Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.
Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu menaiki metromini arah kantor tempatnya bekerja."Sampai di kantor langsung sarapan ya Ndu," nasehat Albani sebelum sang istri pergi.Nasib sial sepertinya memang terus menguntit Rindu karena di metromini yang dia tumpangi saat ini kondisinya penuh penumpang hingga mengharuskan Rindu berdiri.Keringat dingin perlahan menetes dipelipis Rindu ketika dia merasa tubuhnya mulai limbung. Bahkan pandangannya kian berkunang-kunang. Rindu menguatkan pegangannya pada pintu besi metromini agar dia tidak terjatuh.Berkali-kali Rindu menggigit lidah dan bibirnya yang mulai kebas. Untungnya pagi itu keadaan jalanan tidak begitu macet dan hal itu cukup membantu Rindu untuk tetap bertahan.Dengan langkah sempoyongan Rindu turun dari metromini dan mulai berjalan menuju kantornya di seberang jalan.Saat itu dia hampir saja tertabrak lalu lalang kendaraan yang memang sedang padat-padatnya. Alhasil Rindu harus menerima caci maki dari si pengguna jalan yang kesal pada kecerobohan Rindu.Setelah berhasil menyebrang jalan dan akhirnya sampai di kubikel kerjanya dengan penuh perjuangan, Rindu menjatuhkan tubuhnya di kursi dan langsung menelungkupkan kepalanya di meja dengan bertumpu pada ke dua tangannya yang sengaja dia lipat. Sekedar menetralkan kembali tubuhnya yang nyaris pingsan.Perlahan, ke dua bola mata Rindu pun terpejam.Tubuhnya benar-benar lemah.*****Setelah meminum obat maag dan menyantap sedikit bekal sarapan yang dia bawa, tubuh Rindu sedikit terasa lebih baik sehingga di pelaksanaan meeting pagi ini dia tidak mempermalukan apalagi merepotkan bosnya yang super baik itu.Usai meeting, Fahri meminta Rindu untuk stay di ruangannya karena ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan Fahri hari ini juga dan Fahri meminta Rindu membantunya agar pekerjaan itu cepat selesai."Kamu masih sakit, Ndu?" tanya Fahri tiba-tiba ketika dia menyadari wajah Rindu yang tampak lelah."Saya baik-baik aja kok, Pak," jawab Rindu disertai senyuman tipis."Kalau memang sakit bilang saja Ndu, ini sudah hari ke empat saya lihat kamu seperti orang kelelahan terus, loyo," kata Fahri di sela-sela pekerjaan mereka. Saat itu ke duanya duduk berhadapan di sofa empuk yang terletak di pojok ruangan direktur utama."Paling saya cuma kecapean sih Pak," jawab Rindu apa adanya. "Oh ya, jangan panggil saya Ndu Pak, saya risih,"Kening Fahri seketika berkerut, bingung, "loh memangnya kenapa?""Soalnya orang yang panggil saya begitu cuma suami saya aja sih selama ini. Kalau orang lain biasanya panggil saya Rin,"Fahri memulas senyum tipis seraya manggut-manggut kepala. "Oh, itu panggilan sayang suami ternyata,"Rindu hanya terkekeh. Dia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Sakit itu jangan dibiarkan berlarut-larut, bisa fatal akibatnya. Sepertinya kamu perlu berobat. Bisa jadi, kamu hamil," ejek Fahri sambil tertawa kecil meski tatapannya tak sama sekali beralih dari setumpukan berkas di atas meja yang harus dia tanda tangani.Mendengar kata hamil mendadak wajah Rindu menegang dengan ke dua bola matanya yang melotot.Kenapa dia tidak kepikiran ke sana?Btw, ini tanggal berapa ya?Tanya batin Rindu dengan wajah panik."Sebentar Pak," kata Rindu mohon izin. Dia beranjak ke arah meja kerja Fahri untuk melihat kalender meja di sana.Rindu melihat tanggalan dan baru menyadari kalau dirinya sudah telat datang bulan hampir satu bulan lebih.Astaga!Rindu kembali ke meja di mana Fahri berada dengan tubuh linglung. Pikirannya benar-benar kacau."Kenapa Rin?" tanya Fahri ikutan bingung. Sekretarisnya yang satu ini terkadang memang aneh. Sikap Rindu