"Resepsi kita dipastikan."Gayatri menjadi lemas, " Kalau itu aku sudah tau, Mas. Tadi Mama menelpon.""Sepertinya kamu ghak suka." "Bukannya ghak suka, Mas. Aku malah sedih."Rendra meraih tangan Gayatri. Lalu mendudukkkan Gayatri di pangkuannnya. "Maksudnya?""Aku malu, Mas," ucapnya, "ghak salah Prayogi yang tidak membawa anak-anaknya di pernikahan mereka. Mungkin mereka juga malu menikah dengan diketahui punya anak sebesar itu." Gayatri beranjak turun, namun Rendra malah merengkuhnya dan menghujaninya dengan ciuman."Emang kamu ghak malu apa, resepsi di gedung dengan janda. Anaknya sudah besar-besar pula."Rendra terkekeh. "Kenapa juga pusingkan pendapat orang. Yang penting aku mendapatkan kamu. Dan mereka adalah bagian dari kebahagiaanku. Mereka akan mengiringi kita dengan menggandeng kita ke pelaminan," hayal Rendra tentang resepsinya."Bagaimana dengan teman-temanmu?"Rendra mencium kembali Gayatri. "Sayang,... buang pikiran tentang pendapat orang apa. Yang penting keluarga k
"Di sini aja ya?" Gayatri menunjuk stan makanan."Ya,.. padahal yang tadi kelihatannya yang enak, Bund. Itu makanan kesukaan Galing," sesal Galing."Yang penting kita makan, Ling," sahut Galuh."Di sini tahu campurnya yang enak." Rendra menata kursi untuk Gayatri."Wah, kalau itu sih aku juga suka, Kak." Wajah Galing berbinar. Dia memang penikmat makanan."Kalau aku sih sembarang, Kak. Yang penting makan. Makanan apapun itu," sahut Galuh."Memang kamu kalau makan ghak terlalu bingung, Luh. Paling juga sedikit. Kamu kan emang ghak penikmat kuliner, beda dengan Galing." Gayatri sudah menempati tempat duduk yang tadi disiapin Rendra."Kamu mau juga tahu campur, Say?"Gayatri mengangguk. Rendra memanggil pelayan dan memesan menu. Lalu menatap Gayatri lekad, "Bilang sama aku, kamu tadi kenapa?" Gayatri gelagapan. Wajahnya nampak tegang."Melihat hantu?" gurau Rendra."Siang begini mana ada hantu, Bund. Yang ada kuntilanak,"kelakar Galing."Yeah, nih tambah kuntilanak. Ghak serem, siang-s
Namun saat wanita berjilbab itu berbalik. Prayogi menelan kekecewaannya."Kok tumben datang ke sini, Mas? Bukannya di sana lebih enak?" tanya wanita itu, yang tak lain adalah Bu Rangga, tetangga sebelahnya.Prayogi hanya memandang sekilas ke arah wanita yang postur tubuhnya mirip dengan Gayatri itu. Dia dapat merasakan wanita itu telah menyindirnya." Sekarang saja kamu naik mobil terus," tambah Bu Rangga lagi. "sudah enak jadi orang kaya dadakan."Prayogi tersenyum datar. Kata-kata itu amat menyakitinya. Tapi memang tak salah jika wanita itu menilainya seperti itu. Prayogi kini memang merasakan enaknya menjadi orang kaya. Mau makan apa, mau jalan-jalan ke mana, melihat seisi dunia pun, kini dia bisa menikmatinya. Tidak hanya bergulat dengan debu jalanan seperti yang selama ini dia alami. Terlebih jika mau makan, dia harus mengintip isi dompetnya terlebih dahulu."Saya ghak tega melihat bunga mbak Gayatri layu, makanya saya menyiramnya. Kalau yang di belakang rumah, saya ghak mungkin
Tak kalah kagetnya dengan Galing, Galuh pun terperanjak."Ini bukannya Ayah, Ling? Coba kamu besarkan lagi.""Memang benar, Kak. Dia Ayah.""Sepertinya mereka telah kembali dari Amerika.""Iya, bener, Kak. Dan mereka makan di cafe mall itu.""Berarti,..." hampir bersamaan kedua anak yang selalu kompak itu mengucapkan kata-kata."Hantu itu benar ada, Kak.""Buset kamu, ngatain ayah kita dengan hantu.""Habisnya Bunda ketakutan banget.""Iya, kayak lihat hantu.""Wajar, Ling dia ketakutan. Kita aja diambil dari sana tanpa sepengetahuan Ayah. Bagaimana jika dia berusaha mengambil kita kembali? Bukankah istrinya itu berduit, mereka bisa melakukan apa saja yang mereka inginkan."Galing mendekati kakaknya. "Aku ghak mau, Kak, kalau kita pisah lagi dari Bunda. Kita sudah bisa melihat Bunda bahagia dengan Kak Rendra. Dan Kak Rendra sudah menyayangi kita seperti dia meyayangi anaknya sendiri, bahkan kita sudah seperti saudara saja. Aku ghak mau kehilangan mereka. Toh di tempat Ayah, istri mere
