Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.
Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu menaiki metromini arah kantor tempatnya bekerja."Sampai di kantor langsung sarapan ya Ndu," nasehat Albani sebelum sang istri pergi.Nasib sial sepertinya memang terus menguntit Rindu karena di metromini yang dia tumpangi saat ini kondisinya penuh penumpang hingga mengharuskan Rindu berdiri.Keringat dingin perlahan menetes dipelipis Rindu ketika dia merasa tubuhnya mulai limbung. Bahkan pandangannya kian berkunang-kunang. Rindu menguatkan pegangannya pada pintu besi metromini agar dia tidak terjatuh.Berkali-kali Rindu menggigit lidah dan bibirnya yang mulai kebas. Untungnya pagi itu keadaan jalanan tidak begitu macet dan hal itu cukup membantu Rindu untuk tetap bertahan.Dengan langkah sempoyongan Rindu turun dari metromini dan mulai berjalan menuju kantornya di seberang jalan.Saat itu dia hampir saja tertabrak lalu lalang kendaraan yang memang sedang padat-padatnya. Alhasil Rindu harus menerima caci maki dari si pengguna jalan yang kesal pada kecerobohan Rindu.Setelah berhasil menyebrang jalan dan akhirnya sampai di kubikel kerjanya dengan penuh perjuangan, Rindu menjatuhkan tubuhnya di kursi dan langsung menelungkupkan kepalanya di meja dengan bertumpu pada ke dua tangannya yang sengaja dia lipat. Sekedar menetralkan kembali tubuhnya yang nyaris pingsan.Perlahan, ke dua bola mata Rindu pun terpejam.Tubuhnya benar-benar lemah.*****Setelah meminum obat maag dan menyantap sedikit bekal sarapan yang dia bawa, tubuh Rindu sedikit terasa lebih baik sehingga di pelaksanaan meeting pagi ini dia tidak mempermalukan apalagi merepotkan bosnya yang super baik itu.Usai meeting, Fahri meminta Rindu untuk stay di ruangannya karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan Fahri hari ini juga dan Fahri meminta Rindu membantunya agar pekerjaan itu cepat selesai."Kamu masih sakit, Ndu?" tanya Fahri tiba-tiba ketika dia menyadari wajah Rindu yang tampak lelah."Saya baik-baik aja kok, Pak," jawab Rindu disertai senyuman tipis."Kalau memang sakit bilang saja Ndu, ini sudah hari ke empat saya lihat kamu seperti orang kelelahan terus, loyo," kata Fahri di sela-sela pekerjaan mereka. Saat itu ke duanya duduk berhadapan di sofa empuk yang terletak di pojok ruangan direktur utama."Paling saya cuma kecapean sih Pak," jawab Rindu apa adanya. "Oh ya, jangan panggil saya Ndu Pak, saya risih,"Kening Fahri seketika berkerut, bingung, "loh memangnya kenapa?""Soalnya orang yang panggil saya begitu cuma suami saya aja sih selama ini. Kalau orang lain biasanya panggil saya Rin,"Fahri memulas senyum tipis seraya manggut-manggut kepala. "Oh, itu panggilan sayang suami ternyata,"Rindu hanya terkekeh. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Sakit itu jangan dibiarkan berlarut-larut, bisa fatal akibatnya. Sepertinya kamu perlu berobat. Bisa jadi, kamu hamil," ejek Fahri sambil tertawa kecil meski tatapannya tak sama sekali beralih dari setumpukan berkas di atas meja yang harus dia tanda tangani.Mendengar kata hamil mendadak wajah Rindu menegang dengan ke dua bola matanya yang melotot.Kenapa dia tidak kepikiran ke sana?Btw, ini tanggal berapa ya?Tanya batin Rindu dengan wajah panik."Sebentar Pak," kata Rindu mohon izin. Dia beranjak ke arah meja kerja Fahri untuk melihat kalender meja di sana.Rindu melihat tanggalan dan baru menyadari kalau dirinya sudah telat datang