"Bagaimana kabarmu setelah menjadi orang kaya?" tanya Bima ke Prayogi yang datang ke mes mereka. Minggu dia memang mengambil trayek tambahan setelah perginya Prayogi belum ada pengganti supir yang masuk. Di mes inilah duluh mereka tinggal saat tidak pulang ke rumah karena ada kerjaan tambahan atau karena nunggu hari libur seperti Prayogi yang rumahnya jauh dari pekerjaan."Dibilang enak, sih aku sekarang memang ghak kekurangan apapun. Tertapi hidup aku hampa banget. Apalagi sekarang aku ghak ada kerjaan. Rasanya makin suntuk saja.""Kamu sih, main api."Prayohi terkekeh, "Memang sih, awal-awal bersama Sasmita sepertinya hidup begitu indah. Gairahnya yang meluap soal tempat tidur, membuatku mabuk. Apalagi dia memanjakanku dengan uangnya. Ternyata menjalani kehidupan yang hanya seperti itu bosan juga. Aku rindu dipanggil ayah. Aku rindu masakan sederhana Gayatri yang kadang cuma sayur asem dan ikan asin, atau sambal terasi dengan tempe penyet," cetus Prayogi sambil merebahkan tubuhnya
"Kenapa kamu kemari?" tanya Prayogi dengan lemas kembali ke dalam. Orang yang dipikirnya datang, ternyata orang lain."Kamu sampai malam tidak pulang, apa aku tidak cemas?""Aku bukan anak kecil, Mita, yang harus kamu cemaskan."Sasmita masuk dan menelisik rumah kecil Prayogi."Kamu baru mengenang kemesraanmu dengan Gayatri, Mas?""Kenapa sih kamu selalu menyebut dia di setiap masalah yang kita hadapi?"Sasmita sudah sampai di kamar Prayogi."Di sini aku bisa bayangkan kamu bermesraan dengannya, Mas." ucap Sasmita yang sudah merebahkan badannya. "kamar yang lumayan., kasurnya saja yang seperti batu."Prayogi hanya mendengus, lalu mengambil makanannya. Di saat dia makan, Sasmita sudah mendekatinya."Banyak sekali kamu beli nasinya, Mas. Kamu sepertinya menyiapkan untuk keluargamuApa kamu berharap mereka ke sini? Makan bersama kamu?" Sasmita mulai emosi setelah menghitung jumlah nasi bungkus yang ada di meja.Prayogi menjadi gelagapan dibuatnya. Dia memang sama sekali tidak mengira Sas
"Sayang, kamu sudah baikan?" tanya Rendra begitu melihat Gayatri yang sebentar sebentar makan.'Iya, lihat aja aku makan terus begini."Rendra mendekatinya, rebahan di kaki Gayatri yang tengah asik menggulir handphone-nya."Seharusnya kamu ghak boleh pegang handphone kalau ghak terpaksa. Ghak baik untuk anak kita di kandungan."Gayatri reflek menaruh handphone-nya. "Kenapa kasih taunya ghak kemarin kemarin, Mas. Tau gitu aku ghak main handphone,: sesalnya. Dia memang protek banget jika hamil. Bahkan semua kata orang tua dia turut. Ghak boleh makan setelah maghrib, ghak boleh makan pedas, ghak boleh bersiin ikan,,.. pokoknya apapun yang ghak boleh untuk ibu hamil, dia ghak akan lakuin."La kamunya aja da punya dua anak, masak aku yang kasih tau?""Duluh aku kan ghak pernah pegang handphone, Mas. Ini aja baru seneng-senengnya pakai handphone.""Heem. Aku malah lihat kamu sekarang suka selfi. Ganjen banget, aku jadi gemas nih," ucap Rendra sambil mendaratkan ciumannya di bibir Gayatri.