yang ceriwis dan blak-blakan mungkin tampak menyebalkan di mata orang lain, tapi bagi Fahri justru sebaliknya. Fahri menganggap keanehan sikap Rindu yang sulit ditebak adalah hal unik yang jarang dia temui pada kebanyakan wanita. Dan Fahri merasa terhibur karenanya."Rindu? Kamu baik-baik ajakan?" tanya Fahri dengan nada khawatir dia meneliti ekspresi wajah Rindu lekat. Fahri bisa melihat kabut bening yang menggenang di kelopak mata Rindu saat ini dan itu tentu bukan hal yang baik.Susah payah Rindu berusaha menelan salivanya yang terasa pahit. Dia merasa benar-benar bingung.Hingga akhirnya, Rindu tiba-tiba berpindah tempat duduk. Duduk di sebelah Fahri dan meraih tangan Fahri dalam genggamannya. Wanita itu menangis."Pak, saya mohon sama Bapak, kalau saya beneran hamil, tolong jangan pecat saya ya Pak?" ucap Rindu sambil sesenggukan.Fahri sungguh kaget dengan sikap spontan Rindu yang semakin mempererat genggaman tangannya. Terlebih dengan jarak mereka yang sangat dekat saat itu. Laki-laki itu mendadak salah tingkah."Saya butuh pekerjaan ini Pak. Suami saya sampai saat ini belum bekerja. Sementara hutang-hutang kami di luar banyak. Belum lagi saya harus menebus surat-surat berharga milik suami saya ke kantor polisi, tolong Pak... Tolong jangan pecat saya. Saya baru sadar kalau ternyata saya itu memang sudah telat mens satu bulan lebih Pak," curhat Rindu pada Fahri. Rindu menangis seperti anak kecil saat itu. Imbas dari segala kekalutan di hatinya. Terlebih saat dia mengingat akan perjanjian kontrak kerja yang dia tanda tangani sebelum berkerja di perusahaan Fahri. Yakni tentang pelarangan hamil untuk satu tahun masa awal bekerja.Fahri melepas genggaman tangan Rindu di jemarinya perlahan seraya tersenyum kikuk. "Kamu tenang dulu ya, sudah jangan nangis," di ambilnya tissue di meja dan diberikannya pada Rindu.Rindu berterima kasih atas kebaikan Fahri dan langsung menyeka air matanya."Saya tidak akan memecat kamu. Saya justru turut senang jika kamu memang hamil betulan. Suami kamu pasti sangat bahagia mendengarnya," kata Fahri berusaha menenangkan.Rindu menggeleng cepat. "Nggak Pak, suami saya nggak boleh tahu kalau saya hamil," ungkap Rindu."Loh, kenapa?""Soalnya kalau dia sampai tahu, bisa-bisa dia suruh saya berhenti kerja, Pak..."Fahri kembali tersenyum. "Mungkin kalau saya jadi suami kamu, saya juga akan melakukan hal yang sama seperti itu,""Iya, tapikan saya harus tetap bekerja untuk melunasi semua hutang-hutang kami, mungkin kalau nanti suami saya sudah bekerja lain ceritanya," jawab Rindu putus asa."Suami kamu lulusan apa?" tanya Fahri kemudian."SMA, Pak,""Coba bawa CV nya ke saya, nanti biar saya bantu carikan posisi di salah satu cabang minimarket saya," ucap Fahri lagi.Kesedihan di wajah Rindu seketika raib tergantikan senyuman lebar dengan pancaran mata yang berbinar cerah. "Bapak serius mau bantu suami saya?"Fahri mengangguk yakin.Senyum Rindu semakin lebar. Dia kembali menggenggam tangan Fahri dan terus mengucapkan kata terima kasih berulang-ulang."Sudah-sudah, kita lanjutkan pekerjaan ya?" ajak Fahri dengan perasaannya yang mulai aneh. Berada di dekat Rindu membuat Fahri merasa nerveous.Untuk beberapa menit keadaan ruangan itu kembali senyap.Fahri dan Rindu kembali berkutat pada pekerjaan masing-masing. Meski terkadang senyuman kecil tampak tersungging dari masing bibir ke duanya.Rindu yang masih sangat senang atas tawaran Fahri yang mau membantu suaminya. Sementara Fahri yang merasa lucu dengan sikap Rindu yang begitu blak-blakkan.Rindu memang unik.Pikir Fahri membatin.Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Rindu, ke ruangan saya sekarang," panggil Fahri siang itu.Ini hari ke sepuluh setelah dua manusia itu bekerja tanpa bertegur sapa di kantor.Rindu menyudahi aktifitas makan siangnya dan buru-buru melaksanakan perintah.Setelah merapikan sedikit penampilannya, Rindu pun masuk ke ruangan sang atasan.Dilihatnya Fahri tampil sempurna seperti biasa. Rapi dengan jas dan dasi yang selalu serasi dengan warna jas yang dia pakai.Meski saat itu, wajah Fahri tampak lelah dan tidak bersemangat."Ada apa, Pak?" tanya Rindu begitu dirinya sudah menghadap."Kamu sudah makan siang?" tanya Fahri seraya menutup layar laptop di meja kerjanya."Sudah, tapi belum habis," jawab Rindu dengan kejujuran penuh."Bawa bekal?" tanya Fahri lagi.Rindu mengangguk, "Iya Pak,""Mau temani saya makan siang?"Kali ini, Rindu jadi tertegun.*****Tak memiliki alasan, Rindu pun menyanggupi a
Ini weekend, harusnya Rindu bisa bangun lebih siang namun dia tak melakukan hal itu.Kemarin Rindu baru saja menerima gaji pertamanya bekerja di perusahaan Fahri. Semua hutang sudah dia cicil dan untungnya masih tersisa uang yang cukup untuk makan dan ongkos selama satu bulan ke depan.Pagi ini Rindu sengaja bangun pagi-pagi buta karena dia berniat untuk ke pasar.Rindu hendak menyetok bahan-bahan mentah yang bisa diolah untuk makanan satu minggu ke depan.Saat itu Rindu hendak bangun namun tangan Albani malah menariknya kembali ke pelukan."Mas? Apaan sih?" ucap Rindu sedikit meronta."Mau kemana? Masih pagi, kamukan libur hari ini. Dingin banget, peluk aku dulu," rengek Albani manja."Yaudah kalau dingin pakai baju," perintah Rindu dengan nada sewot. Dia hendak bangkit lagi tapi Albani semakin kencang memeluknya."Maaaasss, aku mau ke pasar," ujar Rindu yang mencoba melepaskan diri.Albani membuka mat
Rindu baru saja membeli setengah dari rincian belanjaan yang sudah dia catat dari rumah, tapi kepalanya mendadak pening diikuti rasa nyeri di area perut.Karena sakitnya tidak tertahankan, Rindu pun memilih untuk menyudahi acara belanjanya dan beranjak keluar dari pasar untuk mencari tempat duduk.Untung halte yang tak jauh dari pasar tampak sepi, Rindu pun beristirahat di sana. Dia duduk di bangku besi panjang yang terdapat di halte tersebut.Dengan wajah meringis Rindu meremas perutnya yang semakin lama semakin nyeri.Beberapa menit beristirahat Rindu merasa lebih baik hingga akhirnya dia berniat untuk segera pulang.Naasnya, begitu Rindu berdiri, dia merasakan darah segar mengalir deras di sela-sela pahanya dan turun ke kaki.Rindu panik hingga membuatnya berteriak meminta pertolongan.Hingga setelahnya, seorang lelaki berpakaian rapi tampak keluar dari mobil mewahnya yang kebetulan sedang melintas di area pasar tepat
Albani sedang santai menonton TV di ruang tamu kontrakannya ketika dia mendengar suara mobil yang terparkir tepat dihalaman depan jejeran kontrakannya.Untungnya halaman sekitar kontrakannya berdiri cukup luas sehingga memungkinkan untuk mobil bisa masuk.Albani mengintip dari jendela dan menjadi terkejut ketika dia melihat Rindu keluar dari mobil mewah itu bersama seorang lelaki yang mungkin seumuran dengannya tapi yang pasti lelaki itu lebih tampan darinya.Beribu pertanyaan kian merasuk dalam benak Albani disertai perasaannya yang mendadak kacau.Ini memang bukan hal pertama yang pernah dirasakan Albani sejak dirinya menjalin hubungan dengan Rindu sedari SMA.Rindu yang cantik, memang menjadi kejaran banyak lelaki. Itulah sebabnya, Albani paham betul apa yang dia rasakan dan berusaha untuk tetap bersikap wajar.Albani langsung berpura-pura kembali fokus menonton saat dia melihat Rindu yang mulai berjalan masuk ke dalam kontrak
