Kehadiran Rindu di kantor cabang baru itu mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak yang kebanyakan berasal dari kubu kaum adam.
Kecantikan Rindu seolah mengguncang seluruh divisi bagian di dalam kantor untuk mencari tahu siapa karyawati baru yang beruntung karena bisa menempati posisi paling diminati berbagai pihak yakni sebagai sekretaris dari Direktur utama mereka, yang konon katanya kini beralih tangan kepada anak si pemilik perusahaan.
Seorang lelaki tampan bergelar sarjana Master lulusan salah satu Universitas terkemuka di USA.
"Wah, kalau sekretarisnya model begitu sih, udah pasti jadi simpenannya Pak Hendrawan," celetuk salah satu karyawati di divisi perencanaan. Sesekali dia melirik Rindu yang sibuk di kubikel kerjanya.
"Sayangnya punya Pak Hendrawan udah meletoy kali nggak bisa lurus dan tegak lagi," sahut karyawati lain yang disambut dengan cekikikan geli.
"Heh, kerja-kerja! Ngerumpi mulu!" sentak seorang lelaki yang tiba-tiba saja datang.
Beberapa karyawati yang sedang asik berghibah itupun bubar dan langsung duduk manis di kubikel kerja masing-masing karena tak ingin terkena semprot sang manager.
Sultan, adalah manager di kantor cabang baru tersebut. Dia yang telah menempatkan Rindu pada posisi sekretaris saat pertama kali dia bersitatap dengan Rindu beberapa minggu yang lalu ketika proses interview berlangsung.
Sultan yakin, pilihannya kali ini tepat.
Pasti, anak Pak Hendrawan akan memujinya karena dia pintar mencari sekretaris yang pastinya sesuai dengan selera kebanyakan bos-bos besar yang suka dengan barang bagus.
Rindu ini tambang emas bagi Sultan supaya posisinya bisa aman di kantor cabang baru ini mengingat persaingan kerja di sini sangatlah ketat. Kalau tidak pintar-pintar cari muka, bisa-bisa jabatannya turun level.
"Rindu, apa ada kesulitan sejauh ini?" tanya Sultan pada Rindu yang sedang sibuk bekerja. Lelaki itu berdiri di sisi kubikel meja kerja Rindu yang berada tepat di depan pintu ruangan Sang CEO.
"Oh, tidak Pak. Alhamdulillah semuanya bisa saya kerjakan dengan baik. Cuma perlu tanda tangan Pak Hendrawan saja," jawab Rindu dengan senyumnya yang membuat hati Sultan berkedut.
"Oh ya, saya lupa kasih tau kamu kalau Pak Hendrawan sudah mengalihkan kepengurusan dan kepemimpinan kantor cabang baru ini pada anaknya. Namanya Pak Fahri. Kemungkinan, beliau mulai masuk kantor lusa nanti karena sekarang dia masih di Swiss, bulan madu. Maklum pengantin baru," jelas Sultan.
Rindu hanya manggut-manggut.
"Nanti kalau Pak Fahri masuk, tolong penampilan kamu sedikit diubah ya? Jangan memakai kemeja longgar begini, roknya lebih pendek sedikit juga tidak apa-apa. Sebelumnya semua sekretaris Pak Hendrawan selalu rapi dalam berpenampilan. Daripada nanti Pak Fahri yang tegor kamu langsung, mendingan saya yang menjelaskan. Kamu bisa contoh penampilan karyawati lain di sini, nah seperti itu kurang lebihnya, mengerti Rindu?"
Rindu kembali menganggukkan kepala meski ragu.
Insiden tadi pagi cukup membuat dirinya dan sang suami hampir bertengkar hebat.
Dan semua itu karena masalah penampilan Rindu.
Albani tidak suka jika Rindu memakai pakaian terlalu ketat apalagi pendek. Itulah sebabnya Rindu kini memakai pakaian seadanya yang tidak terlalu memperlihatkan lekuk demi lekuk bentuk tubuhnya yang ramping dan tinggi semampai itu.