bulan hampir satu bulan lebih.Astaga!Rindu kembali ke meja di mana Fahri berada dengan tubuh linglung. Pikirannya benar-benar kacau."Kenapa Rin?" tanya Fahri ikutan bingung. Sekretarisnya yang satu ini terkadang memang aneh. Sikap Rindu yang ceriwis dan blak-blakan mungkin tampak menyebalkan di mata orang lain, tapi bagi Fahri justru sebaliknya. Fahri menganggap keanehan sikap Rindu yang sulit ditebak adalah hal unik yang jarang dia temui pada kebanyakan wanita. Dan Fahri merasa terhibur karenanya."Rindu? Kamu baik-baik ajakan?" tanya Fahri dengan nada khawatir dia meneliti ekspresi wajah Rindu lekat. Fahri bisa melihat kabut bening yang menggenang di kelopak mata Rindu saat ini dan itu tentu bukan hal yang baik.Susah payah Rindu berusaha menelan salivanya yang terasa pahit. Dia merasa benar-benar bingung.Hingga akhirnya, Rindu tiba-tiba berpindah tempat duduk. Duduk di sebelah Fahri dan meraih tangan Fahri dalam genggamannya. Wanita itu menangis."Pak, saya mohon sama Bapak, kalau saya beneran hamil, tolong jangan pecat saya ya Pak?" ucap Rindu sambil sesenggukan.Fahri sungguh kaget dengan sikap spontan Rindu yang semakin mempererat genggaman tangannya. Terlebih dengan jarak mereka yang sangat dekat saat itu. Laki-laki itu mendadak salah tingkah."Saya butuh pekerjaan ini Pak. Suami saya sampai saat ini belum bekerja. Sementara hutang-hutang kami di luar banyak. Belum lagi saya harus menebus surat-surat berharga milik suami saya ke kantor polisi, tolong Pak... Tolong jangan pecat saya. Saya baru sadar kalau ternyata saya itu memang sudah telat mens satu bulan lebih Pak," curhat Rindu pada Fahri. Rindu menangis seperti anak kecil saat itu. Imbas dari segala kekalutan di hatinya. Terlebih saat dia mengingat akan perjanjian kontrak kerja yang dia tanda tangani sebelum berkerja di perusahaan Fahri. Yakni tentang pelarangan hamil untuk satu tahun masa awal bekerja.Fahri melepas genggaman tangan Rindu di jemarinya perlahan seraya tersenyum kikuk. "Kamu tenang dulu ya, sudah jangan nangis," di ambilnya tissue di meja dan diberikannya pada Rindu.Rindu berterima kasih atas kebaikan Fahri dan langsung menyeka air matanya."Saya tidak akan memecat kamu. Saya justru turut senang jika kamu memang hamil betulan. Suami kamu pasti sangat bahagia mendengarnya," kata Fahri berusaha menenangkan.Rindu menggeleng cepat. "Nggak Pak, suami saya nggak boleh tahu kalau saya hamil," ungkap Rindu."Loh, kenapa?""Soalnya kalau dia sampai tahu, bisa-bisa dia suruh saya berhenti kerja, Pak..."Fahri kembali tersenyum. "Mungkin kalau saya jadi suami kamu, saya juga akan melakukan hal yang sama seperti itu,""Iya, tapikan saya harus tetap bekerja untuk melunasi semua hutang-hutang kami, mungkin kalau nanti suami saya sudah bekerja lain ceritanya," jawab Rindu putus asa."Suami kamu lulusan apa?" tanya Fahri kemudian."SMA, Pak,""Coba bawa CV nya ke saya, nanti biar saya bantu carikan posisi di salah satu cabang minimarket saya," ucap Fahri lagi.Kesedihan di wajah Rindu seketika raib tergantikan senyuman lebar dengan pancaran mata yang berbinar cerah. "Bapak serius mau bantu suami saya?"Fahri mengangguk yakin.Senyum Rindu semakin lebar. Dia kembali menggenggam tangan Fahri dan terus mengucapkan kata terima kasih berulang-ulang."Sudah-sudah, kita lanjutkan pekerjaan ya?" ajak Fahri dengan perasaannya yang mulai aneh. Berada di dekat Rindu membuat Fahri merasa nerveous.Untuk beberapa menit keadaan ruangan itu kembali senyap.Fahri dan Rindu kembali berkutat pada pekerjaan masing-masing. Meski terkadang senyuman kecil tampak tersungging dari masing bibir ke duanya.Rindu yang masih sangat senang atas tawaran Fahri yang mau membantu suaminya. Sementara Fahri yang merasa lucu dengan sikap Rindu yang begitu blak-blakkan.Rindu memang unik.Pikir Fahri membatin.Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Rindu, ke ruangan saya sekarang," panggil Fahri siang itu.Ini hari ke sepuluh setelah dua manusia itu bekerja tanpa bertegur sapa di kantor.Rindu menyudahi aktifitas makan siangnya dan buru-buru melaksanakan perintah.Setelah merapikan sedikit penampilannya, Rindu pun masuk ke ruangan sang atasan.Dilihatnya Fahri tampil sempurna seperti biasa. Rapi dengan jas dan dasi yang selalu serasi dengan warna jas yang dia pakai.Meski saat itu, wajah Fahri tampak lelah dan tidak bersemangat."Ada apa, Pak?" tanya Rindu begitu dirinya sudah menghadap."Kamu sudah makan siang?" tanya Fahri seraya menutup layar laptop di meja kerjanya."Sudah, tapi belum habis," jawab Rindu dengan kejujuran penuh."Bawa bekal?" tanya Fahri lagi.Rindu mengangguk, "Iya Pak,""Mau temani saya makan siang?"Kali ini, Rindu jadi tertegun.*****Tak memiliki alasan, Rindu pun menyanggupi a
Ini weekend, harusnya Rindu bisa bangun lebih siang namun dia tak melakukan hal itu.Kemarin Rindu baru saja menerima gaji pertamanya bekerja di perusahaan Fahri. Semua hutang sudah dia cicil dan untungnya masih tersisa uang yang cukup untuk makan dan ongkos selama satu bulan ke depan.Pagi ini Rindu sengaja bangun pagi-pagi buta karena dia berniat untuk ke pasar.Rindu hendak menyetok bahan-bahan mentah yang bisa diolah untuk makanan satu minggu ke depan.Saat itu Rindu hendak bangun namun tangan Albani malah menariknya kembali ke pelukan."Mas? Apaan sih?" ucap Rindu sedikit meronta."Mau kemana? Masih pagi, kamukan libur hari ini. Dingin banget, peluk aku dulu," rengek Albani manja."Yaudah kalau dingin pakai baju," perintah Rindu dengan nada sewot. Dia hendak bangkit lagi tapi Albani semakin kencang memeluknya."Maaaasss, aku mau ke pasar," ujar Rindu yang mencoba melepaskan diri.Albani membuka mat
Rindu baru saja membeli setengah dari rincian belanjaan yang sudah dia catat dari rumah, tapi kepalanya mendadak pening diikuti rasa nyeri di area perut.Karena sakitnya tidak tertahankan, Rindu pun memilih untuk menyudahi acara belanjanya dan beranjak keluar dari pasar untuk mencari tempat duduk.Untung halte yang tak jauh dari pasar tampak sepi, Rindu pun beristirahat di sana. Dia duduk di bangku besi panjang yang terdapat di halte tersebut.Dengan wajah meringis Rindu meremas perutnya yang semakin lama semakin nyeri.Beberapa menit beristirahat Rindu merasa lebih baik hingga akhirnya dia berniat untuk segera pulang.Naasnya, begitu Rindu berdiri, dia merasakan darah segar mengalir deras di sela-sela pahanya dan turun ke kaki.Rindu panik hingga membuatnya berteriak meminta pertolongan.Hingga setelahnya, seorang lelaki berpakaian rapi tampak keluar dari mobil mewahnya yang kebetulan sedang melintas di area pasar tepat
