Setelah melalui beberapa proses psikotest dan interview kerja, Rindu akhirnya diterima sebagai salah satu karyawati di Perusahaan Ritel terbesar di Indonesia itu.
Sebagai seorang sarjana ekonomi, Rindu mendapat posisi bagus di kantor cabang baru itu menggantikan sementara posisi sekretaris CEO yang kebetulan sedang cuti melahirkan.
PT. He-Market Trijaya Tbk bergerak dalam bidang distribusi eceran produk konsumen dengan mengoperasikan jaringan mini market, dengan nama "He-Mart". Jaringan mini market terdiri dari minimarket, dengan kepemilikan langsung dan berdasarkan perjanjian waralaba.
Jaringan ini sangat luas dan sudah mencakup hampir di setiap pelosok daerah di Indonesia.
Itulah sebabnya perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi salah satu perusahaan besar yang menjanjikan.
Ini hari pertama Rindu bekerja.
Dia sengaja bangun pagi-pagi buta untuk membuat sarapan terlebih dahulu.
Karena sudah memiliki pekerjaan, Rindu dan Albani memberanikan diri untuk meminjam uang pada tetangga mereka terlebih dahulu sebagai penyambung hidup. Untungnya, tetangga di kontrakan sebelah yang bernama Bu Risma orangnya baik.
Beliau adalah seorang wanita yang bekerja sebagai tukang ikan dan ayam mentah di pasar tradisional daerah pasar baru. Suaminya sudah lama di vonis stroke dan di urus oleh anak sulung Bu Risma di rumah.
Bu Risma orangnya supel dan gaul. Dia seringkali menggoda Rindu dan Albani karena tahu ke duanya adalah sepasang pengantin baru.
Kecantikan Rindu yang cukup menarik perhatian warga sekitar kontrakannya terkadang menjadi bahan pembicaraan Bu Risma.
"Hati-hati loh, Nak Bani, punya istri cantik begitu jangan di tinggal-tinggal, banyak kucing garong ples buaya darat di Jakarta," canda Bu Risma ketika dirinya berpapasan dengan Albani sewaktu pulang dari pasar sehabis berjualan.
"Santai, Bu. Rindu nggak akan kemana-mana, hatinyakan udah saya gembok," balas Albani yang juga suka bercanda.
Ke dua tetangga itu cepat akrab.
Itulah sebabnya Rindu dan Albani tidak begitu sungkan ketika memutuskan untuk meminjam uang.
Usai membuat sarapan, Rindu beranjak ke kamar untuk membangunkan suaminya.
"Mas, Mas, bangun Mas. Sarapan yuk," ajaknya sambil berbisik di telinga Albani.
Albani menggeliat dan memicingkan mata. Dia mengintip ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul setengah enam pagi.
Aroma semerbak tubuh Rindu yang sudah rapi dengan seragam kerjanya menusuk rongga penciuman Albani.
"Wangi banget?" ucapnya menatap Rindu sambil sesekali menguap.
"Ya akukan mau kerja, Mas. Ayo cepet bangun!" Rindu menarik lengan Albani.
"Iya-iya,"
Dengan langkah sedikit sempoyongan Albani berjalan menuju kamar mandi untuk cuci muka dan menggosok gigi baru setelah itu dia melongok ke dapur untuk melihat menu sarapan pagi ini.
Nasi goreng + telur ceplok.
Selera makan Albani pun langsung terbit.
Dia menyendok satu centong nasi goreng dan mengambil satu telur ceplok dan membawanya ke depan.
Dilihatnya Rindu sedang bermake up.
"Jangan tebel-tebel dandannya, nanti Bos kamu naksir lagi," goda Albani pada sang istri.
Rindu menghentikan aktifitasnya. Dia menatap Albani dengan tatapan yang sulit diartikan.
Setelah mengetahui posisi pekerjaan yang diperoleh Rindu diperusahaan sebagai seorang sekretaris, sikap Albani sedikit berubah. Lelaki itu terlihat lebih cuek atau bisa dibilang seperti tidak ikhlas melepas sang istri bekerja.