"Baiklah kalau begitu, saya akan kembali ke ruangan kerja saya. Kalau ada apa-apa, panggil saya saja ya? Jangan sungkan-sungkan," Sultan menepuk bahu Rindu sebelum lelaki itu pergi.
Sepeninggal Sultan, beberapa karyawati lain langsung berbisik-bisik tetangga.
"Kayaknya Pak Sultan ada apa-apa deh sama sekretaris barunya si Bos. Dasar perjaka tua ganjen," bisik Loli pada rekan samping kubikelnya.
Sudah menjadi rahasia umum jika sang manager memiliki reputasi buruk di kalangan karyawannya karena sering bersikap tak senonoh pada karyawati magang maupun baru. Hanya saja karena jabatannya yang lebih tinggi itu Sultan mampu menyumpal mulut para bawahannya dengan ancaman pemecatan jika sampai ada yang berani macam-macam. Itulah sebabnya sampai detik ini posisi Sultan tetap aman karena memang tak ada yang berani padanya terlebih saat Pak Hendrawan masih menjabat di sini, Sultan merupakan tangan kanan Pak Hendrawan hingga akhirnya, semakin menjadi-jadilah polah Sultan yang bejat itu di kantor.
"Btw, anaknya Pak Hendrawan yang mau gantiin posisinya Pak Hendrawan itu katanya orangnya ganteng? Beneran emang?" sahut Dina dari belakang.
"Ih, kudet banget sih lo, Din! Lo tahu nggak model cantik yang namanya Adelia Kartika Wibowo? Itukan istrinya Pak Fahri, mereka baru aja nikah beberapa minggu yang lalu. Lo bayangin aja, cewek cantik macam Adelia masa mau sama cowok jelek? Nggak usah jauh-jauh deh, Pak Hendrawan yang udah tua aja kharismanya masih kayak anak muda, apalagi anaknya yang masih fresh," timpal Loli dengan antusiasme yang tinggi.
"Sayang banget ya kalau gitu, coba kemarin gue yang gantiin posisi Feby, pasti sejahtera banget hidup gue bisa kerja bareng satu ruangan sama bos ganteng," kali ini Susi yang menyahut.
Loli langsung menoyor kepala Susi. "Mimpi lo ketinggian! Makanya lo sumpelin dulu tuh durian montong punya lo ke mulutnya Pak Sultan, hahaha..."
"Enak aja! Punya gue khusus buat my honey bunny sweety baby gue ya di rumah, no obral!"
Seketika, ruangan Divisi perencanaan yang berada di luar ruangan Direktur utama pun kembali ramai.
*****
Malam itu, Albani pulang dengan tampang kusut dan wajah lebam membiru setelah dia terlibat dalam aksi sebuah pencopetan di pasar.
Naas, Albani yang kebetulan saat itu hendak menangkap si pencopet justru malah menjadi tertuduh dan terlibat dalam aksi pencopetan itu.
Jadilah dia bulan-bulanan warga sekitar. Untungnya pihak berwajib cepat turun tangan hingga Albani berhasil diselamatkan.
Karena kejadian tersebut, KTP dan beberapa surat berharga miliknya yang dia butuhkan untuk melamar kerja di sita oleh petugas kepolisian sampai Albani benar-benar terbukti bukan salah satu komplotan si pencopet.
Jika diibaratkan pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. Jangankan mendapat pekerjaan, kini Albani justru tak bisa melanjutkan usahanya mencari pekerjaan.
"Loh, Mas? Muka kamu kenapa? Baju kamu juga, kok pada kotor begini? Kamu habis berantem?" tanya Rindu kebingungan mendapati keadaan sang suami malam itu.
Tanpa menunggu perintah, Rindu cekatan mengambil obat merah dan kapas serta air hangat di baskom kecil untuk mengobati luka-luka di wajah suaminya.
Albani menceritakan secara singkat kronologi kejadian yang dia alami hari itu.
Rindu merasa begitu prihatin akan nasib suaminya. Hingga dia pun kembali memberikan semangat agar Albani tidak bersedih lagi.