"Bu, apa yang terjadi?" Gayatri mendekat dan membimbing Bu Ratna yang terjatuh dari tempat tidurnya."Dadaku tiba-tiba terasa nyeri, Tri. Aku mau ambil air, ternyata aku malah jatuh."Gayatri duduk di sisi tempat tidur Bu Ratna. "Mana yang sakit, Bu?" tanya Gayatri yang melihat Bu Ratna kesakitan."Entahlah, Tri. Badanku rasanya sakit sekali. Dadaku terasa ghak enak. Untuk dipakai bernafas, susah."" Aku panggilkan dokter, Bu.""Iya, Tri. Makasih.""Galing, Galuh,..!" teriak Gayatri mendekati tangga. Kedua anaknya berlarian ke bawa."Bund, ada apa?" tanya Galuh."Tolong jaga Yangti. Yangti habis terjatuh dari tempat tidur. Bunda mau ambil handphone ke kamar sebentar. Mau menghubungi dokter.""Iya, Bund. Cepatlah. Kasihan Yangti, kesakitan." Galing sudah bingung melihat Bu Ratna yan memegangi dadanya.Gayatri segera ke kamarnya. Ditelponnya dokter pribadi Bu Ratna.Berkali kali ditelpon, masih tidak ada jawaban. Gayatri segera berlari ke kamar atas. Terlihat Rendra di mejanya sedang
"Asalamualaikum, Bunda!"Gayatri melihat ke arah datangnya suara. Kedua bua hatinya bersama Tanti sudah dia ambang pintu kamar tempat Bu Ratna dirawat. Wajah mereka tampak berseri. Mungkin karena sudah mandi sore. Sedangkan Gayatri sendiri juga tapak segar. Kebiasaannya jika suaminya mau pulang, dia sudah terlihat cantik saat menyongsongnya."Ini kenapa rombongan ke sini? Yang jaga rumah, siapa?" tanya Gayatri basa basi. "Ghak ada maling, Mbak. Ghak usah dijaga," ucap Tanti. Perumahan itu memang terkenal aman dari dahulu. Hanya saja memang ada Satpam yang sering berjaga di depan gerbang perumahan, khususnya yang perumahan elit."Sekolah kamu besuk?""Bunda lupa, Kak. kiat ka sudah libur, Bund,. habis ujian," kata Galing ."Kenapa Bunda lupa?" Gayatri jadi malu sendiri dengan kelupaannya tentang jadwal anaknya. Mungkin persoalannya dengan Rendra yang membuatnya tak mengingat itu. Gayatri memang merasakan hatinya suntuk. Ini tadi dia bahkan malas mandi dan malas dandan bila mengingat s
"Baiklah, Bu. Saya pulang dulu kalau gitu," pamit Gayatri."Iya, biar hati kamu juga lumer kalau nanti di rumah." Bu Ratna terkekeh. Terlebih melihat reaksi Gayatri.Gayatri memandang Bu Ratna dengan segan. Dia memang tidak mengira kalau Bu Ratna tau dia marah sama Rendra.Sepanjang jalan yang mereka lalui Gayatri hanya terdiam. Jarak yang tidak begitu jauh dari rumah sakit, hanya sebentar mereka sudah sampai di rumah. Gayatri langsung ke kamar merebahkan tubuhnya."Aku kasih minyak kayu putih ya?" tanya Rendra..."Ghak usah. Ghak perlu repot-repot." Jawaban Gayatri masih sengol."Sayang,.. jangan lama-lama dong ngambeknya. Kasihan anakmu nanti kalau ketularan juteknya."Gayatri hanya mendengus menanggapi ucapan Rendra.Rendra yang lupa, segera mencium bibir Gayatri seperti kebiasaannya saat duduk di hadapan tempat tidur Gayatri. Rasa mual yang dari tadi mengaduk-aduk perutnya, seketika membuncah. Gayatri segera turun dari tempat tidurnya, berlari ke wastafel. Rendra yang baru ingat
"Rend, kamu mau balik saja. Sini duluh," teriak Artika."Aku agak telat ini, Ma." Rendra terburu-buru."Makanya jangan nglembur terus!" sindir Artika yang melihat rambut anaknya. Rendra menjadi malu. Dia memang sampai kesiangan gara-gara kecanduan Gayatri setelah seminggu lebih hanya ganggur. Apalagi setelah pertengkaran kemarin. Rasanya semalaman hanya menghabiskan malam bersama Gayatri masihlah kurang."Mama mau ngrunding acara selamatan kehamilan Gayatri.""Ma, ini sudah kesiangan. Rendra manut saja. Rundingan sama Gayatri bagaimana baiknya." Rendra langsung beranjak pergi. Apalagi melihat Bu Ratna sepertinya sudah sehat."Ok, Ok. Sana kamu pergi. Emang kamu pegawai negri, beda kayak papamu yang waktunya bisa lebih longgar semaunya. Karena kerja di perusahaan sendiri." Artika akhirnya menyerah. Lalu menatap Gayatri yang juga menampakkan sikap segannya setelah Artika mencandai putranya. Untungnya anak-anak Gayatri ada di luar, keliling-keliling kompleks rumah sakit."Aku tadi dian