Malam itu, Fahri memang tidak langsung melabrak Damar maupun Adel. Dia hanya mengikuti mereka hingga Fahri tau kalau Damar dan Adel hendak check in.Fahri masih terus membuntuti kemana Damar membawa Adel sampai akhirnya, dia tiba di lantai sepuluh lalu Damar membawa Adel masuk ke dalam salah satu kamar di sana.Fahri bukan tipikal lelaki yang mengandalkan otot dan emosi dalam menyelesaikan sebuah masalah, namun lebih ke otak.Saat itu, setelah Damar dan Adel sama-sama memasuki kamar yang telah mereka pesan, Fahri langsung menelepon Gunawan, seorang detektif swasta yang sebelumnya dia sewa untuk mengawasi Adel."Halo, ada apa Pak Fahri?" tanya Gunawan di seberang."Saya perlu bantuanmu lagi, Gun," jawab Fahri ditelepon."Baiklah, hal apa yang harus saya lakukan untuk anda kali ini, Pak?""Datanglah bersama polisi ke Hotel High Five, saya ingin kamu menggerebek Damar dan Adel di sana,""Baik, Pak,"Dan sa
Keesokan paginya, Rindu dan Albani sudah rapi dengan seragam kerja mereka.Karena kebetulan searah, jadilah mereka berangkat bersama-sama naik metromini. Rindu ke kantor sementara Albani ke minimarket tempat dia bekerja.Disepanjang perjalanan Albani terus saja bertanya akan kondisi Rindu, lelaki itu terlihat sangat perhatian terlebih khawatir, sebab setahu Albani, sejak dirinya berkenalan dengan Rindu, Rindu ini termasuk tipe orang yang jarang sekali sakit.Itulah sebabnya, sekalinya Rindu sakit, Albani pasti akan sangat cemas."Aku turun duluan ya? Kalau ada apa-apa langsung kabarin aku ya, Ndu?" ucap Albani sebelum mereka berpisah di metromini karena memang jarak lokasi tempat kerja Albani yang lebih dekat."Iya Mas, kamu juga hati-hati. Semangat kerja hari pertama, fighting!" ucap Rindu dengan gayanya yang ceriwis. Albani tertawa dia sempat mengelus puncak kepala istrinya yang menggemaskan itu.Metromini pun kembali melaju se
"Aku bener-bener nggak nyangka kamu tega berbuat seperti ini sama aku Fahri! AKU INI ISTRI KAMU! KENAPA KAMU MEMPERMALUKAN AKU SEPERTI INI? KAMU JAHAT FAHRI! KAMU JAHAT!"Itulah kalimat terakhir Adel yang di dengar Fahri pagi ini saat dia menyempatkan diri untuk datang ke lapas sebelum berangkat ke kantornya.Fahri memang telah menggugat Adel sesuai pasal dan hukum yang berlaku di negaranya mengenai perselingkuhan dan perzinahan dengan maksimal hukuman pidana sembilan bulan penjara.Kabarnya, setelah berita panas tentang hubungan terlarang Adel dengan Damar mencuat ke media pagi ini, semua kontrak kerja yang telah ditanda tangani Adel langsung dibatalkan oleh pihak terkait. Banyak iklan yang memutuskan untuk mengganti posisi Adel sebagai model produk mereka.Sudah bisa dipastikan, karir Adelia Kartika Wibowo yang telah dia rintis selama bertahun-tahun akan hancur dalam sekejap mata.Dan setelah ini, yang Fahri tahu, Adel pasti akan sangat
"Bang, ada yang nyariin tuh di luar," ucap seorang lelaki berseragam pegawai minimarket pada rekan kerjanya yang bernama Albani."Siapa?" Tanya Albani yang saat itu sedang istirahat makan siang."Nggak tau, cewek, cantik pake hijab,"Kening Albani berkerut samar. Lelaki itu lekas menyudahi acara makan siangnya untuk segera menemui sang tamu.Dan Albani menjadi terkejut saat dia mengetahui siapa wanita yang dimaksud rekan kerjanya tadi.Dia Adel.Istri dari lelaki bernama Fahri Hendrawan.*****Enam jam berlalu, Albani sudah selesai bekerja dan berniat untuk mendatangi lokasi yang dijanjikan Adel tadi siang.Sebuah cafe elit di pusat kota Jakarta."Ada apa Mba?" Tanya Albani to the point begitu Adel menyuruhnya duduk.Mereka duduk berhadapan di salah satu meja di dalam cafe bernuansa cozy itu."Saya mau tanya, apa benar Rindu istri kamu itu seorang penulis?" Tanya Adel saat itu
