Ini hari pertama pasangan Fahri dan Adelia menempati kediaman mereka di Jakarta sepulang mereka berbulan madu dari Swiss.
Sebuah rumah mewah nan megah yang didominasi dinding kaca dengan halaman super luas dan kolam renang big size di taman belakang yang merupakan peninggalan ke dua orang tua Fahri sebelum Pak Hendrawan dan Nyonya Heni memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di kampung halaman Pak Hendrawan di Surabaya.
Hari ini Fahri sudah harus masuk kantor karena pagi ini akan ada rapat penting bersama dewan direksi dan beberapa Relasi Bisnis dari perusahaan asing untuk membahas kerjasama demi memperluas cakupan jaringan Bisnis perusahaannya yang hendak dia kembangkan di luar negeri.
Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi Fahri sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya yang membuat dirinya terlihat semakin gagah dan tampan.
Sejak kecil, Fahri memang sudah terbiasa bangun pagi dan kebiasaan itu diteruskannya hingga besar. Itulah sebabnya Fahri tumbuh menjadi sosok lelaki dengan intensitas kedisiplinan yang tinggi dan semua hal itu jelas tak lepas dari peran penting ajaran ke dua orang tuanya selama ini.
Pak Hendrawan memang sangat disiplin mendidik Fahri.
Lelaki itu bilang bahwa semua orang sukses berawal dari usahanya melawan hawa nafsu terhadap rasa malas untuk bangun di pagi hari. Jika seseorang ingin sukses, maka dia harus senantiasa konsisten untuk memulai aktifitasnya di pagi hari dengan penuh semangat.
Bagi Pak Hendrawan maupun Fahri, menerapkan kedisiplinan dalam setiap sendi kehidupan itu penting.
Terlebih dengan posisi mereka sebagai pemimpin di perusahaan.
Jika bos-bos lain meremehkan waktu untuk berangkat ke kantor karena merasa perusahaan itu milik mereka sehingga bisa seenak jidat datang kapan saja, lain halnya dengan Pak Hendrawan dan Fahri sendiri.
Selama ini, walau mereka adalah pemilik perusahaan, namun mereka tak pernah terlambat untuk datang ke kantor.
Mereka memposisikan diri mereka sama seperti karyawan mereka sendiri dengan menerapkan jam masuk kantor sebagai jadwal tetap yang harus mereka ikuti dan patuhi.
Itulah sebabnya Fahri tidak mau dirinya sampai datang terlambat ke kantor pagi ini, terlebih ini adalah hari pertamanya memimpin di kantor cabang baru Jakarta.
"Good morning, beibz..." ucap Adelia yang tampak menggeliat di atas tempat tidur. Adelia merapatkan selimut menutupi tubuhnya yang polos setelah pergumulan panjangnya semalam bersama sang suami. Dilihatnya Fahri sedang berdiri di depan cermin di lemari.
Suaminya itu sudah rapi dan wangi.
"Morning, honey..." sahut Fahri dengan senyuman tipis yang tetap memperlihatkan sebuah lekukan kecil di pipinya.
Adelia menatap sang suami dari tempat tidur.
Sejak tadi Fahri masih berkutat dengan dasi yang tak juga benar dia gunakan.
Entah kenapa, memasang dasi menjadi satu-satunya kelemahan Fahri sejak dulu.
Bahkan hal itu sudah berulang kali dia pelajari dari Ibunya, tapi tetap saja dia tidak bisa memasang dasi dengan baik dan benar.
Merasa gemas melihat kebodohan Fahri dalam memakai dasi, Adelia pun bangkit dari tempat tidur dengan melilitkan selimut menutupi tubuhnya.
"Sini," ditariknya tubuh sang suami agar berbalik menghadapnya. "Pakai beginian aja nggak bisa!"
Fahri hanya terkekeh.
Tatapannya intens menatap ke wajah Adel yang serius memakaikannya dasi.