"Mas, kamu kenapa sih? Sejak awalkan aku udah izin untuk bekerja dan kamu mengizinkan, tapi semakin ke sini kok kamu malah kayak orang nggak suka gitu aku kerja?" ucap Rindu serba salah.
Albani tampak santai menyantap sarapannya. Seolah tidak mendengar perkataan Rindu.
"Mas!" gertak Rindu yang jadi kesal padahal dia sudah susah payah mendapatkan pekerjaan demi kelangsungan hidup mereka berdua karena sampai saat ini Albani belum juga bekerja tapi balasannya, Albani malah mengacuhkannya.
"Mas, dengerin dong kalo aku ngomong!"
"Iya aku denger," sahut Albani kemudian. Lelaki itu menghentikan sejenak sarapannya dan beralih menatap sang istri. "Aku izinkan kamu bekerja karena aku belum mendapat pekerjaan. Kalau nanti ekonomi kita sudah membaik dan aku sudah bekerja, aku mau kamu berhenti. Cukup di rumah, tunggu aku pulang kerja dan jadi istri yang baik buat aku. Apalagi kalau nanti kamu hamil, aku nggak mau kamu sampai cape-cape kerja," jelas Albani panjang lebar sebelum akhirnya dia kembali melanjutkan sarapannya.
Rindu tersenyum dalam hati.
Dia tahu Albani memang sangat menyayanginya.
Sikap Albani yang berubah mungkin akibat imbas dari ketidakberdayaan lelaki itu saat ini.
"Iya, aku ngerti. Aku bakal turutin apa kata kamu kok Mas," jawab Rindu dan menyudahi rutinitas make upannya. Rindu memasukkan bekal dan botol minum ke dalam tas jinjingnya dan hendak berpamitan.
"Aku berangkat dulu ya,"
"Loh, kamu nggak sarapan?"
"Aku bawa bekal, takut telat. Kamu tahu sendiri Jakarta macetnya kayak apa. Masa hari pertama aku udah terlambat,"
Albani bangkit dan mengantar sang istri ke tepi jalan untuk menunggu angkutan umum.
"Nanti sore pulang jam berapa?" tanya Albani.
"Paling jam empat,"
"Hati-hati ya. Sarapannya di makan, nanti kamu sakit lagi nggak sarapan,"
"Iya Mas,"
Setelah mencium tangan sang suami, Rindu pun berangkat dengan menaiki angkutan umum jurusan pasar baru.
Albani terus menatap angkutan umum yang membawa Rindu pagi itu.
Maafin aku, Ndu...
Mungkin, kalau aja aku nggak egois dengan menarik kamu masuk ke dalam kehidupan aku yang serba sulit, bisa jadi hidup kamu nggak akan susah seperti sekarang...
Bisik Albani membatin sebelum akhirnya dia kembali melangkah menuju kontrakannya.
Dia hendak bersiap-siap untuk kembali berpetualang agar lekas mendapat pekerjaan.
Demi Rindu.
*****
Bulan madu yang dilalui Fahri dan Adel di Switzerland begitu menakjubkan.
Walaupun Swiss tergolong negara kecil di Eropa, namun untuk urusan pariwisata bisa dibilang nomor satu. Negara Switzerland berbentuk konderasi dan setiap region atau canton dan kota bisa dibilang unik.
Fahri dan Adel membutuhkan waktu kurang lebih dua minggu untuk bisa puas berkeliling negara Swiss.
Mereka memulai perjalanan dari canton St. Gallen dekat border Austria hingga Geneva di dekat border France dan menghabiskan waktu beberapa hari di sana lalu melanjutkan perjalanan ke Lugano Locarno di canton Ticino wilayah selatan berbatasan dengan Italia. Masing-masing wilayah mempunyai kekhasan sendiri, objek wisata yang unik, juga bahasa yang berbeda-beda.
Mendekati waktu-waktu terakhir bulan madu, mereka memilih kota Zurich sebagai destinasi penutup liburan mereka.
