"Asalamualaikum, Bunda!"Gayatri melihat ke arah datangnya suara. Kedua bua hatinya bersama Tanti sudah dia ambang pintu kamar tempat Bu Ratna dirawat. Wajah mereka tampak berseri. Mungkin karena sudah mandi sore. Sedangkan Gayatri sendiri juga tapak segar. Kebiasaannya jika suaminya mau pulang, dia sudah terlihat cantik saat menyongsongnya."Ini kenapa rombongan ke sini? Yang jaga rumah, siapa?" tanya Gayatri basa basi. "Ghak ada maling, Mbak. Ghak usah dijaga," ucap Tanti. Perumahan itu memang terkenal aman dari dahulu. Hanya saja memang ada Satpam yang sering berjaga di depan gerbang perumahan, khususnya yang perumahan elit."Sekolah kamu besuk?""Bunda lupa, Kak. kiat ka sudah libur, Bund,. habis ujian," kata Galing ."Kenapa Bunda lupa?" Gayatri jadi malu sendiri dengan kelupaannya tentang jadwal anaknya. Mungkin persoalannya dengan Rendra yang membuatnya tak mengingat itu. Gayatri memang merasakan hatinya suntuk. Ini tadi dia bahkan malas mandi dan malas dandan bila mengingat s
"Baiklah, Bu. Saya pulang dulu kalau gitu," pamit Gayatri."Iya, biar hati kamu juga lumer kalau nanti di rumah." Bu Ratna terkekeh. Terlebih melihat reaksi Gayatri.Gayatri memandang Bu Ratna dengan segan. Dia memang tidak mengira kalau Bu Ratna tau dia marah sama Rendra.Sepanjang jalan yang mereka lalui Gayatri hanya terdiam. Jarak yang tidak begitu jauh dari rumah sakit, hanya sebentar mereka sudah sampai di rumah. Gayatri langsung ke kamar merebahkan tubuhnya."Aku kasih minyak kayu putih ya?" tanya Rendra..."Ghak usah. Ghak perlu repot-repot." Jawaban Gayatri masih sengol."Sayang,.. jangan lama-lama dong ngambeknya. Kasihan anakmu nanti kalau ketularan juteknya."Gayatri hanya mendengus menanggapi ucapan Rendra.Rendra yang lupa, segera mencium bibir Gayatri seperti kebiasaannya saat duduk di hadapan tempat tidur Gayatri. Rasa mual yang dari tadi mengaduk-aduk perutnya, seketika membuncah. Gayatri segera turun dari tempat tidurnya, berlari ke wastafel. Rendra yang baru ingat
"Rend, kamu mau balik saja. Sini duluh," teriak Artika."Aku agak telat ini, Ma." Rendra terburu-buru."Makanya jangan nglembur terus!" sindir Artika yang melihat rambut anaknya. Rendra menjadi malu. Dia memang sampai kesiangan gara-gara kecanduan Gayatri setelah seminggu lebih hanya ganggur. Apalagi setelah pertengkaran kemarin. Rasanya semalaman hanya menghabiskan malam bersama Gayatri masihlah kurang."Mama mau ngrunding acara selamatan kehamilan Gayatri.""Ma, ini sudah kesiangan. Rendra manut saja. Rundingan sama Gayatri bagaimana baiknya." Rendra langsung beranjak pergi. Apalagi melihat Bu Ratna sepertinya sudah sehat."Ok, Ok. Sana kamu pergi. Emang kamu pegawai negri, beda kayak papamu yang waktunya bisa lebih longgar semaunya. Karena kerja di perusahaan sendiri." Artika akhirnya menyerah. Lalu menatap Gayatri yang juga menampakkan sikap segannya setelah Artika mencandai putranya. Untungnya anak-anak Gayatri ada di luar, keliling-keliling kompleks rumah sakit."Aku tadi dian
"Ayu, nanti agak sore adikmu datang sama Nadin. Dia ingin membahas konsep pernikahannya dengan kamu." Pagi-pagi, Garnis sudah menelpon Gayatri yang masih di kamar. Rendra yang kebetulan libur karena hari Minggu, masih betah di belakang punggungnya yang menguping sambil tiduran.Gayatri kemudian menekan loos speaker. Walau begitu Rendra masih menempelkan tubuhnya di punggung Gayatri. Sampai Gayatri sering mengibasnya dengan sikunya."Jadi bener nih, Ma, ghak ada acara lamarannya?"Terdengar Garnis terkekeh, "Ya, ada dong, Yu. Cuma jaraknya ghak jauh sebelum nikahnya. Katanya keluarga kita juga sama saja, kok." Garnis terkekeh."Maksudnya?" Gayatri tak habis pikir dengan jalan pikiran Geisha.."Mama kurang paham apa maunya dua anak itu. Mungkin juga untuk lamarannya juga kali yang mereka ingin bahas sama kamu. Mereka sepertinya ribet banget maunya. Tapi mereka ghak ingin merepotkan kami, sekaligus tak ingin merepotkan diri, makanya pakai saja jasa kamu." Gayatri sekarang memang ber