"Nanti kalau aku udah gajian, aku akan langsung tebus KTP dan surat-surat berharga kamu supaya kamu bisa cari kerja lagi, untuk sementara kamu istirahat aja dulu di rumah Mas," kata Rindu saat itu.
Albani tidak menjawab.
Selesai mandi dan berganti pakaian, lelaki itu langsung merebahkan diri di kamar. Bahkan dia tak menyahut ketika Rindu menawarinya makan.
Rindu hanya bisa termangu di ambang pintu kamar menatap punggung Albani yang terlelap.
Sepertinya, Albani memang benar-benar lelah.
Rindu tak ingin banyak bertanya lagi.
Malam itu, mereka tidur saling memunggungi.
Tanpa ada percakapan apapun.
*****
Pagi harinya, Rindu sudah siap dengan pakaian kantornya yang baru.
Pakaian yang lebih modis dari pakaian yang sebelumnya dia kenakan.
Kemeja pink ketat yang Rindu padu padankan dengan rok sepan pendek berwarna hitam.
Hari ini adalah hari penyambutan kedatangan sang Direktur baru, itulah sebabnya Rindu di tuntut untuk tampil sempurna oleh Pak Sultan hari ini.
"Mas, aku berangkat dulu ya?" pamit Rindu pada suaminya yang baru saja terbangun dari tidur.
Seperti biasa, Rindu pamit dengan sungkeman terlebih dahulu pads sang suami.
"Sarapannya udah aku siapin di dapur. Makan yang banyak, kayaknya kamu capek banget semalem. Lagian biar luka-luka kamu cepet sembuh juga," ujar Rindu saat itu.
Albani tidak bereaksi.
Perhatian lelaki itu tersita dengan penampilan Rindu yang tampak berbeda dari biasanya.
"Roknya nggak kependekan tuh?" sindir Albani saat Rindu sudah berjalan hendak keluar kamar.
Mendengar nada bicara Albani yang keras dan tajam, sontak Rindu menghentikan langkahnya di ambang pintu kamar.
Dia berbalik menatap Albani yang masih terduduk di kasur lantai.
"Hari ini direktur baru di tempatku bekerja datang, Mas. Ini permintaan managerku karena dia bilang, Pak Fahri nggak suka melihat pegawainya memakai pakaian longgar," jelas Rindu berusaha untuk tetap sabar.
Albani tersenyum kecut. "Modus banget sih bos kamu itu!" cibirnya dengan wajah setengah kesal. Albani berdiri dihadapan Rindu, masih dengan tatapannya yang penuh ketidaksukaan.
"Ganti pakaian kamu," perintahnya datar dan sinis.
"Tapi Mas," Rindu mengesah. Dia jadi serba salah.
Albani tidak menanggapi tapi malah ngeluyur pergi.
"Aku udah telat, aku mohon kali ini aja ya, izinin aku pakai pakaian ini ke kantor, inikan nggak terlalu pendek Mas, cuma di atas lutut sedikit..."
"RINDU! AKU INI SUAMI KAMU! AKU BILANG GANTI YA GANTI! KAMU ITU MAU KERJA, BUKAN MAU NGEJABLAY!"
Sayangnya, Rindu salah perkiraan.
Hardikkan Albani disertai ucapan kasarnya membuat Rindu tersinggung.
Perlahan tapi pasti, kelopak mata Rindu kian berkaca-kaca.
Sementara mood Albani yang memang sejak kemarin sedang dalam keadaan buruk justru membuatnya lepas kontrol hingga setelahnya, dia menyesali perkataannya sendiri.
Albani hendak meraih Rindu ke dalam pelukannya untuk meminta maaf tapi Rindu sudah lebih dulu mengelak.
Rindu berjalan ke arah lemari pakaian dan mengganti pakaiannya dengan pakaian biasa.
"Ndu, aku minta maaf!" Albani berjalan mengekor Rindu ke dapur.
Rindu yang langsung menyibukkan diri mencuci piring.