Tiba di Zurich menggunakan pesawat Swiss Air dari Frankfurt. Walaupun masih musim dingin dan banyaknya delay pesawat karena salju, untungnya mereka bisa tiba tepat waktu, jadi sisa waktu bulan madu mereka tidak terbuang sia-sia hanya untuk menunggu keberangkatan pesawat.
Transportasi utama untuk berkeliling kota Zurich adalah menggunakan tram. Jalur tram meng-cover hampir seluruh kota dan sangat efisien.
Selesai check-in di hotel dan menyimpan koper, saatnya pasangan pengantin baru itu mengeksplorasi kota Zurich.
Walaupun Zurich tergolong kota yang besar, namun untuk tempat wisata rata-rata dapat dijelajah cukup dengan jalan kaki.
Adel dan Fahri menghabiskan waktu pagi mereka dari stasiun kereta pusat Zurich Hbf, semacam shopping centre yang cukup besar mulai dari toko menjual makanan dan snack ringan, restoran, hingga toko jam dan coklat.
Di sana, Fahri membelikan Adel sekotak besar chocolate truffle di toko Luxemburgerli karena lelaki itu tahu kalau sang istri pecinta coklat.
"Aku tau kenapa kamu belikan aku coklat segini banyak?" ucap Adel saat itu ketika mereka sedang berjalan bergandengan tangan menyusuri Bahnhofstrasse, jalan panjang di depan stasiun.
Fahri hanya tersenyum memperhatikan Adel yang tampak bersemangat pagi ini.
"Kamu pasti berharap aku bakalan gendut, terus aku berhenti deh jadi model, iyakan?" todong Adel dengan ujung jari telunjuknya yang mengarah ke wajah sang suami.
Fahri menarik tubuh Adel dan merangkulnya. Cuaca dingin membuat hembusan napas mereka kian berasap.
"Kok kamu pinter sih?" candanya sambil tertawa kecil.
"Iya dong, Adel..." ucap Adel sok bangga.
Lalu mereka tertawa bersamaan.
Puas berbelanja, mereka memutuskan untuk kembali ke Hotel sejenak untuk menaruh barang belanjaan mereka sebelum melanjutkan kegiatan jalan-jalan mereka sore ini.
Sambil menatap indahnya kota Zurich yang berbalut salju tebal dari balkon hotel, Fahri dan Adel berdiri saling memeluk.
Sesekali mereka bercumbu memagut bibir.
Cumbuan Adel selalu sukses membuat Fahri melayang.
Ciuman maut Adel di bibirnya memabukkan. Membuat lelaki itu ketagihan hingga sulit untuk berhenti.
Dengan nafas terengah, keduanya menyudahi ciuman panas mereka dan menyatukan kening. Ke dua tangan Adel melingkar kuat di leher Fahri sementara Fahri memeluk erat pinggul sang istri.
"Kenapa dua minggu ini berasa cepet banget ya?" ucap Fahri setengah berbisik.
Adel tersenyum dan memberi jarak wajah mereka. Ditatapnya wajah Fahri yang tampan itu.
"Kita masih punya banyak waktu, Beb," bisik Adel.
"Mungkin waktu seribu tahun nggak akan cukup buat aku melalui hidup sama kamu, Del. Aku sayang banget sama kamu,"
Adel langsung mencibir. "Yakin? Kitakan baru menikah dua minggu, wajar kamu ngomong begitu. Coba sepuluh tahun kemudian, apa kamu masih bisa ngomong kayak gitu ke aku? Apalagi kalau nanti aku udah melahirkan terus aku gendut, aku nggak seksi lagi, nggak cantik lagi, dasar lelaki!" Adel menepuk dada Fahri dan menjauh. Dia berdiri menghadap kota Zurich sambil bersidekap.
Fahri tertawa kecil dan langsung menarik kembali tubuh istrinya ke dalam pelukan seraya menciumi leher Adel berkali-kali membuat Adel meronta geli.
"Kamu itu kalau lagi ngomel gemesin tahu nggak," seru Fahri tanpa melepas pelukannya.
