Rendra yang masih mengetuk pintu kos Gayatri kemudian memberanikan diri membuka. “Mbak!” panggilnya begitu melihat Gayatri yang hanya menangis diantara tumpukan kardusnya.“Mbak, bicara,.. di mana anak-anak?” tanya Rendra begitu melihat kamar juga terlihat lenggang. Tak ada celotehan kedua anak Gayatri itu.“Mereka telah membawanya pergi.”“Mereka siapa?”"Prayogi telah membawa mereka."“Astaghfirllah. Tapi bagaimana bisa, bukankah mereka bukan anak kecil lagi yang bisa di bawa begitu saja?”Gayatri lalu menguraikan tuduhan yang membuatnya kalah untuk mempertahankan anaknya.“Ayo, mbak saya bawa ke rumah Bude. Nanti kita akan cari jalan untuk membawa mereka kembali.” kata Rendra lalu membawa barang-barang Gayatri ke mobilnya. Sementara Gayatri hanya diam termangu. Airmatanya tak berhenti mengalir. Kesusahan apapun dia sanggup menghadapinya. Namun tidak untuk kehilangan kedua buah hatinya yang selama ini membuat dirinya bertahan dari segala kesulitan apapun.“Kenapa hanya sendiri, Tr
“Apa? Kamu ghak salah, melamar aku di saat kondisi seperti ini?”“Aku ghak salah, Mbak. Masa iddah mbak kan sudah lewat.” Rendra nyengir.“Itu ghak lucu, Mas. Bagaimana aku memikirkan pernikahan disaat anak-anakku saja belum kembali.”“Kita bikin saja anak baru.”“Bercandanya jangan kelewatan, Rend.” sahut bu Ratna. “Kamu jelaskan yang sebenarnya ke Gayatri.”“Saya malu, Bude,… mengatakannya.”“Kamu bilang saja, Rend.” desak bu Ratna.Gayatri kebingungan dengan kelakuan dua orang di depannya.“Kamu dinilai maaf, miskin, hinggah tak mungkin bisa menjamin masa depan anakmu. Sementara keluarga barunya memiliki kemampuan untuk itu. Karena itu aku menawarkan pernikahan. Agar kamu memiliki keluarga yang bisa menjamin anak-anakmu tidak hidup dalam kekurangan.”“Apa kamu menyadari jika kita menikah, tuduhan selingkuh itu malah membuat kita makin terbukti.”“Rumah ini sama Exel dilengkapi cctv. Ternyata yang menaruh penyadap itu orang yang menyamar menjadi petugas yang katanya melihat ada ben
Gayatri mengambil air wudhu di belakang. Dia hendak mengerjakan sholat malam di mushola bu Ratna yang letaknya bersebelahan dengan ruang makan. Berkali kali dia ingin tidur namun dia belum bisa memejamkan matanya.“Apa maksud WA ini, Mbak?” suara bariton Rendra mengejutkan Gayatri yang segera menyambar mukena yang dibawanya untuk dijadikan kerudung. Dia pikir tidak ada orang lain hinggah dia meninggalkan jilbab seenaknya di kamar.“Maaf, saya tidak bisa menerima tawaran mas Rendra.” kata Gayatri tanpa berani menatap Rendra yang tengah menatapnya bulat-bulat. “Bagaimanapun pernikahan setelahnya akan membawa status mas Rendra menjadi duda. Dan saya tak ingin kamu berkorban sedemikian besar untuk saya.” “Aku mencintaimu, Mbak. Bukan hanya karena alasan ingin menolongmu. Aku mencintaimu. Aku telah lama mencintaimu.” ucap Rendra putus asa.“Aku hanya sisa orang, Mas. Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik dariku.”“Bagiku kamu masih suci, Mbak. Tak ada kata sisa dalam hidup aku. Hanya
“Assalamualaikum!”“Waalaikummussalam!” serentak semua menjawab.Rendra lalu menyalami semua yang hadir, kecuali Garnis yang diajaknya tersenyum.“Ayo, duduk semua. Jangan hanya berdiri saja.” kata bu Ratna yang telah menyiapkan karpet dengan hantaran berbagai macam makanan khas daerahnya. Tanti yang wira wiri juga berbaju rapi dengan berjilbab. Tidak asal baju seperti biasanya. Ternyata semuanya telah diatur, pikir Gayatri yang masih memandang Rendra dengan tak percaya. Rendra bahkan kini terlihat acuh di depannya.“Ceritanya, papa sama om Bimantara ini teman karib waktu SMA. Kami juga berbisnis sama-sama. Kami bermaksud menjodohkan anak kami. Ternyata anaknya yang pertama perempuan. Lalu lahir kamu, tapi Bima baru punya anak laki-laki setelah kamu sudah bisa bicara. Jadinya kita nyerah ghak berlanjut.” Hadiwijaya mulai bercerita.“Kapan hari pas ke sini, baru tau kalau Rendra itu ternyata anaknya Bima.” kali ini Garnis yang menambahi.“Namanya juga jodoh tak ke mana, Had.” Bimanta