Albani sedang santai menonton TV di ruang tamu kontrakannya ketika dia mendengar suara mobil yang terparkir tepat dihalaman depan jejeran kontrakannya.Untungnya halaman sekitar kontrakannya berdiri cukup luas sehingga memungkinkan untuk mobil bisa masuk.Albani mengintip dari jendela dan menjadi terkejut ketika dia melihat Rindu keluar dari mobil mewah itu bersama seorang lelaki yang mungkin seumuran dengannya tapi yang pasti lelaki itu lebih tampan darinya.Beribu pertanyaan kian merasuk dalam benak Albani disertai perasaannya yang mendadak kacau.Ini memang bukan hal pertama yang pernah dirasakan Albani sejak dirinya menjalin hubungan dengan Rindu sedari SMA.Rindu yang cantik, memang menjadi kejaran banyak lelaki. Itulah sebabnya, Albani paham betul apa yang dia rasakan dan berusaha untuk tetap bersikap wajar.Albani langsung berpura-pura kembali fokus menonton saat dia melihat Rindu yang mulai berjalan masuk ke dalam kontrak
Malam itu, Fahri memang tidak langsung melabrak Damar maupun Adel. Dia hanya mengikuti mereka hingga Fahri tau kalau Damar dan Adel hendak check in.Fahri masih terus membuntuti kemana Damar membawa Adel sampai akhirnya, dia tiba di lantai sepuluh lalu Damar membawa Adel masuk ke dalam salah satu kamar di sana.Fahri bukan tipikal lelaki yang mengandalkan otot dan emosi dalam menyelesaikan sebuah masalah, namun lebih ke otak.Saat itu, setelah Damar dan Adel sama-sama memasuki kamar yang telah mereka pesan, Fahri langsung menelepon Gunawan, seorang detektif swasta yang sebelumnya dia sewa untuk mengawasi Adel."Halo, ada apa Pak Fahri?" tanya Gunawan di seberang."Saya perlu bantuanmu lagi, Gun," jawab Fahri ditelepon."Baiklah, hal apa yang harus saya lakukan untuk anda kali ini, Pak?""Datanglah bersama polisi ke Hotel High Five, saya ingin kamu menggerebek Damar dan Adel di sana,""Baik, Pak,"Dan sa
Keesokan paginya, Rindu dan Albani sudah rapi dengan seragam kerja mereka.Karena kebetulan searah, jadilah mereka berangkat bersama-sama naik metromini. Rindu ke kantor sementara Albani ke minimarket tempat dia bekerja.Disepanjang perjalanan Albani terus saja bertanya akan kondisi Rindu, lelaki itu terlihat sangat perhatian terlebih khawatir, sebab setahu Albani, sejak dirinya berkenalan dengan Rindu, Rindu ini termasuk tipe orang yang jarang sekali sakit.Itulah sebabnya, sekalinya Rindu sakit, Albani pasti akan sangat cemas."Aku turun duluan ya? Kalau ada apa-apa langsung kabarin aku ya, Ndu?" ucap Albani sebelum mereka berpisah di metromini karena memang jarak lokasi tempat kerja Albani yang lebih dekat."Iya Mas, kamu juga hati-hati. Semangat kerja hari pertama, fighting!" ucap Rindu dengan gayanya yang ceriwis. Albani tertawa dia sempat mengelus puncak kepala istrinya yang menggemaskan itu.Metromini pun kembali melaju se
"Aku bener-bener nggak nyangka kamu tega berbuat seperti ini sama aku Fahri! AKU INI ISTRI KAMU! KENAPA KAMU MEMPERMALUKAN AKU SEPERTI INI? KAMU JAHAT FAHRI! KAMU JAHAT!"Itulah kalimat terakhir Adel yang di dengar Fahri pagi ini saat dia menyempatkan diri untuk datang ke lapas sebelum berangkat ke kantornya.Fahri memang telah menggugat Adel sesuai pasal dan hukum yang berlaku di negaranya mengenai perselingkuhan dan perzinahan dengan maksimal hukuman pidana sembilan bulan penjara.Kabarnya, setelah berita panas tentang hubungan terlarang Adel dengan Damar mencuat ke media pagi ini, semua kontrak kerja yang telah ditanda tangani Adel langsung dibatalkan oleh pihak terkait. Banyak iklan yang memutuskan untuk mengganti posisi Adel sebagai model produk mereka.Sudah bisa dipastikan, karir Adelia Kartika Wibowo yang telah dia rintis selama bertahun-tahun akan hancur dalam sekejap mata.Dan setelah ini, yang Fahri tahu, Adel pasti akan sangat