"Kamu seksi banget sih Del kalau baru bangun tidur begini?" goda Fahri pada istrinya. Sekelebat bayangan antara dirinya dengan Adel saat mereka bercinta tadi malam hadir begitu saja dalam benak Fahri membuat sang junior di bawah sana tiba-tiba berkedut. Apalagi melihat Adelia yang kini hanya berbalut selimut tanpa mengenakan apapun lagi dibaliknya. Pikiran kotor Fahri pun muncul tanpa mampu dia cegah.
Adelia mencebikkan bibir. "Nggak usah gombal, masih pagi!" sewotnya dengan wajah cemberut.
Selesai memakaikan dasi suaminya Adelia hendak beranjak ke kamar mandi tapi tubuhnya sudah lebih dulu ditarik Fahri ke dalam pelukan.
Adelia sontak menjerit terlebih ketika Fahri langsung menghujaninya dengan ciuman panas tepat dibibirnya.
"Hm, Fahri! Aku belum gosok gigi!" elaknya saat itu.
"Emang kenapa? Nggak masalah kok," balas Fahri yang hendak kembali mencium bibir istrinya namun lagi-lagi Adelia mengelak.
"Nanti kamu terlambat,"
Fahri masih memeluk Adelia dan menatap lekat wajah cantik istrinya.
"Sebentar Del, please. Nanti malamkan kita nggak bisa tidur bareng karena kamu harus ke Bandung," Fahri memelas.
Adelia terdiam sesaat dan baru ingat kalau besok dia memang ada pekerjaan di Bandung dan harus berangkat sore ini bersama asisten pribadinya, itu artinya nanti malam mereka memang tidak akan bertemu.
"Oke, just kiss," ancam Adelia.
Fahri tersenyum dan langsung melumat bibir istrinya dengan sebuah ciuman panas yang panjang.
"Beb, nanti aku pinjam mobil kamu ya buat ke tempat pemotretan," pinta Adel ketika mereka selesai berciuman.
"Di garasi masih ada mobil lain, kamu bisa pilih yang kamu mau," beritahu Fahri.
"Nggak ah, aku maunya pakai mobil kamu," rengek Adel manja.
"Yaudah, kuncinya ada di dalam lemari. Biar nanti aku pakai mobil lain," balas Fahri yang memang selalu mengalah pada istrinya.
Adel terlonjak girang seraya mengucapkan terima kasih dan mengecup pipi suaminya sebelum dia beranjak ke kamar mandi.
Pagi itu, Adel mengantar kepergian Fahri sampai di depan teras.
Fahri berangkat ke kantor menyetir mobil sendiri karena Fahri memang tak pernah mau memakai jasa supir pribadi selama ini. Dia merasa lebih nyaman berkendara sendiri tanpa seorang supir sama halnya dengan Adel.
Di tengah perjalanan, mobil mewah yang dikendarai Fahri mogok.
Ada kemungkinan karena mobil ini sudah terlalu lama nganggur dan tidak terpakai di garasi.
Bisa jadi, akinya yang bermasalah atau oli mesinnya yang menggumpal.
Setelah berhasil menghubungi orang bengkel dan mobilnya di angkut pihak bengkel, Fahri memutuskan untuk berangkat menggunakan taksi.
Perjalanan menuju kantor cabang baru itu cukup lama karena jalanan yang macet.
Fahri tahu dirinya akan terlambat, tapi untungnya begitu dia sampai, kedatangannya langsung disambut oleh dua orang security yang sudah ditugaskan manager di kantor tersebut untuk mengantar Fahri menuju ruangan Direktur utama.
Dikawal dua security Fahri pun berjalan sesuai arah yang diinstruksikan sang petugas keamanan itu.
"Silahkan Pak," ucap salah satu security mempersilahkan Fahri untuk memasuki lift khusus direktur utama.
Setelah ke tiganya memasuki lift dan saat pintu lift hampir tertutup, seorang perempuan berkemeja pink tiba-tiba memencet tombol lift dari luar dan kembali membuka pintu lift itu.