Galuh sudah meletakkan handphone-nya dengan tangis yang tak lagi bisa dibendungnya. Gayatri mendekat dan memeluk anak gadisnya itu dengan sayang. Seolah dia melihat penderitaan yang sama yang pernah dia rasakan sebelumnya."Kenapa kamu tak memberi dai kesempatan untuk menjelaskannya?""Kalau yang namanya pria, di mana saja, sama, Bund. Kelihatannya baik, tapi di belakang kita, nertawain kita yang seolah-olah menjadi wanita bodoh. Bunda sendiri pernah mengalaminya, bukan?""Jangan kausamakan semua pria seperti ayahmu, Luh. Setiap orang berbeda.""Ujung-ujungnya juga sama, Bund.""Tenang, Luh. Tenangkan hatimu duluh. Jangan gegabah mengambil keputusan.""Aku bosan melihat penghianatan, Bund." Kembali Galuh terisak. Gayatri segera memeluknya. Dalam diam Gayatri merasakan kepedihan. Ternyata apa yang dialaminya telah membilurkan luka juga di hati putrinya. Ketakutan akan mengalami yang sama, kecurigaan yang sama.Gayatri tidak jadi mengatakan apa yangi ngin dia sampaikan untuk Galuh. Usa
Raksa sudah mulai menyanyikan lagu Bidadari Surga di sesi foto-foto. Lagu pertama yang dipilih Gheisha untuk mengiirngi foto mereka. Untuk pertama, kedua mempelai bersama kedua orang tua, Hadiwijaya dan Hariwijaya beserta nyonyanya berfoto. Disusul keluarga Gayatri yang berseragam sama dengan keluarga Hariwijaya. Baru keluarga besar Hariwijaya.Seluruh jajaran pengusaha yang hadir berfoto satu-satu mencandai mereka. Hadiwijaya dan Hariwijaya beserta nyonyanya.Galuh yang setelah sesi foto kembali ke bandnya, hendak menemani Raksa dicegat seseorang."Apa khabar, Nak?"Galuh tercengang. Orang yang selama ini seperti telah menghilang dari kehidupan mereka telah ada di depannya. Sebagai anak, kerinduan itu begitu bergayut di pelupuk matanya. Ditatapnya kembali pria tinggi besar berbaju batik yang kini nampak tampan dengan kulitnya yang kini bersih. Namun sekejab, kerinduan itu lenyap setelah pertengkaran demi pertengkaran, juga tiap kejadian yang ada kini terlukis dengan jelasnya di ing
"Perhatian! Seluruh yang hadir dimohon tidak meninggalkan tempat. Ada laporan kalau di sini ada yang memakai narkoba. Jadi kami mengadakan penyelidikan." Dengan speaker terdengar suara seorang Polisi sedang menginformasikan sesuatu."Ada apa ini, Yah?" Galing yang sudah menerima kartu pemberian ayahnya, memandang ayahnya kebingungan. Apalagi setelah itu kemudian segerombol orang berseragam Polisi masuk."Yah, ini ada apa?" Kembali Galing bertanya dengan ketakutan memegangi tangan ayahnya."Kamu tenang, Ling. Tidak ada apa-apa. Kalau kamu merasa tak bersalah, kenapa kamu takut. Mereka hanya seorang Polisi yang menangkap orang yang bersalah. Kalau kita tak melakukan apa-apa, kita tak perlu takut." Prayogi merangkul pundak anaknya. Hinggah Sasmita datang dan membuat Galing tak enak hati."Anak kamu sudah besar, tapi sama Polisi saja takut." Sasmita melengos melihat Gaing yang memang kelihatan ketakutan.Prayogi menghela nafas panjang melihat kelakuan istrinya kepada anaknya."Jangan kamu
"Jangan bergerak!""Lepaskan saya, Pak. Saya harus menolong istri saya. Saya tidak mungkin melakukan ini. Pasti ada orang yang menjebak saya." Rendra berusaha melepaskan diri dari seorang Polisi yang memborgol dia.Seluruh keluarganya berhamburan mendekatinya. Tak terkecuali dengan Galing yang tadi berada di samping Prayogi. Prayogi kemudian membuntuti anaknya. Sementara Sasmita hanya tersenyum menyaksikan apa yang terjadi di depan matanya sambil mengajak kedua orantuanya pulang, walau mereka tak mau, dan ikut ke tempat di mana Gayatri sedang pingsan. Mereka tak berani mendekat, karena perasaan yang sudah tak lagi akrab dengan keluarganya, terlebih Garnis yang bahkan selalu meghindar jika mereka dekati. Hanya Gayatri yang justru masih baik pada mereka. Bahkan tadi sempat mengejaknya ngobrol."Pak, saya yakin ini hanya jebakan. Anda harus menyelidikinya dengan benar. Selama ini menantu saya orang bersih. Tidak mungkin menyimpan barang haram di sakunya." Hadiwijaya menjelaskan."Anakn