Share

11. UNIK

Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.

Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya.

"Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.

Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.

Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu menaiki metromini arah kantor tempatnya bekerja.

"Sampai di kantor langsung sarapan ya Ndu," nasehat Albani sebelum sang istri pergi.

Nasib sial sepertinya memang terus menguntit Rindu karena di metromini yang dia tumpangi saat ini kondisinya penuh penumpang hingga mengharuskan Rindu berdiri.

Keringat dingin perlahan menetes dipelipis Rindu ketika dia merasa tubuhnya mulai limbung. Bahkan pandangannya kian berkunang-kunang. Rindu menguatkan pegangannya pada pintu besi metromini agar dia tidak terjatuh.

Berkali-kali Rindu menggigit lidah dan bibirnya yang mulai kebas. Untungnya pagi itu keadaan jalanan tidak begitu macet dan hal itu cukup membantu Rindu untuk tetap bertahan.

Dengan langkah sempoyongan Rindu turun dari metromini dan mulai berjalan menuju kantornya di seberang jalan.

Saat itu dia hampir saja tertabrak lalu lalang kendaraan yang memang sedang padat-padatnya. Alhasil Rindu harus menerima caci maki dari si pengguna jalan yang kesal pada kecerobohan Rindu.

Setelah berhasil menyebrang jalan dan akhirnya sampai di kubikel kerjanya dengan penuh perjuangan, Rindu menjatuhkan tubuhnya di kursi dan langsung menelungkupkan kepalanya di meja dengan bertumpu pada ke dua tangannya yang sengaja dia lipat. Sekedar menetralkan kembali tubuhnya yang nyaris pingsan.

Perlahan, ke dua bola mata Rindu pun terpejam.

Tubuhnya benar-benar lemah.

*****

Setelah meminum obat maag dan menyantap sedikit bekal sarapan yang dia bawa, tubuh Rindu sedikit terasa lebih baik sehingga di pelaksanaan meeting pagi ini dia tidak mempermalukan apalagi merepotkan bosnya yang super baik itu.

Usai meeting, Fahri meminta Rindu untuk stay di ruangannya karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan Fahri hari ini juga dan Fahri meminta Rindu membantunya agar pekerjaan itu cepat selesai.

"Kamu masih sakit, Ndu?" tanya Fahri tiba-tiba ketika dia menyadari wajah Rindu yang tampak lelah.

"Saya baik-baik aja kok, Pak," jawab Rindu disertai senyuman tipis.

"Kalau memang sakit bilang saja Ndu, ini sudah hari ke empat saya lihat kamu seperti orang kelelahan terus, loyo," kata Fahri di sela-sela pekerjaan mereka. Saat itu ke duanya duduk berhadapan di sofa empuk yang terletak di pojok ruangan direktur utama.

"Paling saya cuma kecapean sih Pak," jawab Rindu apa adanya. "Oh ya, jangan panggil saya Ndu Pak, saya risih,"

Kening Fahri seketika berkerut, bingung, "loh memangnya kenapa?"

"Soalnya orang yang panggil saya begitu cuma suami saya aja sih selama ini. Kalau orang lain biasanya panggil saya Rin,"

Fahri memulas senyum tipis seraya manggut-manggut kepala. "Oh, itu panggilan sayang suami ternyata,"

Rindu hanya terkekeh. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Sakit itu jangan dibiarkan berlarut-larut, bisa fatal akibatnya. Sepertinya kamu perlu berobat. Bisa jadi, kamu hamil," ejek Fahri sambil tertawa kecil meski tatapannya tak sama sekali beralih dari setumpukan berkas di atas meja yang harus dia tanda tangani.

Mendengar kata hamil mendadak wajah Rindu menegang dengan ke dua bola matanya yang melotot.

Kenapa dia tidak kepikiran ke sana?

Btw, ini tanggal berapa ya?

Tanya batin Rindu dengan wajah panik.

"Sebentar Pak," kata Rindu mohon izin. Dia beranjak ke arah meja kerja Fahri untuk melihat kalender meja di sana.

Rindu melihat tanggalan dan baru menyadari kalau dirinya sudah telat datang bulan hampir satu bulan lebih.

Astaga!

Rindu kembali ke meja di mana Fahri berada dengan tubuh linglung. Pikirannya benar-benar kacau.

