"Bukankah kamu,.."Handpone Gayatri kembali berdering. Kali ini berkali kali. Dengan tergesa Gayatri mengangkat telponnya. Terdengar di sana mamanya menangis."Iya, Ma, Kenapa Papa?" "Cepatlah Ayu. Papamu sudah tak seberapa sadar dan hanya memanggil namamu. Datanglah cepat.""Baik, Ma. Baik," ucap Gayatri kemudian lalu mematikan ponselnya. Dia segera meninggalkan ruang itu setelah mengambil anaknya yang dibawa Sandra. Dia sudah tidak ingat lagi dengan apa yang dilihatnya baru saja.Setelah di luar, Gayatri justru kebingungan. Walau desa itu tak jauh dengan desa orang tuanya, dia tak tau, harus dengan apa untuk sampai di sana."Mbak Gayatri mau ke mana?" tanya Bu Areis yang dengan tergopoh membuntutti Gayatri keluar."Saya sudah titipkan ke asisten saya, Bu. Dia sudah biasa menangani prosesi Jawa, jangan khawatir. Papa sakit keras dan saya harus pergi ke sana.""Tadi ke sini, Mbak pakai apa?""Nah itu masalahnya, Bu. Tadi kan ada pak Supri. Sekarang dia sudah pergi. Nah, kalau di sin
"Masuklah, Dik. Ghak enak kalau kamu belum minum sesuatu di rumah ini langsung balik," kata Gayatri dengan mempersilahkan Arya masuk."Ghak usah Mbak, lagian katanya orang tua Mbak sakit keras.," ucap Arya segan. "saya pamit duluh," ucapnya sambil memberikan bingkisan perias untuk Gayatri."Kalau gitu makasih, Dik." Gayatri lalu berbalik sebelum masuk, "Ghak lupa jalan kembali kan?""Enggak, Mbak. Jalannya lurus saja kok," ucap Arya lalu menstarter motor matic yang dia kendarai."Assalamuaalikum!" Gayatri yang masuk langsung mengucap salam sambil membuka pintu rumah yang tak pernah terkunci kalau tidak malam itu. "Waalaikumussalam, Mbak!" jawab Nadin sambil menggendong anaknya."Adik-adik!" panggil Raditya ke bayi yang digendong Nadin."Adiknya namanya Elhan, Radit." Gayatri menginformasikannya dengan menurunkan Raditya yang dari tadi tak mau diam pingin turun."Di sini saja sama adik, sama Tante!"bujuk Nadin begitu Raditya turun. Anak itu langsung kerasan dengan memeluk adiknya, El
Dua insan yang lama tak bertemu itu hanya salin pandang. Debar-debar itu kini dirasakan keduanya seolah mereka baru pertama kali jatuh cinta. Rendra yang tak berkedip memandang Gayatri kemudian ditepuk pundaknya oleh Geisa yang juga baru datang."Apa kabarmu, Sha?" tanya Rendra kemudian dengan merangkul adik iparnya itu setelah menyambut jabat tangannya."Baik, Mas. Mas sendiri kenapa seperti orang tak terurus begitu? Jambang dan kumis juga dibiarkan begitu saja. Apa karena sekarang ghak lagi diurus sama Mbak yu?" canda Geisha dengan menatap ke arah mbakyunya yang masih diam seolah orang asing bagi Rendra."Ini tadi tergesa ke sininya, Sha. jadi ghak sempat cukur.""Berarti kalau di sana Mas ya kayak gini, ghak ngurus tampang? Mentang -mentang ghak ada bini," kekeh Geisha yang membuat Gayatri membuang mukanya mengingat di sana juga ada Kania.Rendra tertawa sambil sekilas emmandang Gayatri yang membuang muka.Nadin yang menyongsong kedatangan suaminya dengan mencium tangannya, pun