Resepsi pernikahan Gayatri dan Rendra akhirnya digelar setelah menunggu sebulan lebih antrian gedung terbaik di kota mereka. Rendra yang duluh paling ghak suka dengan adat Jawa, kini justru dia yang mengajukan konsep adat tersebut. Biar ghak kehilangan Jawanya, katanya. Bahkan dia menginginkan gebyok Jawa model lama untuk pesta pernikahannya."Rend kamu yakin pakai gebyok, sekarang sudah ghak banyak digunakan lho," kata Bu Ratna suatu hari."Bude takut mencoreng citra sanggar?" tanya Rendra melihat raut muka budenya yang berkerut."Untuk kalian bude tak takut seperti itu.""Aku mau lain daripada yang lain, Bude, yang tidak sering dipakai orang. Bude kan tau kalau kerjaanku ada hubungannya dengan lihat pelaminan. Bosen lihat model yang sama dengan yang dipakai orang." Rendra beralasan. Sebagai seorang penghulu dia memang sudah sering melihat orang menikah. Terlebih di bulan-bulan seperti ini.Gayatri bahkan mendukung keinginan Rendra yang sama dengan dirinya. Akhirnya Bu Ratna mengelua
"Kamu bawa pulang Gayatri, Rend," saran Artika cemas."Apa tadi makannya sulit?" Kali ini Garnis yang bingung."Sudahlah, jangan cemas, nanti biar di bawa pulang dan diperiksa dokter kita," kata Hadiwijaya melihat kedua sahabat itu memepertanyakan penyebab kondisi Gayatri."Sebentar, Mas. Biar saya telpon dokter keluarga kita yang rumahnya dekat dengan sini," kata Hariwijaya. Lalu mengambil handphonen dari sakunya dan menghubungi dokter yang dimaksud. Tak lama kemudian, pria itu sudah berbincang dengan dokter pribadinya."Bunda!" Galuh yang mengenakan jarit berlari kecil mendekat. Diiringi dengan Galing yang matanya sudah memburam."Bunda kenapa?" Galing begitu cemas. Diingatnya, kebahagiaan baru saja datang, kenapa dengan bundanya sekarang?"Bunda ghak kenapa-napa, Sayang. Jangan menangis," hibur Garnis dengan memeluk kedua cucunya.Bu Ratna yang datang, melonggarkan jilbab Gayatri.Rendra yang tidak sabar melihat kondisi Gayatri segera membopongnya keluar gedung. Geisha yang mengik
"Apa yang kamu bicarakan, Mita? Setelah semua apa yang kulakukan untukmu, kamu meragukanku?" Prayogi menatap lekat wanita yang tengah histeris dengan rambut acak-acakan di depannya"Tapi aku melihat sendiri kamu begitu terpesona melhatnya."Prayogi mendekat, memeluk erat Sasmita, membelainya dengan penuh perasaan. Dia kini telah tau bagaimana harus memperlakukan Sasmita. Dia hanya butuh perhatian dengan menyertakan belaian, serta kemampuan Prayogi dalam memuaskannya yang menjadikan Sasmita takluk kepadanya."Aku telah meninggalkan semuanya demi kamu. Jangan pernah meragukanku dengan kecurigaanmu. Apalagi demgan memata-mataiku."Diperlakukan dengan sedemikian, Sasmita menjadi takluk di dekapan Prayogi. Terlebih setelah itu Prayogi sudah memberinya kepuasan yang diinginkan Sasamita."Kamu seharusnya memberikan seorang anak untuk Prayogi," ucap Saskia saat Sasmita keluar dari kamar."Aku belum siap diganggu, Ma. Ada anak Prayogi yang sudah besar di sini saja aku merasa terganggu, apalag
"Bagaimana kabarmu setelah menjadi orang kaya?" tanya Bima ke Prayogi yang datang ke mes mereka. Minggu dia memang mengambil trayek tambahan setelah perginya Prayogi belum ada pengganti supir yang masuk. Di mes inilah duluh mereka tinggal saat tidak pulang ke rumah karena ada kerjaan tambahan atau karena nunggu hari libur seperti Prayogi yang rumahnya jauh dari pekerjaan."Dibilang enak, sih aku sekarang memang ghak kekurangan apapun. Tertapi hidup aku hampa banget. Apalagi sekarang aku ghak ada kerjaan. Rasanya makin suntuk saja.""Kamu sih, main api."Prayohi terkekeh, "Memang sih, awal-awal bersama Sasmita sepertinya hidup begitu indah. Gairahnya yang meluap soal tempat tidur, membuatku mabuk. Apalagi dia memanjakanku dengan uangnya. Ternyata menjalani kehidupan yang hanya seperti itu bosan juga. Aku rindu dipanggil ayah. Aku rindu masakan sederhana Gayatri yang kadang cuma sayur asem dan ikan asin, atau sambal terasi dengan tempe penyet," cetus Prayogi sambil merebahkan tubuhnya
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de