Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota.
Rencananya malam ini Adel akan pulang.Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani.Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya.Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas.Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya.Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak masuk ke dalam mobilnya.Fahri masih di sana, melihat semua adegan itu dengan mata kepalanya sendiri.Selang beberapa menit, Adel masuk ke dalam kamar. Dia tersenyum melihat sang suami sedang berkutat dengan layar laptop di dalam kamar mereka."Goodnight dear..." sapa Adel manja. Dia mendekati Fahri seraya membungkukkan badan dan mengalungkan ke dua tangannya di leher Fahri. Dikecupnya pipi kiri Fahri sekilas. "Kamu udah makan, Beb?" tanya Adel yang masih bertahan pada posisinya."Udah, aku udah makan," jawab Fahri singkat dan tak sama sekali mengalihkan pandangannya dari layar laptop.Merasa ada yang tidak beres, Adel pun menjauh. Dia berkacak pinggang dengan menyandarkan bokongnya di atas meja kerja Fahri. Ditatapnya Fahri lekat-lekat. "Kamu sakit, Beb?" tanya Adel kemudian.Fahri menghentikan sejenak aktifitasnya, dia menatap wajah Adel yang saat itu terpulas make up tebal dengan warna lipstik merah menyala."Aku nggak apa-apa. Cuma kerjaanku lagi banyak di kantor dan besok pagi-pagi banget aku ada meeting dengan klien dari luar negeri," jawab Fahri apa adanya. Entah kenapa, melihat kemesraan antara Adel dengan lelaki tadi yang tak dia kenal membuat mood Fahri langsung hancur berantakan. Padahal sebelumnya dia sangat menantikan kepulangan Adel dari luar kota. Dia sangat merindukan istrinya itu."Oh, begitu," jawab Adel sedikit lega. Wanita itu tersenyum nakal. Dia melempar tas tangannya ke sofa dan membuka blouse yang dia kenakan saat itu. Menyisakan sebuah bra merah jambu dengan motif renda yang manis dan g-string warna senada yang memiliki tali-tali hingga ke pinggang."Liat deh, underwearku, bagus nggak? Ini keluaran terbaru loh?" seru Adel sambil berlenggak lenggok mempertontonkan kemolekan tubuhnya dihadapan Fahri.Tubuh seksi milik Adel memang sempurna. Hanya saja, melihat apa yang kini ada dihadapannya, Fahri jadi teringat pada foto-foto Adel yang diperlihatkan sang Mamih kepadanya lusa kemarin.Dan hal itu nyaris membuat emosi Fahri kian terpancing.Tak ingin memancing keributan, akhirnya Fahri memilih untuk langsung beristirahat bahkan tanpa dia menghiraukan Adel saat itu.Melihat sikap cuek Fahri malam ini, jelas hati Adel jadi bertanya-tanya hingga setelahnya dia pun menghampiri Fahri di tempat tidur."Kamu kenapa sih Beb? Kalau ada masalah bilang? Baru juga aku pulang langsung dicemberutin! Nyebelin banget sih!" omel Adel keki. Dia meraih jubah mandi di lemari dan memakainya untuk menutupi tubuhnya yang setengah telanjang itu.Apa yang dikatakan Adel ada benarnya juga. Fahri tidak bisa memendam hal ini sendirian tanpa meminta konfirmasi lebih lanjut dari sang istri."Maaf," ucap Fahri menyadari kesalahannya. Lelaki itu terduduk di sisi tempat tidur tepat disebelah Adel dan meraih tangan Adel ke dalam genggamannya."Tadi itu yang mengantar kamu pulang siapa?" tanya Fahri dengan suaranya yang lembut."Itu Mas Damar, asisten baruku penggantinya Kinanti," jawab Adel apa adanya."Memang Kinanti kemana? Kamu ganti asisten kenapa nggak ngomong sama aku?""Cuma sementara kok. Kebetulan Kinanti ada keperluan mendadak yang mengharuskan dia pulang kampung selama satu bulan ini, makanya dia rekomendasiin Damar buat gantiin kerjaan dia sementara karena dia tahu aku sama Damar udah kenal deket," jelas Adel yang mulai mengerti alasan di balik sikap cuek Fahri malam ini. Sepertinya suaminya itu sedang cemburu."Memang Damar siapa? Aku kok nggak tau ya kamu punya teman dekat yang namanya Damar?" tanya Fahri lagi.Diam-diam Adel mengulum senyum. Fix, Fahri memang cemburu, pikirnya membatin."Damar itu tetangga flatku di Paris, dia temen kuliahnya Kinanti,"Fahri hanya ber-oh panjang."Kamu cemburu ya?" todong Adel tiba-tiba.Fahri menatap Adel lekat. "Wajarkan kalau aku cemburu? Akukan suami kamu,"Mendengar jawaban polos Fahri, Adel jadi tertawa. "Perlu kamu tahu ya Beb, aku tahu budaya kehidupan masyarakat Paris dan Indonesia itu berbeda. Jadi aku mau tekankan