Adel hanya tersenyum masam. "Gombal,"
"Besok kita langsung pindah ke Jakarta ya. Kantor cabang baru di Jakarta sudah buka, Papah meminta aku yang mengurusnya," beritahu Fahri saat itu. Kebetulan, Adel juga memang ada pekerjaan di Jakarta untuk pemotretan.
"Nanti kita tinggal di rumah bekas ortu kamu atau gimana?" tanya Adel.
"Ya untuk sementara kita di sana dulu. Aku harap sih kamu betah. Tapi kalau nggak, nanti kita bisa beli rumah baru,"
Adel hanya mengangguk tanda setuju.
"Beb, dingin," panggil Fahri kemudian disertai kerlingan nakal ke arah tempat tidur.
Adel tahu maksud suaminya itu.
Bahkan belum sempat Adel menjawab, Fahri sudah lebih dulu membopong tubuh istrinya ke dalam kamar dan menghempaskannya ke atas tempat tidur untuk menuntaskan apa yang tadi sudah mereka mulai.
Kehadiran Rindu di kantor cabang baru itu mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak yang kebanyakan berasal dari kubu kaum adam.Kecantikan Rindu seolah mengguncang seluruh divisi bagian di dalam kantor untuk mencari tahu siapa karyawati baru yang beruntung karena bisa menempati posisi paling diminati berbagai pihak yakni sebagai sekretaris dari Direktur utama mereka, yang konon katanya kini beralih tangan kepada anak si pemilik perusahaan.Seorang lelaki tampan bergelar sarjana Master lulusan salah satu Universitas terkemuka di USA."Wah, kalau sekretarisnya model begitu sih, udah pasti jadi simpenannya Pak Hendrawan," celetuk salah satu karyawati di divisi perencanaan. Sesekali dia melirik Rindu yang sibuk di kubikel kerjanya."Sayangnya punya Pak Hendrawan udah meletoy kali nggak bisa lurus dan tegak lagi," sahut karyawati lain yang disambut dengan cekiki
Ini hari pertama pasangan Fahri dan Adelia menempati kediaman mereka di Jakarta sepulang mereka berbulan madu dari Swiss.Sebuah rumah mewah nan megah yang didominasi dinding kaca dengan halaman super luas dan kolam renang big size di taman belakang yang merupakan peninggalan ke dua orang tua Fahri sebelum Pak Hendrawan dan Nyonya Heni memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di kampung halaman Pak Hendrawan di Surabaya.Hari ini Fahri sudah harus masuk kantor karena pagi ini akan ada rapat penting bersama dewan direksi dan beberapa Relasi Bisnis dari perusahaan asing untuk membahas kerjasama demi memperluas cakupan jaringan Bisnis perusahaannya yang hendak dia kembangkan di luar negeri.Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi Fahri sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya yang membuat dirinya terlihat semakin gagah dan tampan.Sejak keci
"Jadi kamu sekretaris baru disini?" tanya Fahri pada Rindu yang kini duduk dihadapannya."Iya, Pak," Rindu mengangguk tanpa berani menatap Fahri. Kepala perempuan itu terus saja menunduk bahkan sejak pertama kali dirinya memasuki ruangan sang direktur.Fahri masih menatap Rindu.Entah kenapa, sepertinya wajah Rindu tidak begitu asing meski dia sendiri pun tidak tahu sebenarnya apakah dia pernah bertemu dengan Rindu sebelum hari ini?"Sudah menikah?" tanya Fahri lagi."Sudah Pak," Rindu kembali mengangguk.Fahri ikutan mengangguk. Sekelebat ingatan tentang kejadian di lift tadi kembali berputar dikepalanya, membuat lelaki itu tersenyum.Fahri berpikir, pasti saat ini Rindu malu sekali karena telah salah mengira orang. Itulah sebabnya, sejak tadi dia terus saja menunduk t