Tanpa basa-basi, perempuan itu masuk ke dalam lift dan berdiri tepat di sisi Fahri.
Ke dua security yang tadi mengawal Fahri saling lirik-lirikkan bingung sekaligus takut.
Mereka yakin kalau perempuan ini pasti karyawati baru yang tidak tahu kalau lift yang dia masuki itu khusus digunakan hanya untuk direktur utama di kantor ini saja karena hal semacam ini memang sudah pernah terjadi sebelumnya.
Sayangnya jika dulu Pak Hendrawan bisa mentolerir kejadian tersebut, tapi bagaimana dengan Pak Fahri?
Beliau baru masuk hari ini dan belum ada satu karyawan pun yang mengetahui perangai aslinya.
Apa lebih baik dari Pak Hendrawan yang terkenal tegas dan sangat disiplin, atau bisa jadi lebih kejam?
Entahlah!
Dua security itu hanya bisa mengira-ngira dalam hati dan berharap si nona cantik berseragam pink yang kini santai berdiri di sisi Fahri, nasibnya akan baik-baik saja setelah ini.
"Eh Mas, bos baru udah datang belum?" tanya perempuan itu tiba-tiba pada Fahri.
Security yang berdiri dibelakang mereka langsung melotot kaget.
"Masnya terlambat juga ya? Kalau gitu, samaan kita. Saya juga terlambat nih, kira-kira bos barunya galak nggak yah?" ucap perempuan itu lagi.
Salah satu security hendak bicara tapi suara Fahri sudah lebih dulu terdengar.
"Kamu kenapa terlambat?" tanya Fahri pada perempuan itu.
"Gara-gara suami saya Mas, rese! Saya nggak boleh pakai-pakaian ketat katanya ke kantor. Coba lihat deh, emang menurut Mas, pakaian saya seksi banget apa? Nggakkan? Mau berangkat kerja jadi ribut dulu deh," oceh perempuan itu yang malah curhat.
Pandangan Fahri menyisir dari mulai ujung kepala hingga ujung kaki si perempuan yang berdiri di sampingnya itu.
Jika dikatakan seksi, mungkin tidak karena pakaian yang dikenakan perempuan itu cukup tertutup. Bahkan roknya pun tidak terlalu pendek. Sayangnya, bentuk tubuh wanita itulah yang justru membuat apapun pakaian yang dia kenakan terkesan seksi di mata lelaki.
"Mas sendiri kenapa terlambat?" tanya perempuan itu balik.
"Mobil saya mogok," jawab Fahri singkat.
Perempuan itu hanya manggut-manggut sambil ber-oh panjang.
"Btw, Mas ini baru ya di sini? Kok saya baru lihat sih?" tanya perempuan itu lagi. "Kenalin Mas, nama saya Rindu,"
"Saya Fahri," ucap Fahri seraya menyambut uluran tangan wanita bernama Rindu itu. "Saya orang baru di sini," lanjutnya lagi.
"Kebetulan kalau gitu, saya juga baru kok di sini. Saya sekretarisnya Bos baru di sini Mas, siapa ya nama bosnya kemarin? Saya lupa," perempuan bernama Rindu itu tampak berpikir.
Dua security di belakang mereka tampak menepuk jidat, frustasi dengan kepolosan sang karyawati baru itu.
Fahri membetulkan sejenak dasinya, diam-diam menahan senyum. Merasa geli dengan apa yang terjadi di dalam lift saat ini.
"Oh iya Mas, saya inget, nama bosnya itu kalau nggak salah Fah..." ri...
Rindu menahan kalimatnya. Terdiam sejenak dengan wajah terkejut hingga ke dua bola matanya yang bulat semakin membesar.
Astaga!
Pekiknya dalam hati.
Dia baru sadar kalau dia sudah melakukan kesalahan fatal.
Tak lama setelah itu, pintu lift terbuka, pertanda mereka sudah sampai di tempat tujuan.