sama kamu, kalau ngeliat aku sama Damar sekedar peluk dan cipika-cipiki doang sih itu udah biasa, nggak perlulah kamu cemburu-cemburu,"Fahri melepas genggaman tangannya dan meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Dia membuka galeri dan memperlihatkan beberapa foto panas Adel yang diberikan sang Mamih tempo hari."Kalau melihat hal ini, aku berhakkan cemburu atau mungkin marah," tegas Fahri dengan wajah yang terlihat jengkel.Adel mengambil alih ponsel suaminya untuk melihat lebih jelas foto-foto yang diperlihatkan Fahri padanya hingga setelahnya tawa Adel kembali pecah."Ya ampun, Fahri. Ini tuh foto lama. Foto ini di ambil sewaktu aku masih kuliah di Paris. Malah belum kenal juga sama kamu," ucap Adel di sisa tawanya. Dia mengembalikan ponsel itu ke tangan suaminya.Fahri menghela napas berat. "Tapi Mamih sudah tahu malah dia yang kirimin ke aku semua foto-foto itu,""Terus?" tanya Adel dengan kerutan di keningnya yang tampak menjelas."Ya Mamih ceramahin aku panjang lebar ini itu, dia bilang aku harus tegas sebagai suami dengan nggak membiarkan kamu berpose telanjang begitu. Kamu tahukan Mamihku itu orang yang cukup mengerti akan norma-norma agama,"Mendengar kalimat Fahri emosi Adel kian terpancing. Senyuman yang tadinya masih merekah hilang tak berbekas."Sebelum kita menikah, kamu sudah tahu apa profesi aku. Jadi aku harap, kamu nggak usah terlalu ikut campur masalah pekerjaan aku apalagi harus ngatur ini-itu! Bertahun-tahun jadi model majalah di luar negeri, orang tuaku aja nggak pernah komentar ini-itu. Mamih kamu aja yang ribet!" bantah Adel tidak terima. Dia memalingkan wajah sambil bersidekap."Kok kamu bicara seperti itu tentang Mamih aku? Apa salah sebagai orang tua dia mengingatkan anaknya untuk tetap berjalan di jalan yang benar? Memberi nasihat pada menantunya supaya tidak melampaui batas dalam pekerjaannya?""Ya tapikan seharusnya kamu bisa memberi Mamih kamu pengertian! Sebagai seorang model aku harus profesional dengan nggak memilih-milih pekerjaan. Kalau aku banyak pilih-pilih kerjaan ini itu, nggak mungkin karir aku bisa sebagus ini sekarang!""Aku nggak perduli sama karir kamu. Yang aku tahu kamu itu sekarang istri aku, Del. Dan aku cuma mau bilang sama kamu, kalau sampai aku tahu setelah kita menikah kamu masih menerima pekerjaan seperti ini, aku nggak akan ijinkan kamu bekerja lagi. Ingat itu!" ancam Fahri dengan nada tegas. Lelaki itu menarik selimut dan beringsut ke atas tempat tidur. "Udah dulu, aku mau tidur. Kamu juga istirahat ya," lanjutnya kemudian.Fahri tahu jika diteruskan pembicaraan ini pasti akan memancing keributan yang lebih besar. Adel itu keras kepala, semakin dikerasi dia pasti akan semakin melawan. Untuk itulah Fahri memilih untuk tidak melanjutkan percakapan mereka dengan dalih ingin tidur.Adel masih belum beranjak dari sisi tempat tidur.Ancaman Fahri membuatnya kesal sekaligus takut.Sebab, dia baru saja menandatangani kontrak untuk pemotretan majalah dewasa lusa nanti.Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu m
Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Rindu, ke ruangan saya sekarang," panggil Fahri siang itu.Ini hari ke sepuluh setelah dua manusia itu bekerja tanpa bertegur sapa di kantor.Rindu menyudahi aktifitas makan siangnya dan buru-buru melaksanakan perintah.Setelah merapikan sedikit penampilannya, Rindu pun masuk ke ruangan sang atasan.Dilihatnya Fahri tampil sempurna seperti biasa. Rapi dengan jas dan dasi yang selalu serasi dengan warna jas yang dia pakai.Meski saat itu, wajah Fahri tampak lelah dan tidak bersemangat."Ada apa, Pak?" tanya Rindu begitu dirinya sudah menghadap."Kamu sudah makan siang?" tanya Fahri seraya menutup layar laptop di meja kerjanya."Sudah, tapi belum habis," jawab Rindu dengan kejujuran penuh."Bawa bekal?" tanya Fahri lagi.Rindu mengangguk, "Iya Pak,""Mau temani saya makan siang?"Kali ini, Rindu jadi tertegun.*****Tak memiliki alasan, Rindu pun menyanggupi a