"Kamu nggak ke kantor?" ucap Albani lagi setelah permintaan maafnya tak juga mendapat sambutan dari Rindu.
"Ndu..." panggil Albani saat Rindu terus diam.
"Ini udah jam berapa? Nanti kamu telat ke kantor," Albani mencoba meraih tangan Rindu dan kali ini Rindu tidak mengelak.
Pipi wanita itu sudah banjir oleh air matanya sendiri.
"Aku berhenti kerja saja, Mas," ucap Rindu singkat.
Albani menarik napas dalam-dalam. "Yasudah kalau itu memang keputusan kamu,"
Saat itu, ke duanya kembali terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing.
Hingga saatnya, kedatangan sang pemilik kontrakan membuat lamunan keduanya buyar.
"Maaf, Mba Rindu dan Mas Albani, ini sudah lewat satu minggu jatuh tempo pembayaran kontrakan bulan ini, saya mau kalian membayarnya sekarang," ucap Ibu Mirna si pemilik kontrakan.
Albani berdiri dan mengajak Bu Mirna bicara tapi saat itu Rindu menyusul keluar dengan memberikan uang yang diminta Bu Mirna sebagai pelunas uang sewa kontrakan bulan ini.
"Itu uang siapa Ndu?" tanya Albani sepeninggal Bu Mirna.
"Aku pinjem sama temen kantorku. Janjinya sih gajian nanti aku ganti," sahut Rindu datar.
Albani meraih tangan Rindu dan menggenggamnya erat.
"Aku minta maaf, sekarang aku antar kamu ke kantor ya? Nanti aku pinjam motornya Bu Risma, kamu siap-siap ya?"
"Aku nggak mau di sama-samain kayak jablay lagi!" balas Rindu yang masih sakit hati dengan ucapan nyelekit Albani tadi.
"Akukan udah minta maaf... Sana gih siap-siap,"
Rindu menatap jam dinding cukup lama.
Waktu masuk kantornya tinggal tersisa lima belas menit lagi.
Alasan apa yang harus Rindu katakan nanti di depan Direktur Utamanya kalau dia sampai ketahuan datang terlambat?
Semuanya gara-gara Mas Bani!
Keluh Rindu dalam hati.
Ini hari pertama pasangan Fahri dan Adelia menempati kediaman mereka di Jakarta sepulang mereka berbulan madu dari Swiss.Sebuah rumah mewah nan megah yang didominasi dinding kaca dengan halaman super luas dan kolam renang big size di taman belakang yang merupakan peninggalan ke dua orang tua Fahri sebelum Pak Hendrawan dan Nyonya Heni memutuskan untuk menghabiskan masa tua mereka di kampung halaman Pak Hendrawan di Surabaya.Hari ini Fahri sudah harus masuk kantor karena pagi ini akan ada rapat penting bersama dewan direksi dan beberapa Relasi Bisnis dari perusahaan asing untuk membahas kerjasama demi memperluas cakupan jaringan Bisnis perusahaannya yang hendak dia kembangkan di luar negeri.Waktu masih menunjukkan pukul setengah enam pagi tapi Fahri sudah terlihat rapi dengan setelan kantornya yang membuat dirinya terlihat semakin gagah dan tampan.Sejak keci
"Jadi kamu sekretaris baru disini?" tanya Fahri pada Rindu yang kini duduk dihadapannya."Iya, Pak," Rindu mengangguk tanpa berani menatap Fahri. Kepala perempuan itu terus saja menunduk bahkan sejak pertama kali dirinya memasuki ruangan sang direktur.Fahri masih menatap Rindu.Entah kenapa, sepertinya wajah Rindu tidak begitu asing meski dia sendiri pun tidak tahu sebenarnya apakah dia pernah bertemu dengan Rindu sebelum hari ini?"Sudah menikah?" tanya Fahri lagi."Sudah Pak," Rindu kembali mengangguk.Fahri ikutan mengangguk. Sekelebat ingatan tentang kejadian di lift tadi kembali berputar dikepalanya, membuat lelaki itu tersenyum.Fahri berpikir, pasti saat ini Rindu malu sekali karena telah salah mengira orang. Itulah sebabnya, sejak tadi dia terus saja menunduk t