"Ayu, nanti agak sore adikmu datang sama Nadin. Dia ingin membahas konsep pernikahannya dengan kamu." Pagi-pagi, Garnis sudah menelpon Gayatri yang masih di kamar. Rendra yang kebetulan libur karena hari Minggu, masih betah di belakang punggungnya yang menguping sambil tiduran.Gayatri kemudian menekan loos speaker. Walau begitu Rendra masih menempelkan tubuhnya di punggung Gayatri. Sampai Gayatri sering mengibasnya dengan sikunya."Jadi bener nih, Ma, ghak ada acara lamarannya?"Terdengar Garnis terkekeh, "Ya, ada dong, Yu. Cuma jaraknya ghak jauh sebelum nikahnya. Katanya keluarga kita juga sama saja, kok." Garnis terkekeh."Maksudnya?" Gayatri tak habis pikir dengan jalan pikiran Geisha.."Mama kurang paham apa maunya dua anak itu. Mungkin juga untuk lamarannya juga kali yang mereka ingin bahas sama kamu. Mereka sepertinya ribet banget maunya. Tapi mereka ghak ingin merepotkan kami, sekaligus tak ingin merepotkan diri, makanya pakai saja jasa kamu." Gayatri sekarang memang ber
"Melamar siapa?" Galing yang masih mengucek matanya bertanya.Prayogi dan Galuh tertawa."Sana, cuci muka sana duluh, biar sadar. Ini sudah Subuh, kita sholat bareng," ucap Galuh dengan melihat adiknya yang masih mengantuk."Nanti sore Ayah jemput kalian. Kita melamar Tante Neysa.""Alhamdulillah!" ucap Galing dengan penuh gembira.Kegembiraan itu pun terpancar di wajah mereka saat mereka menyampaikan hal itu ke Gayatri dan Rendra."Alhamdulillah!" ucap Rendra dan Gayatri juga bersamaan.Setelah melihat handphone-nya yang dipegang Galing sesuai dengan serlok yang yang dikirim Neysa. Prayogi dan anaknya pun sampai di rumah gedung itu."Anak kami hanya tiga. dan Neysa adalah yang pertama. Bagaimana kami tak mengadakan pesta mewah di gedung jika ini adalah pernikahan yang pertama di keluarga kami?" ucap Nindi, ibunya Neysa."Tapi lihatlah saya, Bu. Saya sudah berusia 37 tahun dan beranak dua yang sudah remaja begini. Apa pantas saya duduk di pelamianan megah?""Sekarang ghak zaman orang
Dengan tatap mata yang menyelidik kemudian Galuh melihat ke arah kancing baju yang dikancing secara tidak benar itu. Mungkin karena tergesa hinggah yang seharusnya di atas malah di bawanya., Galuh kemudian berpindah menatap ayahnya yang kini tengah di sampingnya."Ayah, jelaskan apa yang telah Ayah lakukan dengan wanita yang nyata-nyata bukan istri Ayah?" tanya Galuh dengan mata bulat menahan marah. Di bibir ayahnya masih terlihat ada lipstik yang menempel."Maksud kamu apa, Luh?" tanya Prayogi bingung Dia memang tidak menyadari dengan pertanyaan Galuh. Hanya Neysa yang kemudian melihat apa yang dilihat di bibir Prayogi. Dia sebentar memejamkan matanya merasa dihakimi oleh Galuh, demikian juga dengan Galing yang juga menatapnya dengan tatap penuh selidik. Ternyata punya anak tiri besar, bikin bingung juga, ya, bathin Neysa dengan gelisah melihat dirinya yang begitu disegani di perusahaanya, kini dihakimi oleh dua orang bocah."Apa Ayah melakukan hal yang sama seperti yang pernah Ayah
