Galuh besama Galing sudah melangkah dari gerbang. Entah kenapa hari ini Gayatri telat menjemputnya. “Tidak biasanya Bunda telat, mungkin banyak pekerjaan kali, Ling.” kata Galuh.Raksa yang keluar menghentikan sepeda Vixion-nya. Helm yang dipakainya diturunkan kacanya. “Kenapa, belum dijemput?” tanyanya.Galuh menggeleng. “Ghak tau nih, Bunda kenapa telat. Andai sekolah kita boleh bawa handphone,” sesal Galuh yang menyayangkan pihak sekolah tak memperbolehkan siswanya yang bawa handphone.“Aku sih bisa mengantar, tapi nanti alau bundamu mencari bagaimana?” “Kamu pulang duluh aja deh Sa.”“Iya, nanti kalau kita pulang, Bunda datang jadi bingung dikira kita ngapa-ngapain. Kita sekarang dalam kondisi yang tak nyaman. Kasihan nanti Bunga bingung.” ujar Galing.Raksa turun dari sepedanya, Ikut duduk di bangku depan sekolah mereka. “Aku akan temani kalian. Setidaknya kalau ada apa-apa, kita bisa keroyok bareng-bareng.”“Bener kamu, Sa.”Tiba-tiba sebuah mobil sedan datang. Galing, Galuh
Prayogi yang datang, segera menarik tangan Sasmita untuk ke dalam.“Apaan sih, Mas,… kamu kok ghak sabaran banget. Baru juga semalam gak pulang, kamu sudah tak tahan menarikku.”Prayogi menatap Sasmita yang tengah memamerkan senyumnya dengan menggoda.“Apa yang telah kau lakukan dengan mengirim surat cerai ke Gayatri?”Sasmita menghela nafas. Didudukkannya dirinya di pangkuan Prayogi. Sambil menciumi lelaki itu, dia merajuk.“Bagaimana kita bisa menikah kalau kamu masih resmi menjadi suaminya. Setelah beres, tuh, kamu bisa lihat, pernikahan kita juga tinggal menunggu hari.”Prayogi mengangkat Sasmita dari pangkuannya. dia melototkan matanya. “Apa maksudmu?”“Setengah bulan lagi pernikahan kita diresmikan di KUA.”Sasmita lalu menggenggam tangan Prayogi erat sebelum lelaki itu mengeluarkan amarahnya. Dia kini paham betul bagaimana harus memperlakukan Prayogi. “Kamu tau ghak, aku belum pernah jatuh cinta seperti ini. Terlebih harus berkomitmen dengan pernikahan. Tapi berkat dirimu, aku
Subuh subuh. Mobil Rendra sudah terparkir di depan kos Gayatri. Gayatri dan Galing pun tampak sudah menunggu kedatangannya.Rendra turun dan membukakan pintu untuk Gayatri. Sedangkan Galing sudah masuk ke belakang. Terlihat mata Gaytri bengkak karena semalaman mengangis dan tak dapat memejamkan matanya. Rendra emnatapnya dengan menggelengkan kepalanya iba. Jangankan Gaytri yang ibunya. Dia saja juga sulit memejamkan matanya. Dia takut terjadi apa-apa dengan Galuh. Bagaimanapun dia seorang wanita.“Kita mau ke mana?” tanyya Rendra ke Gayatri.“Aku masih berfikir kita kembali menyusuri gudang itu. Bagaimanapun Galuh menjatuhkan gelangnya di tikungan itu. Pasti itu tanda yang dia berikan.”Sementar di suatu tempat.“Cantik juga cewek ini, Bos.” seorang yang bertubuh dempal, mencolek wajah Galuh dengan tangannya. Galuh meludahi wajahnya.“Kurang ajar kamu.” bentak pria itu dengan mengangkat tangannya hendak menampar wajah Galuh. Namun ditangkis oleh kawannya. “Kamu kan sudah tau, Terluka
“Apa? Galuh diculik?” “Jangan pura-pura tidak tau kamu.” cerca Gayatri. Rendra berusaha meredam emosi Gayatri dengan meraih tangannya, menyuruhnya berhenti menuduh sembarang orang."Mbak, sabar. Kita ghak bisa menuduh sembarang orang begitu saja. Kita harus mengumoulkan bukti.“Mas, tolong jelaskan, ini ada apa? kenapa mbak Ayu tiba-tiba saja menuduh saya menculik anaknya?” tanya Raditya ke Rendra.“Kami mencari Galuh dari kemarin malam. Sampai hari ini. Kemungkinan diculik seseorang. Untungnya Geisha sudah menemukannya.”Raditya mendekati Gayatri dan menatap wanita yang kini penuh curiga menatapnya. “Saya tidak mengerti sama sekali dengan semua kejadian ini, Mbak.”“Keluargamu telah membalikkan aset keluarga kita. Aku pernah mendengar om Hari membicarakan kekhawatirannya jika kami kembali. Dan sekarang, kamu tiba-tiba saja di sini, di lokasi di mana tadi anakku ditemukan Geisha dibawa penculik ke sini. Mau bukti apa lagi kamu?” ujar Gayatri sambil mendorong tubuh Raditya hinggah mu