Malam itu Rindu tidak bisa tidur. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam namun sang suami tak kunjung pulang. Bahkan setelah percakapan anehnya di telepon dengan seorang wanita yang memakai nomor ponsel suaminya, selepas maghrib tadi, membuat hati Rindu semakin dibuat gelisah. Bagaimana tidak, jika ponsel suami kita tiba-tiba saja dipegang oleh seorang wanita tak dikenal, istri manapun pasti langsung curiga, tak terkecuali Rindu. Setelah puas mundar-mandir seperti setrikaan di teras kontrakan menunggu kepulangan Albani, Rindu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan membenamkan tubuhnya di balik selimut di ruang tamu. Padahal di luar tidak hujan, tapi entah kenapa Rindu merasa tubuhnya menggigil. Beberapa menit berlalu, kelopak mata Rindu sudah terpejam, namun suara deritan pintu yang terbuka membuat Rindu kembali terjaga. Saat Rindu membuka mata, didapatinya keadaan kontrakan begitu gelap. Apa iya mati lampu? Piki
Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota. Rencananya malam ini Adel akan pulang. Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani. Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya. Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas. Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya. Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak ma
Hari ini Rindu sengaja berdandan lebih menor dibanding hari biasanya. Bukan karena dia genit hanya saja Rindu tidak ingin Albani melihat wajahnya yang pucat karena kondisi tubuhnya yang terasa semakin memburuk.Hari ini Rindu harus menemani sang Bos untuk meeting dengan klien penting yang berasal dari luar negeri. Dia harus hadir sebab Rindu tak ingin mengecewakan Fahri terlebih membuat lelaki itu repot karena semua proposal penting untuk meeting Rindu yang menyimpannya."Mas, nanti kamu beli makan siang diluar aja dulu ya, aku cuma masak untuk sarapan aja Mas, nggak sempet," ucap Rindu beralasan padahal bukannya tidak sempat, hanya saja Rindu harus menyimpan energinya sampai dia meeting nanti. Rindu tak mau kejadian tempo hari saat dia tiba-tiba memuntahkan isi perutnya ke jas mahal Fahri terulang.Albani yang saat itu baru selesai menunaikan shalat shubuh hanya mengiyakan perkataan Rindu.Seperti biasa, Albani mengantar sang istri hingga Rindu m
Adel baru saja menyelesaikan sesi pemotretan dia hendak pulang meski rasanya enggan.Pertengkaran kecil yang terjadi antara dirinya dengan sang suami tadi malam membuat Adel jadi malas bertatap muka dengan Fahri."Del, ayo gue antar pulang," ajak seorang lelaki bertubuh tegap dengan gayanya yang maskulin.Lelaki itu duduk di sebelah Adel yang masih merapikan riasannya."Gue lagi males pulang, Mar," ucap Adel cepat."Loh? Kenapa? Lo berantem sama Fahri?" tanya lelaki bernama Damar itu.Adel mengesah. Dia menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. "Iya," jawabnya singkat dan tak bersemangat.Damar tertawa kecil. "Emang si Fahri kenapa lagi? Dia suruh lo pake hijab lagi?""Bukan,""Terus?"Adel menatap Damar. "Fahri larang gue untuk jadi model majalah dewasa,"Damar berdecak jengkel. "Sejak awal guekan udah bilang supaya lo pikir seribu kali untuk ambil keputusan menikah dalam waktu dekat,