Malam itu Rindu tidak bisa tidur. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam namun sang suami tak kunjung pulang. Bahkan setelah percakapan anehnya di telepon dengan seorang wanita yang memakai nomor ponsel suaminya, selepas maghrib tadi, membuat hati Rindu semakin dibuat gelisah. Bagaimana tidak, jika ponsel suami kita tiba-tiba saja dipegang oleh seorang wanita tak dikenal, istri manapun pasti langsung curiga, tak terkecuali Rindu. Setelah puas mundar-mandir seperti setrikaan di teras kontrakan menunggu kepulangan Albani, Rindu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan membenamkan tubuhnya di balik selimut di ruang tamu. Padahal di luar tidak hujan, tapi entah kenapa Rindu merasa tubuhnya menggigil. Beberapa menit berlalu, kelopak mata Rindu sudah terpejam, namun suara deritan pintu yang terbuka membuat Rindu kembali terjaga. Saat Rindu membuka mata, didapatinya keadaan kontrakan begitu gelap. Apa iya mati lampu? Piki
Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota. Rencananya malam ini Adel akan pulang. Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani. Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya. Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas. Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya. Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak ma
Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu m
Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Rindu, ke ruangan saya sekarang," panggil Fahri siang itu.Ini hari ke sepuluh setelah dua manusia itu bekerja tanpa bertegur sapa di kantor.Rindu menyudahi aktifitas makan siangnya dan buru-buru melaksanakan perintah.Setelah merapikan sedikit penampilannya, Rindu pun masuk ke ruangan sang atasan.Dilihatnya Fahri tampil sempurna seperti biasa. Rapi dengan jas dan dasi yang selalu serasi dengan warna jas yang dia pakai.Meski saat itu, wajah Fahri tampak lelah dan tidak bersemangat."Ada apa, Pak?" tanya Rindu begitu dirinya sudah menghadap."Kamu sudah makan siang?" tanya Fahri seraya menutup layar laptop di meja kerjanya."Sudah, tapi belum habis," jawab Rindu dengan kejujuran penuh."Bawa bekal?" tanya Fahri lagi.Rindu mengangguk, "Iya Pak,""Mau temani saya makan siang?"Kali ini, Rindu jadi tertegun.*****Tak memiliki alasan, Rindu pun menyanggupi a
"Bang, ada yang nyariin tuh di luar," ucap seorang lelaki berseragam pegawai minimarket pada rekan kerjanya yang bernama Albani."Siapa?" Tanya Albani yang saat itu sedang istirahat makan siang."Nggak tau, cewek, cantik pake hijab,"Kening Albani berkerut samar. Lelaki itu lekas menyudahi acara makan siangnya untuk segera menemui sang tamu.Dan Albani menjadi terkejut saat dia mengetahui siapa wanita yang dimaksud rekan kerjanya tadi.Dia Adel.Istri dari lelaki bernama Fahri Hendrawan.*****Enam jam berlalu, Albani sudah selesai bekerja dan berniat untuk mendatangi lokasi yang dijanjikan Adel tadi siang.Sebuah cafe elit di pusat kota Jakarta."Ada apa Mba?" Tanya Albani to the point begitu Adel menyuruhnya duduk.Mereka duduk berhadapan di salah satu meja di dalam cafe bernuansa cozy itu."Saya mau tanya, apa benar Rindu istri kamu itu seorang penulis?" Tanya Adel saat itu