Rendra yang masih mengetuk pintu kos Gayatri kemudian memberanikan diri membuka. “Mbak!” panggilnya begitu melihat Gayatri yang hanya menangis diantara tumpukan kardusnya.“Mbak, bicara,.. di mana anak-anak?” tanya Rendra begitu melihat kamar juga terlihat lenggang. Tak ada celotehan kedua anak Gayatri itu.“Mereka telah membawanya pergi.”“Mereka siapa?”"Prayogi telah membawa mereka."“Astaghfirllah. Tapi bagaimana bisa, bukankah mereka bukan anak kecil lagi yang bisa di bawa begitu saja?”Gayatri lalu menguraikan tuduhan yang membuatnya kalah untuk mempertahankan anaknya.“Ayo, mbak saya bawa ke rumah Bude. Nanti kita akan cari jalan untuk membawa mereka kembali.” kata Rendra lalu membawa barang-barang Gayatri ke mobilnya. Sementara Gayatri hanya diam termangu. Airmatanya tak berhenti mengalir. Kesusahan apapun dia sanggup menghadapinya. Namun tidak untuk kehilangan kedua buah hatinya yang selama ini membuat dirinya bertahan dari segala kesulitan apapun.“Kenapa hanya sendiri, Tr
“Apa? Kamu ghak salah, melamar aku di saat kondisi seperti ini?”“Aku ghak salah, Mbak. Masa iddah mbak kan sudah lewat.” Rendra nyengir.“Itu ghak lucu, Mas. Bagaimana aku memikirkan pernikahan disaat anak-anakku saja belum kembali.”“Kita bikin saja anak baru.”“Bercandanya jangan kelewatan, Rend.” sahut bu Ratna. “Kamu jelaskan yang sebenarnya ke Gayatri.”“Saya malu, Bude,… mengatakannya.”“Kamu bilang saja, Rend.” desak bu Ratna.Gayatri kebingungan dengan kelakuan dua orang di depannya.“Kamu dinilai maaf, miskin, hinggah tak mungkin bisa menjamin masa depan anakmu. Sementara keluarga barunya memiliki kemampuan untuk itu. Karena itu aku menawarkan pernikahan. Agar kamu memiliki keluarga yang bisa menjamin anak-anakmu tidak hidup dalam kekurangan.”“Apa kamu menyadari jika kita menikah, tuduhan selingkuh itu malah membuat kita makin terbukti.”“Rumah ini sama Exel dilengkapi cctv. Ternyata yang menaruh penyadap itu orang yang menyamar menjadi petugas yang katanya melihat ada ben
Gayatri mengambil air wudhu di belakang. Dia hendak mengerjakan sholat malam di mushola bu Ratna yang letaknya bersebelahan dengan ruang makan. Berkali kali dia ingin tidur namun dia belum bisa memejamkan matanya.“Apa maksud WA ini, Mbak?” suara bariton Rendra mengejutkan Gayatri yang segera menyambar mukena yang dibawanya untuk dijadikan kerudung. Dia pikir tidak ada orang lain hinggah dia meninggalkan jilbab seenaknya di kamar.“Maaf, saya tidak bisa menerima tawaran mas Rendra.” kata Gayatri tanpa berani menatap Rendra yang tengah menatapnya bulat-bulat. “Bagaimanapun pernikahan setelahnya akan membawa status mas Rendra menjadi duda. Dan saya tak ingin kamu berkorban sedemikian besar untuk saya.” “Aku mencintaimu, Mbak. Bukan hanya karena alasan ingin menolongmu. Aku mencintaimu. Aku telah lama mencintaimu.” ucap Rendra putus asa.“Aku hanya sisa orang, Mas. Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik dariku.”“Bagiku kamu masih suci, Mbak. Tak ada kata sisa dalam hidup aku. Hanya
“Assalamualaikum!”“Waalaikummussalam!” serentak semua menjawab.Rendra lalu menyalami semua yang hadir, kecuali Garnis yang diajaknya tersenyum.“Ayo, duduk semua. Jangan hanya berdiri saja.” kata bu Ratna yang telah menyiapkan karpet dengan hantaran berbagai macam makanan khas daerahnya. Tanti yang wira wiri juga berbaju rapi dengan berjilbab. Tidak asal baju seperti biasanya. Ternyata semuanya telah diatur, pikir Gayatri yang masih memandang Rendra dengan tak percaya. Rendra bahkan kini terlihat acuh di depannya.“Ceritanya, papa sama om Bimantara ini teman karib waktu SMA. Kami juga berbisnis sama-sama. Kami bermaksud menjodohkan anak kami. Ternyata anaknya yang pertama perempuan. Lalu lahir kamu, tapi Bima baru punya anak laki-laki setelah kamu sudah bisa bicara. Jadinya kita nyerah ghak berlanjut.” Hadiwijaya mulai bercerita.“Kapan hari pas ke sini, baru tau kalau Rendra itu ternyata anaknya Bima.” kali ini Garnis yang menambahi.“Namanya juga jodoh tak ke mana, Had.” Bimanta