"Rindu, ke ruangan saya sekarang," panggil Fahri siang itu.Ini hari ke sepuluh setelah dua manusia itu bekerja tanpa bertegur sapa di kantor.Rindu menyudahi aktifitas makan siangnya dan buru-buru melaksanakan perintah.Setelah merapikan sedikit penampilannya, Rindu pun masuk ke ruangan sang atasan.Dilihatnya Fahri tampil sempurna seperti biasa. Rapi dengan jas dan dasi yang selalu serasi dengan warna jas yang dia pakai.Meski saat itu, wajah Fahri tampak lelah dan tidak bersemangat."Ada apa, Pak?" tanya Rindu begitu dirinya sudah menghadap."Kamu sudah makan siang?" tanya Fahri seraya menutup layar laptop di meja kerjanya."Sudah, tapi belum habis," jawab Rindu dengan kejujuran penuh."Bawa bekal?" tanya Fahri lagi.Rindu mengangguk, "Iya Pak,""Mau temani saya makan siang?"Kali ini, Rindu jadi tertegun.*****Tak memiliki alasan, Rindu pun menyanggupi a
Ini weekend, harusnya Rindu bisa bangun lebih siang namun dia tak melakukan hal itu.Kemarin Rindu baru saja menerima gaji pertamanya bekerja di perusahaan Fahri. Semua hutang sudah dia cicil dan untungnya masih tersisa uang yang cukup untuk makan dan ongkos selama satu bulan ke depan.Pagi ini Rindu sengaja bangun pagi-pagi buta karena dia berniat untuk ke pasar.Rindu hendak menyetok bahan-bahan mentah yang bisa diolah untuk makanan satu minggu ke depan.Saat itu Rindu hendak bangun namun tangan Albani malah menariknya kembali ke pelukan."Mas? Apaan sih?" ucap Rindu sedikit meronta."Mau kemana? Masih pagi, kamukan libur hari ini. Dingin banget, peluk aku dulu," rengek Albani manja."Yaudah kalau dingin pakai baju," perintah Rindu dengan nada sewot. Dia hendak bangkit lagi tapi Albani semakin kencang memeluknya."Maaaasss, aku mau ke pasar," ujar Rindu yang mencoba melepaskan diri.Albani membuka mat
"Bang, ada yang nyariin tuh di luar," ucap seorang lelaki berseragam pegawai minimarket pada rekan kerjanya yang bernama Albani."Siapa?" Tanya Albani yang saat itu sedang istirahat makan siang."Nggak tau, cewek, cantik pake hijab,"Kening Albani berkerut samar. Lelaki itu lekas menyudahi acara makan siangnya untuk segera menemui sang tamu.Dan Albani menjadi terkejut saat dia mengetahui siapa wanita yang dimaksud rekan kerjanya tadi.Dia Adel.Istri dari lelaki bernama Fahri Hendrawan.*****Enam jam berlalu, Albani sudah selesai bekerja dan berniat untuk mendatangi lokasi yang dijanjikan Adel tadi siang.Sebuah cafe elit di pusat kota Jakarta."Ada apa Mba?" Tanya Albani to the point begitu Adel menyuruhnya duduk.Mereka duduk berhadapan di salah satu meja di dalam cafe bernuansa cozy itu."Saya mau tanya, apa benar Rindu istri kamu itu seorang penulis?" Tanya Adel saat itu
Hari-hari berlalu.Musim berganti dengan cepat.Waktu berputar bagai anak panah yang melesat dari busurnya.Waktu tiga tahun yang Fahri dan Rindu lalui bersama dalam kesederhanaan nyatanya lebih membahagiakan ketimbang mereka harus hidup dengan bergelimang harta dan kemewahan.Fahri mengawali karirnya dengan bekerja sebagai salah satu karyawan HRD di sebuah perusahaan di Jakarta.Sementara Rindu kembali fokus menekuni dunia literasi.Sejauh ini Rindu sudah berhasil merampungkan lima belas karya yang kesemuanya adalah novel bertema drama rumah tangga.Nama Rindu kini sudah banyak dikenal orang banyak dan pundi-pundi rupiah pun mengalir tiada henti dari semua naskahnya yang laris di pasaran.Bahkan ada beberapa naskah Rindu yang sudah dilirik oleh produser film untuk diangkat menjadi film layar lebar.Berkat kegigihan dan kesabaran mereka, lambat laun, perekonomian mereka yang sulit pun membaik dan kini R