Hari-hari berlalu.Musim berganti dengan cepat.Waktu berputar bagai anak panah yang melesat dari busurnya.Waktu tiga tahun yang Fahri dan Rindu lalui bersama dalam kesederhanaan nyatanya lebih membahagiakan ketimbang mereka harus hidup dengan bergelimang harta dan kemewahan.Fahri mengawali karirnya dengan bekerja sebagai salah satu karyawan HRD di sebuah perusahaan di Jakarta.Sementara Rindu kembali fokus menekuni dunia literasi.Sejauh ini Rindu sudah berhasil merampungkan lima belas karya yang kesemuanya adalah novel bertema drama rumah tangga.Nama Rindu kini sudah banyak dikenal orang banyak dan pundi-pundi rupiah pun mengalir tiada henti dari semua naskahnya yang laris di pasaran.Bahkan ada beberapa naskah Rindu yang sudah dilirik oleh produser film untuk diangkat menjadi film layar lebar.Berkat kegigihan dan kesabaran mereka, lambat laun, perekonomian mereka yang sulit pun membaik dan kini R
Semua dilakukan serba cepat.Prosesi pemakaman Azzura berlangsung khidmat.Azzura dikuburkan bersebelahan dengan makam sang Ibu, Adelia Kartika Wibowo.Saat itu, dari luar Fahri memang terlihat tegar bahkan tak ada satu tetes pun air matanya yang mengalir keluar.Dan hanya Rindu satu-satunya orang yang tahu bagaimana sejatinya perasaan sang suami saat ini.Sesungguhnya Fahri begitu rapuh.Bahkan sejak lelaki itu kembali ke Indonesia dengan membawa serta jenazah Azzura, Fahri tak sama sekali bicara. Lelaki itu diam membisu dalam duka yang menyelimuti hatinya.Kepergian Azzura benar-benar menjadi pukulan telak bagi Fahri yang membawa dirinya pada titik terendah kehidupan.Mungkin, jika tidak ada Rindu di sisinya, Fahri sendiri tidak tahu apakah dirinya masih bisa melanjutkan hidup atau tidak.Pemakaman selesai pagi itu.Awan mendung yang sudah menggelayuti langit Kota Jakarta sejak tadi malam seo
Fahri sampai di Singapura setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan.Lelaki itu harusnya beristirahat sejenak di apartemen, tapi dia tak melakukannya karena terlalu khawatir akan kondisi Azzura.Jadilah, sesampainya di Bandar Udara International Changi Singapura, Fahri langsung on the way menuju rumah sakit tempat Azzura menjalani kemo.Tak membutuhkan waktu lama untuk Fahri sampai di rumah sakit.Fahri kembali mengecek ponselnya sekali lagi saat telepon dan seluruh pesan yang dia kirimkan pada sang Papih dan Mamihnya tak kunjung ada jawaban.Mendadak, perasaan cemas menggelayuti hati Fahri.Fahri berjalan dengan langkah tergesa menuju lokasi di mana Azzura berada, namun dia tak mendapati sesiapapun di sana.Tak ada Azzura maupun kedua orang tuanya.Fahri bertanya pada suster rumah sakit dan lelaki itu terkejut bukan main saat sang suster mengatakan bahwa pasien bernama Azzura semalam mengalami kejang dan
"Maafkan aku Rindu. Mungkin karena aku kemarin sempat mengganti nomor, makanya aku terlambat mengetahui informasi tentang kaburnya Surya dan Romy dari kepolisian Kalimantan," ucap Fahri saat kini dirinya dan Rindu sudah keluar dari ruangan rawat Bisma.Pasca pertemuannya dengan Januar tadi, Fahri sebenarnya ingin sekali memberi Januar pelajaran atas perlakuannya terhadap Rindu. Namun sayang dia tak mungkin melakukan hal itu di hadapan Bisma yang sedang sakit.Saat ini Fahri dan Rindu sedang berbincang di dalam ruangan rawat Yanti. Azam baru saja tertidur karena waktu yang memang sudah larut.Fahri terpaksa berbohong pada Azzura agar diizinkan untuk pergi ke Indonesia karena lelaki itu terlalu mengkhawatirkan kondisi Rindu.Sekarang, semua sudah aman.Fahri bisa lebih tenang. Itulah sebabnya dia harus lekas kembali ke Singapura."Sudah tidak apa-apa. Semuanya sudah terjadi. Besok sebelum berangkat ke Singapur, ada baiknya kamu tem