"Kok sepi ya, Ling? Mana Ayah? Lalu itu mobil siapa?" ucap Galuh begitu melihat rumah ayahnya yang terlibat lenggang. Dia yang datang dengan dibonceng Galing segera turun menapaki pelataran rumah ayahnya yang nampak asri dengan terdengar kicau burung. Prayogi dari duluh memang menyukai burung. Hinggah kini burung peliharaannya tak sekedar di halaman belakang rumahnya seperti duluh, tapi juga di depan rumahnya sudah ada burung yang berkicau, menyambut tamu dengan mengucap, 'Assalamualaikum!"Galing terkekeh " Tuh, Kakak sudah disapa sama saudara Kakak.""Ih, dasar burung kurang ajar, kita aja belum mengucap salam kamu duluan yang mengucap salam. Nyindir ya?" sungutnya."Ih, Kakak, malah bertengkar sama burung. Sudah bagus dia mengucap salam, ghak kasih tai ke muka Kakak.""Kamu juga," dengan sewot Galuh masih menelisik dengan hati-hati. Jangan-jangan ada seorang wanita berada di dalam bersama ayahnya. Sebagai gadis yang sudah dewasa, dia juga mengerti dan takut ada apa-apa ayahnya de
Kekhawatiran Rendra terbukti. Anaknya itu tidak mau lepas dari Nara. Demikian juga dengan Nara. Hinggah Rendra dan Gayatri harus membohongi mereka."Kapan-kapan kita balik ke sini, Radit. Radit kan tau, Yangkung lagi sakit. Papa harus segera ke sana untuk mengelola perusahaan Yangkung," bujuk Gayatri. "Tapi bener-bener jani lho, BUnd," ucapnya dengan masih terisak."PYa, Bunda janji bakal suruh papamu aak kamu kalau lagi ke sini." Hinggah akhirnya anaknya itu dengan masih menangis mau juga pergi.Kepulangan Gayatri dan Rendra yang taramat ditunggu oleh Hadiwijaya, akhirnya terjadi juga.Syukurlah kamu sudah bisa ke sini, Rend," ucap Hadiwijaya begitu malam-malam mereka datang ke rumahnya."Bagaimana keadaan Papa?" tanya Rendra kemudian. "Berkat kamu nginepi di sini beberapa hari, Papa langsung sembuh. Lihatlah, papa sudah bisa bicara normal. Jalan pun bisa dengan tongkat. Kapan hari malah ghak angung-bangun." ucap Hadiwijaya gembira. Termasuk orang yang kini tengah berdiri di dala
"Ada apa, Yah? Bukannya tadi kita sudah ngobrol di telpon? Dibilangi Galuh baik-baik saja dan menikmati libuaran di sini, kok," ucap Galuh setelah mendengar suara ayahnya mengucap salam dan dia menjawabnya."Iya, ini sebetulnya aku ada perlu sama Bunda. Kapan Bunda mau balik ke Gresik? Ada orang yang mau memakai jasa EO kalian," ucap Prayogi dengan ragu-ragu."Kenapa kok ghak telpon Bunda sendiri, Yah? Biasanya kan Ayah suka ngobrol sama Bunda?""Ghak apa-apa sih. Memangnya kapan kalian pulang?""Lusa kayaknya, Yah.""Baiklah. Nanti kalau kalian sudah tiba di rumah saja, Ayah akan pastikan kapan bisa ketemu dengan teman Ayah.""Baiklah, Yah. Sayang Ayah selalu.""Sayang Kakak juga."Galuh kemudian kembali meneruskan tujuannya, ke Naya."Assalamualaikum, Tante!" Galuh mengetuk pintu. Agak lama, baru pintu dibuka."Mbak Galuh. Ada apa kok malam-malam ke sini? itu adik sudah tidur. Tadi sudah dibujuk sama Mas rendra juga Mbak Gayatri untuk ke rumah saja, tapi masih tidak mau.""Ghak a
"Bagaimana ini, Mas, anak-anak kita kok ghak mau pisah?" tanya Gayatri bingung dengan keakraban Raditya dan Nara.Gayatri yang mengajak Raditya untuk tidur bersama mereka,masih tidak diperdulikan Raditya. Anak itu masih kerasan di kamar berukuran 5x5m yang merupakan mess pegawai yang tidak pulang."Radit, besok lusa kita sudah harus pulang, Nak," ujar Gayatri memberi pengertian. "sekarang kamu harus terbiasa tidur dengan Bunda dan Papa kembali."" Aku ghak ingin pisah sama, Nala, Bund," kata Raditya sudah berurai air mata." Di sini rumah Nara, Dit. Sedangkan rumah kita di sana. Terlebih sebentar lagi Raditya harus sudah masuk sekolah," bujuk Rendra."Iya, Nara juga sekolah, Radit. Kalian akan bertemu lagi saat liburan tiba," ucap Naya juga.Kedua anak itu masih sesenggukan menangis."Habis ini Papa kan sering bolak balik sini, jadi Papa pasti ajak Raditya juga."" Mas yakin sudah bisa meninggalkan tempat ini?" tanya Gayatri kemudian."Beberapa hari ini sudah aku siapkan semuanya, Say