Semua dilakukan serba cepat.Prosesi pemakaman Azzura berlangsung khidmat.Azzura dikuburkan bersebelahan dengan makam sang Ibu, Adelia Kartika Wibowo.Saat itu, dari luar Fahri memang terlihat tegar bahkan tak ada satu tetes pun air matanya yang mengalir keluar.Dan hanya Rindu satu-satunya orang yang tahu bagaimana sejatinya perasaan sang suami saat ini.Sesungguhnya Fahri begitu rapuh.Bahkan sejak lelaki itu kembali ke Indonesia dengan membawa serta jenazah Azzura, Fahri tak sama sekali bicara. Lelaki itu diam membisu dalam duka yang menyelimuti hatinya.Kepergian Azzura benar-benar menjadi pukulan telak bagi Fahri yang membawa dirinya pada titik terendah kehidupan.Mungkin, jika tidak ada Rindu di sisinya, Fahri sendiri tidak tahu apakah dirinya masih bisa melanjutkan hidup atau tidak.Pemakaman selesai pagi itu.Awan mendung yang sudah menggelayuti langit Kota Jakarta sejak tadi malam seo
Fahri sampai di Singapura setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan.Lelaki itu harusnya beristirahat sejenak di apartemen, tapi dia tak melakukannya karena terlalu khawatir akan kondisi Azzura.Jadilah, sesampainya di Bandar Udara International Changi Singapura, Fahri langsung on the way menuju rumah sakit tempat Azzura menjalani kemo.Tak membutuhkan waktu lama untuk Fahri sampai di rumah sakit.Fahri kembali mengecek ponselnya sekali lagi saat telepon dan seluruh pesan yang dia kirimkan pada sang Papih dan Mamihnya tak kunjung ada jawaban.Mendadak, perasaan cemas menggelayuti hati Fahri.Fahri berjalan dengan langkah tergesa menuju lokasi di mana Azzura berada, namun dia tak mendapati sesiapapun di sana.Tak ada Azzura maupun kedua orang tuanya.Fahri bertanya pada suster rumah sakit dan lelaki itu terkejut bukan main saat sang suster mengatakan bahwa pasien bernama Azzura semalam mengalami kejang dan
"Maafkan aku Rindu. Mungkin karena aku kemarin sempat mengganti nomor, makanya aku terlambat mengetahui informasi tentang kaburnya Surya dan Romy dari kepolisian Kalimantan," ucap Fahri saat kini dirinya dan Rindu sudah keluar dari ruangan rawat Bisma.Pasca pertemuannya dengan Januar tadi, Fahri sebenarnya ingin sekali memberi Januar pelajaran atas perlakuannya terhadap Rindu. Namun sayang dia tak mungkin melakukan hal itu di hadapan Bisma yang sedang sakit.Saat ini Fahri dan Rindu sedang berbincang di dalam ruangan rawat Yanti. Azam baru saja tertidur karena waktu yang memang sudah larut.Fahri terpaksa berbohong pada Azzura agar diizinkan untuk pergi ke Indonesia karena lelaki itu terlalu mengkhawatirkan kondisi Rindu.Sekarang, semua sudah aman.Fahri bisa lebih tenang. Itulah sebabnya dia harus lekas kembali ke Singapura."Sudah tidak apa-apa. Semuanya sudah terjadi. Besok sebelum berangkat ke Singapur, ada baiknya kamu tem