Hari-hari berlalu.Musim berganti dengan cepat.Waktu berputar bagai anak panah yang melesat dari busurnya.Waktu tiga tahun yang Fahri dan Rindu lalui bersama dalam kesederhanaan nyatanya lebih membahagiakan ketimbang mereka harus hidup dengan bergelimang harta dan kemewahan.Fahri mengawali karirnya dengan bekerja sebagai salah satu karyawan HRD di sebuah perusahaan di Jakarta.Sementara Rindu kembali fokus menekuni dunia literasi.Sejauh ini Rindu sudah berhasil merampungkan lima belas karya yang kesemuanya adalah novel bertema drama rumah tangga.Nama Rindu kini sudah banyak dikenal orang banyak dan pundi-pundi rupiah pun mengalir tiada henti dari semua naskahnya yang laris di pasaran.Bahkan ada beberapa naskah Rindu yang sudah dilirik oleh produser film untuk diangkat menjadi film layar lebar.Berkat kegigihan dan kesabaran mereka, lambat laun, perekonomian mereka yang sulit pun membaik dan kini R
Semua dilakukan serba cepat.Prosesi pemakaman Azzura berlangsung khidmat.Azzura dikuburkan bersebelahan dengan makam sang Ibu, Adelia Kartika Wibowo.Saat itu, dari luar Fahri memang terlihat tegar bahkan tak ada satu tetes pun air matanya yang mengalir keluar.Dan hanya Rindu satu-satunya orang yang tahu bagaimana sejatinya perasaan sang suami saat ini.Sesungguhnya Fahri begitu rapuh.Bahkan sejak lelaki itu kembali ke Indonesia dengan membawa serta jenazah Azzura, Fahri tak sama sekali bicara. Lelaki itu diam membisu dalam duka yang menyelimuti hatinya.Kepergian Azzura benar-benar menjadi pukulan telak bagi Fahri yang membawa dirinya pada titik terendah kehidupan.Mungkin, jika tidak ada Rindu di sisinya, Fahri sendiri tidak tahu apakah dirinya masih bisa melanjutkan hidup atau tidak.Pemakaman selesai pagi itu.Awan mendung yang sudah menggelayuti langit Kota Jakarta sejak tadi malam seo
Fahri sampai di Singapura setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan.Lelaki itu harusnya beristirahat sejenak di apartemen, tapi dia tak melakukannya karena terlalu khawatir akan kondisi Azzura.Jadilah, sesampainya di Bandar Udara International Changi Singapura, Fahri langsung on the way menuju rumah sakit tempat Azzura menjalani kemo.Tak membutuhkan waktu lama untuk Fahri sampai di rumah sakit.Fahri kembali mengecek ponselnya sekali lagi saat telepon dan seluruh pesan yang dia kirimkan pada sang Papih dan Mamihnya tak kunjung ada jawaban.Mendadak, perasaan cemas menggelayuti hati Fahri.Fahri berjalan dengan langkah tergesa menuju lokasi di mana Azzura berada, namun dia tak mendapati sesiapapun di sana.Tak ada Azzura maupun kedua orang tuanya.Fahri bertanya pada suster rumah sakit dan lelaki itu terkejut bukan main saat sang suster mengatakan bahwa pasien bernama Azzura semalam mengalami kejang dan
"Maafkan aku Rindu. Mungkin karena aku kemarin sempat mengganti nomor, makanya aku terlambat mengetahui informasi tentang kaburnya Surya dan Romy dari kepolisian Kalimantan," ucap Fahri saat kini dirinya dan Rindu sudah keluar dari ruangan rawat Bisma.Pasca pertemuannya dengan Januar tadi, Fahri sebenarnya ingin sekali memberi Januar pelajaran atas perlakuannya terhadap Rindu. Namun sayang dia tak mungkin melakukan hal itu di hadapan Bisma yang sedang sakit.Saat ini Fahri dan Rindu sedang berbincang di dalam ruangan rawat Yanti. Azam baru saja tertidur karena waktu yang memang sudah larut.Fahri terpaksa berbohong pada Azzura agar diizinkan untuk pergi ke Indonesia karena lelaki itu terlalu mengkhawatirkan kondisi Rindu.Sekarang, semua sudah aman.Fahri bisa lebih tenang. Itulah sebabnya dia harus lekas kembali ke Singapura."Sudah tidak apa-apa. Semuanya sudah terjadi. Besok sebelum berangkat ke Singapur, ada baiknya kamu tem