"Selamat Pagi. Selamat datang, Pak Fahri. Selamat bergabung bersama kami di Pt. He-Market Trijaya TBK cabang Jakarta Baru," sambut seluruh karyawan yang sudah berkumpul di depan lift khusus direktur utama.
Suasana penyambutan kian canggung ketika para karyawan itu mendapati sosok lain yang keluar bersama Fahri dari pintu lift.
Dari ekspresinya mereka tampak terkejut.
Tak berbeda jauh dengan Rindu.
Rindu yang terus saja mengutuki kebodohannya begitu tahu kalau Mas-mas yang berada di lift bersamanya tadi adalah bosnya sendiri.
Aduh! Mati aku, jadi lelaki itu Fahri? Direktur utama di kantor ini?
Keluh batin Rindu sambil berjalan menunduk ke arah kubikel kerjanya.
Tatapan Pak Sultan yang horror sukses membuat kaki Rindu lemas.
Beberapa karyawan tampak bersalaman dengan Fahri dan saling memperkenalkan diri.
Sementara beberapa karyawati yang berada di belakang justru terpaku menatap sosok Fahri yang sukses menghipnotis mereka.
Pesona yang menguar dari dalam diri Fahri seolah memancarkan kharisma tersendiri bagi siapapun kaum hawa yang menatapnya.
Belum lagi senyumannya yang menawan dengan hiasan lesung pipi manis di sisi kiri pipinya.
Finally, Fahri memang selalu sukses mencuri perhatian banyak pihak termasuk para karyawan dan karyawati di kantornya sendiri.
Dan satu-satunya manusia yang tidak tertarik untuk menatap ketampanan Fahri saat itu, hanyalah Rindu.
Entah kesialan apalagi yang akan menanti dirinya pagi ini, Rindu tidak tahu.
Yang bisa dia lakukan saat ini hanyalah pasrah.
Pasrah menerima nasib atas kebodohan yang telah dia lakukan tanpa dia sadari.
"Rindu, kamu dipanggil ke dalam sama Pak Fahri," beritahu Pak Sultan yang baru saja keluar dari ruangan direktur utama.
Rindu mengangguk patuh.
Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, Rindu pun bangkit dari kursi kerjanya dan mulai berjalan ke arah ruangan sang direktur.
Entah kenapa, dia merasa tungkai kakinya saat itu lemas.
Kepalanya yang mendadak pening.
Dan perutnya mual.
"Jadi kamu sekretaris baru disini?" tanya Fahri pada Rindu yang kini duduk dihadapannya."Iya, Pak," Rindu mengangguk tanpa berani menatap Fahri. Kepala perempuan itu terus saja menunduk bahkan sejak pertama kali dirinya memasuki ruangan sang direktur.Fahri masih menatap Rindu.Entah kenapa, sepertinya wajah Rindu tidak begitu asing meski dia sendiri pun tidak tahu sebenarnya apakah dia pernah bertemu dengan Rindu sebelum hari ini?"Sudah menikah?" tanya Fahri lagi."Sudah Pak," Rindu kembali mengangguk.Fahri ikutan mengangguk. Sekelebat ingatan tentang kejadian di lift tadi kembali berputar dikepalanya, membuat lelaki itu tersenyum.Fahri berpikir, pasti saat ini Rindu malu sekali karena telah salah mengira orang. Itulah sebabnya, sejak tadi dia terus saja menunduk t
Malam itu Rindu tidak bisa tidur. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam namun sang suami tak kunjung pulang. Bahkan setelah percakapan anehnya di telepon dengan seorang wanita yang memakai nomor ponsel suaminya, selepas maghrib tadi, membuat hati Rindu semakin dibuat gelisah. Bagaimana tidak, jika ponsel suami kita tiba-tiba saja dipegang oleh seorang wanita tak dikenal, istri manapun pasti langsung curiga, tak terkecuali Rindu. Setelah puas mundar-mandir seperti setrikaan di teras kontrakan menunggu kepulangan Albani, Rindu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan membenamkan tubuhnya di balik selimut di ruang tamu. Padahal di luar tidak hujan, tapi entah kenapa Rindu merasa tubuhnya menggigil. Beberapa menit berlalu, kelopak mata Rindu sudah terpejam, namun suara deritan pintu yang terbuka membuat Rindu kembali terjaga. Saat Rindu membuka mata, didapatinya keadaan kontrakan begitu gelap. Apa iya mati lampu? Piki
Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota. Rencananya malam ini Adel akan pulang. Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani. Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya. Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas. Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya. Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak ma
Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu m
Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Rindu, ke ruangan saya sekarang," panggil Fahri siang itu.Ini hari ke sepuluh setelah dua manusia itu bekerja tanpa bertegur sapa di kantor.Rindu menyudahi aktifitas makan siangnya dan buru-buru melaksanakan perintah.Setelah merapikan sedikit penampilannya, Rindu pun masuk ke ruangan sang atasan.Dilihatnya Fahri tampil sempurna seperti biasa. Rapi dengan jas dan dasi yang selalu serasi dengan warna jas yang dia pakai.Meski saat itu, wajah Fahri tampak lelah dan tidak bersemangat."Ada apa, Pak?" tanya Rindu begitu dirinya sudah menghadap."Kamu sudah makan siang?" tanya Fahri seraya menutup layar laptop di meja kerjanya."Sudah, tapi belum habis," jawab Rindu dengan kejujuran penuh."Bawa bekal?" tanya Fahri lagi.Rindu mengangguk, "Iya Pak,""Mau temani saya makan siang?"Kali ini, Rindu jadi tertegun.*****Tak memiliki alasan, Rindu pun menyanggupi a
Ini weekend, harusnya Rindu bisa bangun lebih siang namun dia tak melakukan hal itu.Kemarin Rindu baru saja menerima gaji pertamanya bekerja di perusahaan Fahri. Semua hutang sudah dia cicil dan untungnya masih tersisa uang yang cukup untuk makan dan ongkos selama satu bulan ke depan.Pagi ini Rindu sengaja bangun pagi-pagi buta karena dia berniat untuk ke pasar.Rindu hendak menyetok bahan-bahan mentah yang bisa diolah untuk makanan satu minggu ke depan.Saat itu Rindu hendak bangun namun tangan Albani malah menariknya kembali ke pelukan."Mas? Apaan sih?" ucap Rindu sedikit meronta."Mau kemana? Masih pagi, kamukan libur hari ini. Dingin banget, peluk aku dulu," rengek Albani manja."Yaudah kalau dingin pakai baju," perintah Rindu dengan nada sewot. Dia hendak bangkit lagi tapi Albani semakin kencang memeluknya."Maaaasss, aku mau ke pasar," ujar Rindu yang mencoba melepaskan diri.Albani membuka mat
Rindu baru saja membeli setengah dari rincian belanjaan yang sudah dia catat dari rumah, tapi kepalanya mendadak pening diikuti rasa nyeri di area perut.Karena sakitnya tidak tertahankan, Rindu pun memilih untuk menyudahi acara belanjanya dan beranjak keluar dari pasar untuk mencari tempat duduk.Untung halte yang tak jauh dari pasar tampak sepi, Rindu pun beristirahat di sana. Dia duduk di bangku besi panjang yang terdapat di halte tersebut.Dengan wajah meringis Rindu meremas perutnya yang semakin lama semakin nyeri.Beberapa menit beristirahat Rindu merasa lebih baik hingga akhirnya dia berniat untuk segera pulang.Naasnya, begitu Rindu berdiri, dia merasakan darah segar mengalir deras di sela-sela pahanya dan turun ke kaki.Rindu panik hingga membuatnya berteriak meminta pertolongan.Hingga setelahnya, seorang lelaki berpakaian rapi tampak keluar dari mobil mewahnya yang kebetulan sedang melintas di area pasar tepat