat mengganti nomor, makanya aku terlambat mengetahui informasi tentang kaburnya Surya dan Romy dari kepolisian Kalimantan," ucap Fahri saat kini dirinya dan Rindu sudah keluar dari ruangan rawat Bisma.Pasca pertemuannya dengan Januar tadi, Fahri sebenarnya ingin sekali memberi Januar pelajaran atas perlakuannya terhadap Rindu. Namun sayang dia tak mungkin melakukan hal itu di hadapan Bisma yang sedang sakit.Saat ini Fahri dan Rindu sedang berbincang di dalam ruangan rawat Yanti. Azam baru saja tertidur karena waktu yang memang sudah larut.Fahri terpaksa berbohong pada Azzura agar diizinkan untuk pergi ke Indonesia karena lelaki itu terlalu mengkhawatirkan kondisi Rindu.Sekarang, semua sudah aman.Fahri bisa lebih tenang. Itulah sebabnya dia harus lekas kembali ke Singapura."Sudah tidak apa-apa. Semuanya sudah terjadi. Besok sebelum berangkat ke Singapur, ada baiknya kamu tem
Setelah insiden yang terjadi di Basemen rumah sakit dua hari yang lalu, kini Bisma sudah mendapat perawatan intensif pasca operasi akibat perut kirinya yang tertembus timah panas oleh Surya.Sementara Surya sendiri dinyatakan meninggal di lokasi kejadian saat Bisma berhasil melawan dengan balik menembak Surya. Tembakan Bisma tepat mengenai jantung Surya, itulah sebabnya Surya langsung menghembuskan nyawanya detik itu juga.Setidaknya, kini Rindu bisa bernapas lega setelah memastikan Romy dibekuk oleh polisi dan mendapat hukuman atas tindakannya yang telah berani kabur dari penjara. Romy dijatuhi hukuman pidana seumur hidup atas tindakannya tersebut.Rindu yang merasa berhutang budi pada Bisma kini harus membagi waktu yang dimilikinya untuk menjaga Yanti dan Bisma secara bergantian.Untungnya, ruangan rawat Bisma dengan Yanti tidak terlalu jauh, jadi Rindu bisa bulak-balik kapan pun dirinya mau.Pagi itu, sehabis mengantar Azam ke sekolah
"Hai, Rindu? Apa kabar?" Tanya seorang lelaki yang mengantri di belakang Rindu saat wanita itu hendak membayar di kasir minimarket.Rindu pun menoleh dan terkejut, meski setelahnya sebuah senyuman lebar mengembang di wajah cantiknya. "Bisma?" Pekik Rindu tak percaya. Sebab sepengetahuannya, Bisma sudah kembali ke Kalimantan."Kamu sejak kapan di Jakarta?" Tanya Rindu saat kini dirinya dan Bisma sudah keluar dari minimarket. Mereka hendak berjalan menuju ruang rawat Yanti."Sudah dari satu minggu yang lalu,""Oh begitu, kenapa tidak memberi kabar?" Tanya Rindu lagi."Maaf, aku sibuk dengan pekerjaan dan harus merawat Ibuku juga yang sedang sakit," Bisma jadi terkekeh, merasa tidak enak. Meski alasan utama seorang Bisma kembali ke Jakarta karena selain harus merawat Ibunya yang sedang sakit, namun Bisma juga ingin mengetahui lebih lanjut hubungan yang terjalin antara Rindu dan Fahri sejauh ini.Jika memang pada kenyataannya Rindu d
Apakah sampai detik ini ada orang yang mampu menjawab tentang pertanyaan, mengapa waktu berlalu begitu cepat saat kita merasa bahagia dan sebaliknya, mengapa waktu seakan berlalu begitu lambat saat kita melaluinya dalam duka dan penderitaan?Seperti halnya yang kini dialami seorang Fahri.Orang tua mana yang tidak terluka saat mengetahui anaknya sakit?Terlebih, jika sang anak yang baru berusia enam tahun itu didiagnosis Leukimia atau Kanker Darah.Bagai disambar petir, anak yang begitu cantik dan pintar harus menanggung kesakitan di usianya yang masih kecil.Sesungguhnya Fahri begitu terpukul seolah dia merasakan sakit yang kini harus di derita sang anak selama menjalani proses pengobatan dan kemoterapi atas penyakitnya.Dokter mengatakan, pengambilan sumsum tulang belakang yang baru saja dijalani oleh Azzura saat ini memang rasanya sangat menyakitkan.Tapi, melihat semangat Azzura untuk sembuh, mengubur semua kesedihan
Hari ini, Fahri dan Rindu sudah packing hendak berangkat untuk persiapan mereka berangkat ke Singapura.Seluruh barang bawaan sudah dikemas rapi di dalam koper.Fahri sedang mengajak Azzura menemui Oma dan Opanya untuk berpamitan sementara Rindu menunggu kepulangan Fahri di hotel bersama Azam dan Yanti.Azam yang saat itu terus saja ngambek karena tak ingin ikut ke Singapura.Rindu dengan sabar berusaha memberi pengertian pada Azam."Memangnya kenapa sih Azam kok nggak mau banget ikut Mama dan Papah ke Singapura? Kan di sana nanti Azam bisa jalan-jalan sama Nenek. Kita naik pesawat kayak waktu itu," ucap Rindu yang sejak tadi sibuk merayu Azam yang terus cemberut.Azam tak menyahut. Bibirnya mengerucut dengan kedua tangan yang bersidekap di depan dada."Masalah sekolah, Mama sudah bilang ke Ibu Guru Azam dan mereka sudah memberi izin, jadi Azam nggak perlu takut dimarahi. Sekarang semua sudah serba canggih. Azam bisa tet