“Ck, ck,ck!” Resti berdecak melihat foto keluarga Rendra. “Sudah seperti keluarga kalian.”Gayatri yang ikut melihat menahan senyumnya. Itu foto yang sama dengan di galeri Galing. Foto mereka berempat saat keluar dari mall. Hanya saja, fotonya ada lagi, foto berdua Rendra dan Gayatri saat di pernikahan Raditya. Juga ada foto Gayatri sendirian di moment yang sama. Rupanya itu yang disuruh Rendra saat minta bantuan fotografer.Rendra melirik Gayatri yang masih menyimpan senyumnya. Wajahnya terlihat merah menahan malu.“Pantas kamu sering terlihat di balkom. Rupanya ini yang membuatmu krasan di lantai dua.” celetuk Gayatri yang disambut kekehan oleh Resti.“Bener-bener adikku jatuh cinta nih. Hati-hati kamu, Yu. Dia bakalan protec banget sama kamu. Biasanya gitu kalau orang yang gak gampang jatuh cinta.”“Keluar, keluar!” usir Rendra. *****Sudah lebih dua minggu. Gayatri tak pernah tak memandangi handphone putra putrinya dan menggulir galeri mereka. Dia juga mencemask
.“Cincin siapa yang melingkar di jari manismu, Tri?”Gayatri melengos. “Apa urusanmu denganku soal cincin ini? Urusanmu denganku hanya kembalikan anak-anakku.”“Anak itu yang akan membuatmu tetap kembali padaku, Tri. Jangan harap aku serahkan begitu saja.”Gayatri mendorong Prayogi dengan keras." Jangan mimpi kamu. Cinta untukmu telah mati sejak kamu menghianatiku."“Itu tandanya kamu cemburu padaku, Tri.”“Habus harapan itu dari pikiran kotormu. Kamu sama sekali tidak malu. Kamu telah menikahi orang lain tapi masih mengharapkanku.”Prayogi mendekat. Gayatri mundur satu langkah. “Kamu tidak tau, Tri, aku masih mencintaimu. Dan akan tetap mencintai kamu.”Gayatri kembali mundur, hinggah punggungnya menyentuh tembok di belakangnya. “Kamu telah begitu licik mengambil anakku dengan cara yang kotor. Setelah kamu menyuruh orang menyerempetnya, kamu lalu menculiknya. Setega-teganya seorang ayah tidak akan melakukan hal keji seperti itu. Bayangkan bagaimana nasib Galuh jika preman yang ka
“Mas, bagaimana kamu bisa melupakan kami?” tanya orang itu setelah mereka mengucap salam. “kami minta maaf, Mas, atas kesalahan kami. Tolong jangan putuskan hubungan keluarga kita,” kata Hariwijaya yang sudah memeluk kakaknya.Hadiwijaya pun luluh dan memeluk adiknya dengan haru.“Maafkan kami, Mbak. Kami khilaf. Sekarang kami sudah mengembalikan semua yang pernah kami ambil,” ucap Laras, “anak-anak telah menyadarkan kami kalau yang kami lakukan tidaklah benar.”Garnis memeluk adik iparnya dengan lapang dada. Lalu mempersilahkan rombongan mereka masuk. Nastiti bersama suaminya. Demikian juga Raditya dan Mustika. Hanya Nadin yang masih semdiri. Dia baru menyelesaikan kuliahnya.“Mbak Ayu, aku kangen sekali. Kapan-kapan kita janjian jalan-jalan ya,” rengek Nastiti. Gayatri memeluk balik pelukan Nastiti.“Kalau kalian jalan-jalan, kita lalu ke mana?” gurau Rendra dengan mengajak Satya, suami Nastiti, bercanda.Mereka lalu tergelak bersama.Setelah selesai makan makan. Mereka hanya berb
“Rend, belum jam 12 kamu kok sudah pulang?” tanya Bimantara yang sudah bersiap berangkat.“Jam duabelasnya sebentar lagi, Pa.” Rendra bergegas masuk.“Ghak sabar bener kamu, Dik. Sudah mau pulang terus," canda Resti yang senyum-senyum melihat adiknya.Rendra hanya melewati semua candaan dengan tergesa mencari Gayatri. Yang pertama ditujunya adalah kamar. Namun ternyata Gayatri tak ada di kamar.“Dia lagi di dapur," ucap Artika melihat kebingungan Rendra.Rendra segera ke dapur, dilihatnya dia membantu Tanti membereskan meja makan.“Mbak, sini,” panggil Rendra.Artika mengegeleng-gelengkan kepalanya. “Kapan mesranya kalau panggilnya aja, Mbak.”“Kebiasaan mas Rendra panggil mbak Gayatri begitu.” Tanti menyahut.“Rend!”“Iya, Ma.”“Bisa ghak panggil menantu mama dengan pangilan sayang begitu. Panggil kok 'Mbak.”“Iya, Ma.” jawab Rendra. “Say, sini!” canda Rendra.Gayatri hanya melotot. “Tuh, Ma,… di panggil Sayang malah melotot.”“Hah,.. Mama pulang aja deh, Rend, pusing lihat tingkah