“Assalamualaikum!”“Waalaikummussalam!” serentak semua menjawab.Rendra lalu menyalami semua yang hadir, kecuali Garnis yang diajaknya tersenyum.“Ayo, duduk semua. Jangan hanya berdiri saja.” kata bu Ratna yang telah menyiapkan karpet dengan hantaran berbagai macam makanan khas daerahnya. Tanti yang wira wiri juga berbaju rapi dengan berjilbab. Tidak asal baju seperti biasanya. Ternyata semuanya telah diatur, pikir Gayatri yang masih memandang Rendra dengan tak percaya. Rendra bahkan kini terlihat acuh di depannya.“Ceritanya, papa sama om Bimantara ini teman karib waktu SMA. Kami juga berbisnis sama-sama. Kami bermaksud menjodohkan anak kami. Ternyata anaknya yang pertama perempuan. Lalu lahir kamu, tapi Bima baru punya anak laki-laki setelah kamu sudah bisa bicara. Jadinya kita nyerah ghak berlanjut.” Hadiwijaya mulai bercerita.“Kapan hari pas ke sini, baru tau kalau Rendra itu ternyata anaknya Bima.” kali ini Garnis yang menambahi.“Namanya juga jodoh tak ke mana, Had.” Bimanta
“Ck, ck,ck!” Resti berdecak melihat foto keluarga Rendra. “Sudah seperti keluarga kalian.”Gayatri yang ikut melihat menahan senyumnya. Itu foto yang sama dengan di galeri Galing. Foto mereka berempat saat keluar dari mall. Hanya saja, fotonya ada lagi, foto berdua Rendra dan Gayatri saat di pernikahan Raditya. Juga ada foto Gayatri sendirian di moment yang sama. Rupanya itu yang disuruh Rendra saat minta bantuan fotografer.Rendra melirik Gayatri yang masih menyimpan senyumnya. Wajahnya terlihat merah menahan malu.“Pantas kamu sering terlihat di balkom. Rupanya ini yang membuatmu krasan di lantai dua.” celetuk Gayatri yang disambut kekehan oleh Resti.“Bener-bener adikku jatuh cinta nih. Hati-hati kamu, Yu. Dia bakalan protec banget sama kamu. Biasanya gitu kalau orang yang gak gampang jatuh cinta.”“Keluar, keluar!” usir Rendra. *****Sudah lebih dua minggu. Gayatri tak pernah tak memandangi handphone putra putrinya dan menggulir galeri mereka. Dia juga mencemask
.“Cincin siapa yang melingkar di jari manismu, Tri?”Gayatri melengos. “Apa urusanmu denganku soal cincin ini? Urusanmu denganku hanya kembalikan anak-anakku.”“Anak itu yang akan membuatmu tetap kembali padaku, Tri. Jangan harap aku serahkan begitu saja.”Gayatri mendorong Prayogi dengan keras." Jangan mimpi kamu. Cinta untukmu telah mati sejak kamu menghianatiku."“Itu tandanya kamu cemburu padaku, Tri.”“Habus harapan itu dari pikiran kotormu. Kamu sama sekali tidak malu. Kamu telah menikahi orang lain tapi masih mengharapkanku.”Prayogi mendekat. Gayatri mundur satu langkah. “Kamu tidak tau, Tri, aku masih mencintaimu. Dan akan tetap mencintai kamu.”Gayatri kembali mundur, hinggah punggungnya menyentuh tembok di belakangnya. “Kamu telah begitu licik mengambil anakku dengan cara yang kotor. Setelah kamu menyuruh orang menyerempetnya, kamu lalu menculiknya. Setega-teganya seorang ayah tidak akan melakukan hal keji seperti itu. Bayangkan bagaimana nasib Galuh jika preman yang ka
“Mas, bagaimana kamu bisa melupakan kami?” tanya orang itu setelah mereka mengucap salam. “kami minta maaf, Mas, atas kesalahan kami. Tolong jangan putuskan hubungan keluarga kita,” kata Hariwijaya yang sudah memeluk kakaknya.Hadiwijaya pun luluh dan memeluk adiknya dengan haru.“Maafkan kami, Mbak. Kami khilaf. Sekarang kami sudah mengembalikan semua yang pernah kami ambil,” ucap Laras, “anak-anak telah menyadarkan kami kalau yang kami lakukan tidaklah benar.”Garnis memeluk adik iparnya dengan lapang dada. Lalu mempersilahkan rombongan mereka masuk. Nastiti bersama suaminya. Demikian juga Raditya dan Mustika. Hanya Nadin yang masih semdiri. Dia baru menyelesaikan kuliahnya.“Mbak Ayu, aku kangen sekali. Kapan-kapan kita janjian jalan-jalan ya,” rengek Nastiti. Gayatri memeluk balik pelukan Nastiti.“Kalau kalian jalan-jalan, kita lalu ke mana?” gurau Rendra dengan mengajak Satya, suami Nastiti, bercanda.Mereka lalu tergelak bersama.Setelah selesai makan makan. Mereka hanya berb