Ini weekend, harusnya Rindu bisa bangun lebih siang namun dia tak melakukan hal itu.Kemarin Rindu baru saja menerima gaji pertamanya bekerja di perusahaan Fahri. Semua hutang sudah dia cicil dan untungnya masih tersisa uang yang cukup untuk makan dan ongkos selama satu bulan ke depan.Pagi ini Rindu sengaja bangun pagi-pagi buta karena dia berniat untuk ke pasar.Rindu hendak menyetok bahan-bahan mentah yang bisa diolah untuk makanan satu minggu ke depan.Saat itu Rindu hendak bangun namun tangan Albani malah menariknya kembali ke pelukan."Mas? Apaan sih?" ucap Rindu sedikit meronta."Mau kemana? Masih pagi, kamukan libur hari ini. Dingin banget, peluk aku dulu," rengek Albani manja."Yaudah kalau dingin pakai baju," perintah Rindu dengan nada sewot. Dia hendak bangkit lagi tapi Albani semakin kencang memeluknya."Maaaasss, aku mau ke pasar," ujar Rindu yang mencoba melepaskan diri.Albani membuka mat
Rindu baru saja membeli setengah dari rincian belanjaan yang sudah dia catat dari rumah, tapi kepalanya mendadak pening diikuti rasa nyeri di area perut.Karena sakitnya tidak tertahankan, Rindu pun memilih untuk menyudahi acara belanjanya dan beranjak keluar dari pasar untuk mencari tempat duduk.Untung halte yang tak jauh dari pasar tampak sepi, Rindu pun beristirahat di sana. Dia duduk di bangku besi panjang yang terdapat di halte tersebut.Dengan wajah meringis Rindu meremas perutnya yang semakin lama semakin nyeri.Beberapa menit beristirahat Rindu merasa lebih baik hingga akhirnya dia berniat untuk segera pulang.Naasnya, begitu Rindu berdiri, dia merasakan darah segar mengalir deras di sela-sela pahanya dan turun ke kaki.Rindu panik hingga membuatnya berteriak meminta pertolongan.Hingga setelahnya, seorang lelaki berpakaian rapi tampak keluar dari mobil mewahnya yang kebetulan sedang melintas di area pasar tepat
Albani sedang santai menonton TV di ruang tamu kontrakannya ketika dia mendengar suara mobil yang terparkir tepat dihalaman depan jejeran kontrakannya.Untungnya halaman sekitar kontrakannya berdiri cukup luas sehingga memungkinkan untuk mobil bisa masuk.Albani mengintip dari jendela dan menjadi terkejut ketika dia melihat Rindu keluar dari mobil mewah itu bersama seorang lelaki yang mungkin seumuran dengannya tapi yang pasti lelaki itu lebih tampan darinya.Beribu pertanyaan kian merasuk dalam benak Albani disertai perasaannya yang mendadak kacau.Ini memang bukan hal pertama yang pernah dirasakan Albani sejak dirinya menjalin hubungan dengan Rindu sedari SMA.Rindu yang cantik, memang menjadi kejaran banyak lelaki. Itulah sebabnya, Albani paham betul apa yang dia rasakan dan berusaha untuk tetap bersikap wajar.Albani langsung berpura-pura kembali fokus menonton saat dia melihat Rindu yang mulai berjalan masuk ke dalam kontrak
Malam itu, Fahri memang tidak langsung melabrak Damar maupun Adel. Dia hanya mengikuti mereka hingga Fahri tau kalau Damar dan Adel hendak check in.Fahri masih terus membuntuti kemana Damar membawa Adel sampai akhirnya, dia tiba di lantai sepuluh lalu Damar membawa Adel masuk ke dalam salah satu kamar di sana.Fahri bukan tipikal lelaki yang mengandalkan otot dan emosi dalam menyelesaikan sebuah masalah, namun lebih ke otak.Saat itu, setelah Damar dan Adel sama-sama memasuki kamar yang telah mereka pesan, Fahri langsung menelepon Gunawan, seorang detektif swasta yang sebelumnya dia sewa untuk mengawasi Adel."Halo, ada apa Pak Fahri?" tanya Gunawan di seberang."Saya perlu bantuanmu lagi, Gun," jawab Fahri ditelepon."Baiklah, hal apa yang harus saya lakukan untuk anda kali ini, Pak?""Datanglah bersama polisi ke Hotel High Five, saya ingin kamu menggerebek Damar dan Adel di sana,""Baik, Pak,"Dan sa
Keesokan paginya, Rindu dan Albani sudah rapi dengan seragam kerja mereka.Karena kebetulan searah, jadilah mereka berangkat bersama-sama naik metromini. Rindu ke kantor sementara Albani ke minimarket tempat dia bekerja.Disepanjang perjalanan Albani terus saja bertanya akan kondisi Rindu, lelaki itu terlihat sangat perhatian terlebih khawatir, sebab setahu Albani, sejak dirinya berkenalan dengan Rindu, Rindu ini termasuk tipe orang yang jarang sekali sakit.Itulah sebabnya, sekalinya Rindu sakit, Albani pasti akan sangat cemas."Aku turun duluan ya? Kalau ada apa-apa langsung kabarin aku ya, Ndu?" ucap Albani sebelum mereka berpisah di metromini karena memang jarak lokasi tempat kerja Albani yang lebih dekat."Iya Mas, kamu juga hati-hati. Semangat kerja hari pertama, fighting!" ucap Rindu dengan gayanya yang ceriwis. Albani tertawa dia sempat mengelus puncak kepala istrinya yang menggemaskan itu.Metromini pun kembali melaju se