Setelah insiden yang terjadi di Basemen rumah sakit dua hari yang lalu, kini Bisma sudah mendapat perawatan intensif pasca operasi akibat perut kirinya yang tertembus timah panas oleh Surya.Sementara Surya sendiri dinyatakan meninggal di lokasi kejadian saat Bisma berhasil melawan dengan balik menembak Surya. Tembakan Bisma tepat mengenai jantung Surya, itulah sebabnya Surya langsung menghembuskan nyawanya detik itu juga.Setidaknya, kini Rindu bisa bernapas lega setelah memastikan Romy dibekuk oleh polisi dan mendapat hukuman atas tindakannya yang telah berani kabur dari penjara. Romy dijatuhi hukuman pidana seumur hidup atas tindakannya tersebut.Rindu yang merasa berhutang budi pada Bisma kini harus membagi waktu yang dimilikinya untuk menjaga Yanti dan Bisma secara bergantian.Untungnya, ruangan rawat Bisma dengan Yanti tidak terlalu jauh, jadi Rindu bisa bulak-balik kapan pun dirinya mau.Pagi itu, sehabis mengantar Azam ke sekolah
"Hai, Rindu? Apa kabar?" Tanya seorang lelaki yang mengantri di belakang Rindu saat wanita itu hendak membayar di kasir minimarket.Rindu pun menoleh dan terkejut, meski setelahnya sebuah senyuman lebar mengembang di wajah cantiknya. "Bisma?" Pekik Rindu tak percaya. Sebab sepengetahuannya, Bisma sudah kembali ke Kalimantan."Kamu sejak kapan di Jakarta?" Tanya Rindu saat kini dirinya dan Bisma sudah keluar dari minimarket. Mereka hendak berjalan menuju ruang rawat Yanti."Sudah dari satu minggu yang lalu,""Oh begitu, kenapa tidak memberi kabar?" Tanya Rindu lagi."Maaf, aku sibuk dengan pekerjaan dan harus merawat Ibuku juga yang sedang sakit," Bisma jadi terkekeh, merasa tidak enak. Meski alasan utama seorang Bisma kembali ke Jakarta karena selain harus merawat Ibunya yang sedang sakit, namun Bisma juga ingin mengetahui lebih lanjut hubungan yang terjalin antara Rindu dan Fahri sejauh ini.Jika memang pada kenyataannya Rindu d
Apakah sampai detik ini ada orang yang mampu menjawab tentang pertanyaan, mengapa waktu berlalu begitu cepat saat kita merasa bahagia dan sebaliknya, mengapa waktu seakan berlalu begitu lambat saat kita melaluinya dalam duka dan penderitaan?Seperti halnya yang kini dialami seorang Fahri.Orang tua mana yang tidak terluka saat mengetahui anaknya sakit?Terlebih, jika sang anak yang baru berusia enam tahun itu didiagnosis Leukimia atau Kanker Darah.Bagai disambar petir, anak yang begitu cantik dan pintar harus menanggung kesakitan di usianya yang masih kecil.Sesungguhnya Fahri begitu terpukul seolah dia merasakan sakit yang kini harus di derita sang anak selama menjalani proses pengobatan dan kemoterapi atas penyakitnya.Dokter mengatakan, pengambilan sumsum tulang belakang yang baru saja dijalani oleh Azzura saat ini memang rasanya sangat menyakitkan.Tapi, melihat semangat Azzura untuk sembuh, mengubur semua kesedihan
Hari ini, Fahri dan Rindu sudah packing hendak berangkat untuk persiapan mereka berangkat ke Singapura.Seluruh barang bawaan sudah dikemas rapi di dalam koper.Fahri sedang mengajak Azzura menemui Oma dan Opanya untuk berpamitan sementara Rindu menunggu kepulangan Fahri di hotel bersama Azam dan Yanti.Azam yang saat itu terus saja ngambek karena tak ingin ikut ke Singapura.Rindu dengan sabar berusaha memberi pengertian pada Azam."Memangnya kenapa sih Azam kok nggak mau banget ikut Mama dan Papah ke Singapura? Kan di sana nanti Azam bisa jalan-jalan sama Nenek. Kita naik pesawat kayak waktu itu," ucap Rindu yang sejak tadi sibuk merayu Azam yang terus cemberut.Azam tak menyahut. Bibirnya mengerucut dengan kedua tangan yang bersidekap di depan dada."Masalah sekolah, Mama sudah bilang ke Ibu Guru Azam dan mereka sudah memberi izin, jadi Azam nggak perlu takut dimarahi. Sekarang semua sudah serba canggih. Azam bisa tet