“Rend, belum jam 12 kamu kok sudah pulang?” tanya Bimantara yang sudah bersiap berangkat.“Jam duabelasnya sebentar lagi, Pa.” Rendra bergegas masuk.“Ghak sabar bener kamu, Dik. Sudah mau pulang terus," canda Resti yang senyum-senyum melihat adiknya.Rendra hanya melewati semua candaan dengan tergesa mencari Gayatri. Yang pertama ditujunya adalah kamar. Namun ternyata Gayatri tak ada di kamar.“Dia lagi di dapur," ucap Artika melihat kebingungan Rendra.Rendra segera ke dapur, dilihatnya dia membantu Tanti membereskan meja makan.“Mbak, sini,” panggil Rendra.Artika mengegeleng-gelengkan kepalanya. “Kapan mesranya kalau panggilnya aja, Mbak.”“Kebiasaan mas Rendra panggil mbak Gayatri begitu.” Tanti menyahut.“Rend!”“Iya, Ma.”“Bisa ghak panggil menantu mama dengan pangilan sayang begitu. Panggil kok 'Mbak.”“Iya, Ma.” jawab Rendra. “Say, sini!” canda Rendra.Gayatri hanya melotot. “Tuh, Ma,… di panggil Sayang malah melotot.”“Hah,.. Mama pulang aja deh, Rend, pusing lihat tingkah
“Mas!” Gayatri memejamkan matanya. Menikmati sentuhan Rendra di bibirnya. Hatinya seketika runtuh dengan kehangatan yang mengalir.“Pakai celana, biar ghak kelihatan betisnya!” ucap Rendra lalu keluar. Gayatri tersekad. Sialan! Aku jadi wudhu lagi karenamu, Mas!Gayatri yang wudlu kembali, tersenyum sendiri. Dia telah membayangkan yang bukan-bukan saat Rendra meraih pinggangnya dan memeluknya. Terlebih saat menciumnya. Digelengkannya kepalanya untuk mengusir kebodohannya.Sementara Rendra yang baru kali ini mencium seorang wanita, merasakan debaran yang tidak dapat dibendungnya. Hasrat yang tadi sudah dipudarnya kini datang kembali. Hinggah dia memutuskan pergi keluar, termangu di balkomnya. Betapapun cintanya dia ke Gayatri, dia tak ingin memaksa Gayatri untuk melakukan tugasnya sebagai seorang istri. Biarlah waktu yang akan memberinya jawaban. Dia sudah cukup gembira dengan impiannya memiliki Gayatri secara sah terwujud. Siang hari.Rendra siang-siang datang bersama dengan Tirta.
Diurainya rambutnya yang berombak menggapai punggung. Semerbak baunya membuat Rendra terkesima. Dia makin terpana dengan kecantikan wanita yang kini di hadapannya dengan rambut yang tergerai. Bibirnya tak dapat lagi menahan hasrat untuk tak menciumnya. Dan menikmatinya dalam kehangatan malam yang dingin. Lamat, Rendra mengucapkan do'a yang telah dia hafal sejak hari pernikahannya dengan Gayatri dipastikan..“Aku mencintaimu."“Aku juga, Mas." *****Gayatri tertidur cukup lama. Mungkin karena berhari-hari dia tak dapat tidur dengan nyenyak sejak anaknya pergi. Atau mungkin juga karena setelah kebersamaannya dengan Rendra. Rendra tak sedikitpun melepas pelukannya. Dikecupnya kening wanita yang beberapa saat lalu telah memberinya kenikmatan surgawi itu. Dan dia kembali tertidur.Gayatri mengerjap. Dia baru ingat kalau dia belum sholat Isya' saat datang ke kamarnya dan berbicara dengan Rendra. Dia segera bangun dengan menyeret selimut yang menutup tubuhnya. Entah di mana kini
“Mbak, kamu ghak apa-apa, Mbak?” tanya seorang pengendara yang lewat.Gayatri meringis. Kakinya terasa perih. Dilihatnya kakinya lecet. Lelaki itu kemudian membantu sepeda Gayatri yang ban depannya masuk ke got. Ditariknya kuat hinggah sepeda itu normal kembali di jalan.“Terimakasih, Mas,” ucap Gayatri.“Sama-sama, Mbak,” katanya namun masih menunggui Gayatri. “Mbak, bener ghak kenapa- kenapa?” tanyanya lagi.Gayatri mendongak. “Bener, Mas.” Lalu kembali naik motornya saat melihat lelaki itu masih menunggunya. Gayatri malah takut dengan perhatiannya yang berlebih.Gayatri melajukan motornya hinggah sampai di gedung SMPN dimana anak-anaknya menimba ilmu. Gedung megah dengan lantai dua kini telah di hadapannya. Saat masuk, orang sudah disuguhkan dengan aneka bunga yang ditanam di depan tiap kelas, termasuk di depan ruang kepala sekolah. “Assalamualaikum, Pak!” Gayatri mengucapkan salam setelah menghadap ke kepala sekolah.“Waalaikumussalam. Silahkan duduk, Bu,” Pak Kepala Sekolah m