"Kenapa Rin?" tanya Fahri ikutan bingung. Sekretarisnya yang satu ini terkadang memang aneh. Sikap Rindu yang ceriwis dan blak-blakan mungkin tampak menyebalkan di mata orang lain, tapi bagi Fahri justru sebaliknya. Fahri menganggap keanehan sikap Rindu yang sulit ditebak adalah hal unik yang jarang dia temui pada kebanyakan wanita. Dan Fahri merasa terhibur karenanya.

"Rindu? Kamu baik-baik ajakan?" tanya Fahri dengan nada khawatir dia meneliti ekspresi wajah Rindu lekat. Fahri bisa melihat kabut bening yang menggenang di kelopak mata Rindu saat ini dan itu tentu bukan hal yang baik.

Susah payah Rindu berusaha menelan salivanya yang terasa pahit. Dia merasa benar-benar bingung.

Hingga akhirnya, Rindu tiba-tiba berpindah tempat duduk. Duduk di sebelah Fahri dan meraih tangan Fahri dalam genggamannya. Wanita itu menangis.

"Pak, saya mohon sama Bapak, kalau saya beneran hamil, tolong jangan pecat saya ya Pak?" ucap Rindu sambil sesenggukan.

Fahri sungguh kaget dengan sikap spontan Rindu yang semakin mempererat genggaman tangannya. Terlebih dengan jarak mereka yang sangat dekat saat itu. Laki-laki itu mendadak salah tingkah.

"Saya butuh pekerjaan ini Pak. Suami saya sampai saat ini belum bekerja. Sementara hutang-hutang kami di luar banyak. Belum lagi saya harus menebus surat-surat berharga milik suami saya ke kantor polisi, tolong Pak... Tolong jangan pecat saya. Saya baru sadar kalau ternyata saya itu memang sudah telat mens satu bulan lebih Pak," curhat Rindu pada Fahri. Rindu menangis seperti anak kecil saat itu. Imbas dari segala kekalutan di hatinya. Terlebih saat dia mengingat akan perjanjian kontrak kerja yang dia tanda tangani sebelum berkerja di perusahaan Fahri. Yakni tentang pelarangan hamil untuk satu tahun masa awal bekerja.

Fahri melepas genggaman tangan Rindu di jemarinya perlahan seraya tersenyum kikuk. "Kamu tenang dulu ya, sudah jangan nangis," di ambilnya tissue di meja dan diberikannya pada Rindu.

Rindu berterima kasih atas kebaikan Fahri dan langsung menyeka air matanya.

"Saya tidak akan memecat kamu. Saya justru turut senang jika kamu memang hamil betulan. Suami kamu pasti sangat bahagia mendengarnya," kata Fahri berusaha menenangkan.

Rindu menggeleng cepat. "Nggak Pak, suami saya nggak boleh tahu kalau saya hamil," ungkap Rindu.

"Loh, kenapa?"

"Soalnya kalau dia sampai tahu, bisa-bisa dia suruh saya berhenti kerja, Pak..."

Fahri kembali tersenyum. "Mungkin kalau saya jadi suami kamu, saya juga akan melakukan hal yang sama seperti itu,"

"Iya, tapikan saya harus tetap bekerja untuk melunasi semua hutang-hutang kami, mungkin kalau nanti suami saya sudah bekerja lain ceritanya," jawab Rindu putus asa.

"Suami kamu lulusan apa?" tanya Fahri kemudian.

"SMA, Pak,"

"Coba bawa CV nya ke saya, nanti biar saya bantu carikan posisi di salah satu cabang minimarket saya," ucap Fahri lagi.

Kesedihan di wajah Rindu seketika raib tergantikan senyuman lebar dengan pancaran mata yang berbinar cerah. "Bapak serius mau bantu suami saya?"

Fahri mengangguk yakin.

Senyum Rindu semakin lebar. Dia kembali menggenggam tangan Fahri dan terus mengucapkan kata terima kasih berulang-ulang.

"Sudah-sudah, kita lanjutkan pekerjaan ya?" ajak Fahri dengan perasaannya yang mulai aneh. Berada di dekat Rindu membuat Fahri merasa nerveous.

Untuk beberapa menit keadaan ruangan itu kembali senyap.

Fahri dan Rindu kembali berkutat pada pekerjaan masing-masing. Meski terkadang senyuman kecil tampak tersungging dari masing bibir ke duanya.

Rindu yang masih sangat senang atas tawaran Fahri yang mau membantu suaminya. Sementara Fahri yang merasa lucu dengan sikap Rindu yang begitu blak-blakkan.

Rindu memang unik.

Pikir Fahri membatin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status