"Lupakan aku, Gi," selintas Prayogi teringat kata-kata yang baru saja dia dengar pagi tadi dari pembicaraan telponnya dengan Gayatri. Apa benar aku harus melupakannya dan mengosongkan ruang hatiku untuk orang lain? guman Prayogi. Bagaimanapun aku lelaki normal, benar Neysa. Aku merasa kesepian dan membutuhkan kehangatan seorang wanita. Selama ini aku hanya melampiaskan dengan menghayalkan bisa bersama dengan Gayatri. Dan itu tidaklah nyata, bahkan menyakitkan. Aku hanya bisa sendiri. Dan tetap kedinginan jika malam mencekam."Kita bisa mulai dengan salin mengenal. Aku jamin, kamu tidak akan pernah merasa kecewa jika denganku." Kembali Neysa mengungkapkan isi hatinya."Kamu baru kali ini mengenalku, bagaimana kamu begitu yakin mengatakan ini?""Aku sudah begitu banyak mengenalmu. Aku mengikutimu di setiap sosmedmu. Terlebih aku sudah tertarik sejak kamu bersama Samita.""Apa?" ucap Prayogi spontan. Prayogi lalu menatap wanita cantik dan menarik di sampingnya. Semuanya sempurna untuk se
"Lho, kenapa balik lagi, Mas?" tanya Gayatri kaget begitu mendapati Rendra sudah di belakangnya."Laptopku ketinggalan. E, bisa-biasnya!" guman Rendra. "aku sampai tidak melihatnya sama sekali sejak kamu ada di sini.""Nyalahkan aku di sini? Apa aku balik saja ke Jawa?""Sayang!" Rendra sudah mendekat dengan mendaratkan ciumannya di leher Gayatri.Gayatri tergeliak dengan menperdengarkan suara lenguhan manakala lehernya diexpos oleh Rendra. "Pergi sana, udah mau kerja, ada aja yang kamu lakuin. Geli tau!"Rendra malah memeluknya dan mendaratkan ciuman terakhirnya di bibir Gayatri, "Tunggu nanti lagi ya, kalau aku pulang.""Ogah. Kamu sih, sukanya."Kembali tanpa sadar Gayatri belum mematikan telponnya. Prayogi yang di sebrang sana, memejamkan matanya dengan mata yang mengaca."Semua ini adalah hukuman bagiku. Bahkan sekarang pun, aku malah ihlas dijadikan yang kedua olehnya," rutuk Prayogi pada dirinya. Tidak kurang dar rekan bisnisnya yang menyodorkan gadis padanya. Wanita karier yan
Gayatri lalu menutupnya setelah mengirim WA. Kemudian dengan segera menghabus WA itu setelah tanda biru yang artinya sudah dibaca. Dengan langkah cepat dia kemudian ke kamar mandi dan mandi bersama Rendra seperti ajakan suaminya itu, dan seperti kebiasaan mereka sebelum terjadi pertengkaran."Siapa yang telpon, Say?" "Hanya salah orang kali, Mas. ngomong ghak jelas," ucap Gayatri dengan tak enak hati membohongi Rendra. Namun dia merasa tak ada pilihan. Bagaimana jadinya jika Rendra justru mengetahui kalau yang terlpon adalah Prayogi, akan jadi buntut panjang dan mungkin juga pertengkaran yang akan merusak suasana mereka. Bagaimanapun sikap Rendra telah berubah kapan hari saat bertemu dengan Prayogi, dia tak ingin menimbulkan masalah baru. Dia juga sudah berusaha melupakan rasa yang kapan hari timbul kembali saat bersama Prayogi. Rasa itu harus pergi. Tak Layak bagi Rendra mendapatkan hatinya yang terbelah. Diam -diam Gayatri menyesali perasaanya yang sempat terbagi itu terlebih de