Setelah insiden yang terjadi di Basemen rumah sakit dua hari yang lalu, kini Bisma sudah mendapat perawatan intensif pasca operasi akibat perut kirinya yang tertembus timah panas oleh Surya.Sementara Surya sendiri dinyatakan meninggal di lokasi kejadian saat Bisma berhasil melawan dengan balik menembak Surya. Tembakan Bisma tepat mengenai jantung Surya, itulah sebabnya Surya langsung menghembuskan nyawanya detik itu juga.Setidaknya, kini Rindu bisa bernapas lega setelah memastikan Romy dibekuk oleh polisi dan mendapat hukuman atas tindakannya yang telah berani kabur dari penjara. Romy dijatuhi hukuman pidana seumur hidup atas tindakannya tersebut.Rindu yang merasa berhutang budi pada Bisma kini harus membagi waktu yang dimilikinya untuk menjaga Yanti dan Bisma secara bergantian.Untungnya, ruangan rawat Bisma dengan Yanti tidak terlalu jauh, jadi Rindu bisa bulak-balik kapan pun dirinya mau.Pagi itu, sehabis mengantar Azam ke sekolah
"Hai, Rindu? Apa kabar?" Tanya seorang lelaki yang mengantri di belakang Rindu saat wanita itu hendak membayar di kasir minimarket.Rindu pun menoleh dan terkejut, meski setelahnya sebuah senyuman lebar mengembang di wajah cantiknya. "Bisma?" Pekik Rindu tak percaya. Sebab sepengetahuannya, Bisma sudah kembali ke Kalimantan."Kamu sejak kapan di Jakarta?" Tanya Rindu saat kini dirinya dan Bisma sudah keluar dari minimarket. Mereka hendak berjalan menuju ruang rawat Yanti."Sudah dari satu minggu yang lalu,""Oh begitu, kenapa tidak memberi kabar?" Tanya Rindu lagi."Maaf, aku sibuk dengan pekerjaan dan harus merawat Ibuku juga yang sedang sakit," Bisma jadi terkekeh, merasa tidak enak. Meski alasan utama seorang Bisma kembali ke Jakarta karena selain harus merawat Ibunya yang sedang sakit, namun Bisma juga ingin mengetahui lebih lanjut hubungan yang terjalin antara Rindu dan Fahri sejauh ini.Jika memang pada kenyataannya Rindu d
Apakah sampai detik ini ada orang yang mampu menjawab tentang pertanyaan, mengapa waktu berlalu begitu cepat saat kita merasa bahagia dan sebaliknya, mengapa waktu seakan berlalu begitu lambat saat kita melaluinya dalam duka dan penderitaan?Seperti halnya yang kini dialami seorang Fahri.Orang tua mana yang tidak terluka saat mengetahui anaknya sakit?Terlebih, jika sang anak yang baru berusia enam tahun itu didiagnosis Leukimia atau Kanker Darah.Bagai disambar petir, anak yang begitu cantik dan pintar harus menanggung kesakitan di usianya yang masih kecil.Sesungguhnya Fahri begitu terpukul seolah dia merasakan sakit yang kini harus di derita sang anak selama menjalani proses pengobatan dan kemoterapi atas penyakitnya.Dokter mengatakan, pengambilan sumsum tulang belakang yang baru saja dijalani oleh Azzura saat ini memang rasanya sangat menyakitkan.Tapi, melihat semangat Azzura untuk sembuh, mengubur semua kesedihan
Hari ini, Fahri dan Rindu sudah packing hendak berangkat untuk persiapan mereka berangkat ke Singapura.Seluruh barang bawaan sudah dikemas rapi di dalam koper.Fahri sedang mengajak Azzura menemui Oma dan Opanya untuk berpamitan sementara Rindu menunggu kepulangan Fahri di hotel bersama Azam dan Yanti.Azam yang saat itu terus saja ngambek karena tak ingin ikut ke Singapura.Rindu dengan sabar berusaha memberi pengertian pada Azam."Memangnya kenapa sih Azam kok nggak mau banget ikut Mama dan Papah ke Singapura? Kan di sana nanti Azam bisa jalan-jalan sama Nenek. Kita naik pesawat kayak waktu itu," ucap Rindu yang sejak tadi sibuk merayu Azam yang terus cemberut.Azam tak menyahut. Bibirnya mengerucut dengan kedua tangan yang bersidekap di depan dada."Masalah sekolah, Mama sudah bilang ke Ibu Guru Azam dan mereka sudah memberi izin, jadi Azam nggak perlu takut dimarahi. Sekarang semua sudah serba canggih. Azam bisa tet