Setelah insiden yang terjadi di Basemen rumah sakit dua hari yang lalu, kini Bisma sudah mendapat perawatan intensif pasca operasi akibat perut kirinya yang tertembus timah panas oleh Surya.Sementara Surya sendiri dinyatakan meninggal di lokasi kejadian saat Bisma berhasil melawan dengan balik menembak Surya. Tembakan Bisma tepat mengenai jantung Surya, itulah sebabnya Surya langsung menghembuskan nyawanya detik itu juga.Setidaknya, kini Rindu bisa bernapas lega setelah memastikan Romy dibekuk oleh polisi dan mendapat hukuman atas tindakannya yang telah berani kabur dari penjara. Romy dijatuhi hukuman pidana seumur hidup atas tindakannya tersebut.Rindu yang merasa berhutang budi pada Bisma kini harus membagi waktu yang dimilikinya untuk menjaga Yanti dan Bisma secara bergantian.Untungnya, ruangan rawat Bisma dengan Yanti tidak terlalu jauh, jadi Rindu bisa bulak-balik kapan pun dirinya mau.Pagi itu, sehabis mengantar Azam ke sekolah
"Hai, Rindu? Apa kabar?" Tanya seorang lelaki yang mengantri di belakang Rindu saat wanita itu hendak membayar di kasir minimarket.Rindu pun menoleh dan terkejut, meski setelahnya sebuah senyuman lebar mengembang di wajah cantiknya. "Bisma?" Pekik Rindu tak percaya. Sebab sepengetahuannya, Bisma sudah kembali ke Kalimantan."Kamu sejak kapan di Jakarta?" Tanya Rindu saat kini dirinya dan Bisma sudah keluar dari minimarket. Mereka hendak berjalan menuju ruang rawat Yanti."Sudah dari satu minggu yang lalu,""Oh begitu, kenapa tidak memberi kabar?" Tanya Rindu lagi."Maaf, aku sibuk dengan pekerjaan dan harus merawat Ibuku juga yang sedang sakit," Bisma jadi terkekeh, merasa tidak enak. Meski alasan utama seorang Bisma kembali ke Jakarta karena selain harus merawat Ibunya yang sedang sakit, namun Bisma juga ingin mengetahui lebih lanjut hubungan yang terjalin antara Rindu dan Fahri sejauh ini.Jika memang pada kenyataannya Rindu d
Apakah sampai detik ini ada orang yang mampu menjawab tentang pertanyaan, mengapa waktu berlalu begitu cepat saat kita merasa bahagia dan sebaliknya, mengapa waktu seakan berlalu begitu lambat saat kita melaluinya dalam duka dan penderitaan?Seperti halnya yang kini dialami seorang Fahri.Orang tua mana yang tidak terluka saat mengetahui anaknya sakit?Terlebih, jika sang anak yang baru berusia enam tahun itu didiagnosis Leukimia atau Kanker Darah.Bagai disambar petir, anak yang begitu cantik dan pintar harus menanggung kesakitan di usianya yang masih kecil.Sesungguhnya Fahri begitu terpukul seolah dia merasakan sakit yang kini harus di derita sang anak selama menjalani proses pengobatan dan kemoterapi atas penyakitnya.Dokter mengatakan, pengambilan sumsum tulang belakang yang baru saja dijalani oleh Azzura saat ini memang rasanya sangat menyakitkan.Tapi, melihat semangat Azzura untuk sembuh, mengubur semua kesedihan
Hari ini, Fahri dan Rindu sudah packing hendak berangkat untuk persiapan mereka berangkat ke Singapura.Seluruh barang bawaan sudah dikemas rapi di dalam koper.Fahri sedang mengajak Azzura menemui Oma dan Opanya untuk berpamitan sementara Rindu menunggu kepulangan Fahri di hotel bersama Azam dan Yanti.Azam yang saat itu terus saja ngambek karena tak ingin ikut ke Singapura.Rindu dengan sabar berusaha memberi pengertian pada Azam."Memangnya kenapa sih Azam kok nggak mau banget ikut Mama dan Papah ke Singapura? Kan di sana nanti Azam bisa jalan-jalan sama Nenek. Kita naik pesawat kayak waktu itu," ucap Rindu yang sejak tadi sibuk merayu Azam yang terus cemberut.Azam tak menyahut. Bibirnya mengerucut dengan kedua tangan yang bersidekap di depan dada."Masalah sekolah, Mama sudah bilang ke Ibu Guru Azam dan mereka sudah memberi izin, jadi Azam nggak perlu takut dimarahi. Sekarang semua sudah serba canggih. Azam bisa tet