"Tunggu duluh. Aku melihat Kania di resepsi yang memakai jasaku itu. Tapi, aku kok baru ingat. Wah,.. gimana ya kemarin aku kok tidak menegurnya. Kania jadi Kembar Mayang.""Memang apa yang salah dengan itu?""Ya, salah sih, Mas. Bukannya Kania itu istri kamu, bisa-bisanya orang yang telah menikah jadi kembar mayang." Sejenak Gayatri kemudian mengerutkan jidatnya."Lho, kamu ini kemarin berarti ada di sana, Mas? Di pernikahan yang Kania jadi kembar mayang itu?"Rendra merengkuh Gayatri, berusaha memeluknya. tapi Gayatri sudah menghindar. Seolah dia memberi jarak kembali ke Rendra.Rendra tersenyum kecil, memahami Gayatri yang tentu saja akan kembali menghindarinya jika mengingat tentang Kania."Mendekatlah, aku mau jelasin."Tapi Gayatri malah akan bergerak pergi. Segera saja Rendra menarik tangannya hinggah Gayatri terjerembab ke pelukannya."Mas, ini ngapain sih?" Dengan sewot Gayatri berusaha menghindar. Namun pelukan dan ciuman Rendra telah memenjarakan tubuh mungilnya."Ghak sal
"Emang dari siapa, Say, kok diputus terus telponnya?" tanya Rendra begitu mereka hampir sampai di pasar. dari tadi Rendra mau tanya terasa segan. Selama ini dia sudah hilang kontak dengan tak pernah memberi khabar apapun ke Gayatri. Rasanya untuk banyak ikut campur dengan urusan yang Gayatri hadapi, masihlah riskan. Padahal dia selalu saja ingin mengutarakan satu buah pertanyaan yang selalu mengganggunya. Akan kedekatannya dengan Prayogi yang sering diunggah oleh awak media. "Bukan dari siapa-siapa," jawab Gayatri singkat.Mereka kembali diam.Rendra takut membahasnya lagi. Jika dia membahasnya, akan makin jadi jarak diantara mereka berdua. Bagi Rendra, dengan melihat tatap Gayatri yang masih sama seperti yang diinginkannya, itu saja sudah cukup. Jangan sampai cemburu yang pernah dia lontarkan duluh, terjadi kembali. Akan makin jadi pemisah diantara mereka. Rendra yakin, apa yang ditanamkan orangtua Gaytri dari kecil, terlebih dengan kebiasaannya yang tadi malam dia juga tau, kala
"Baiklah, Pa. Akan saya usahakan. Yang pasti sebulan ini saya harus menata duluh usaha saya yang di sana, baru setelah itu bis a kembali ke sini.""Syukurlah Rendra, Mama bisa lega mendengarnya."Garnis kemudian mengerutkan keningnya. "Tapi apakah itu tidak sulit?" tanyanya yang memendam keraguan."Pekerjaannya sebenarnya gampang hendelnya. Lagi pula sebelum saya masuk, usaha itu dipegang seseorang yang sudah mumpuni untuk urusan ladangnya. Saya hanya terjun kebanyakan di pemasarannya saja. dan sekarang saya sudah ada pelanggannya. Dan itu bisa dikerjakan dari sini jika di sana telah ditata.""Alhamdulillah kalau gitu. Jadi kerja kamu tak sia-sia. Bisa maju bersama,"Rendra menatap mertuanya. Senyum telah ditampakkan perngusaha yang telah membangun bisnisnya secara turun temurun itu. Dia kemudian mengatupkan kedua tangannya di dadanya sebagai rasa terimakasih."Aku hanya ingin kalian bisa kembali ke rumah seperti duluh lagi. Tenang bersama. Hanya itu impian Mama untuk kamu dan Ayu."
"Baru pulang, Rend? " sapa Prayogi yang tak kalah kagetnya dengan melihat Rendra yang tengah makan malam di dekat Gayatri. Pandagannya yang tadi semangat ingin bertemu dengan Gayatri menjadi lesu.Rendra tersenyum dengan berdiri."Ayo makan bersama kami," ajaknya ke Prayogi yang hanya berdiri. Dia lalu mempersilahkan Prayogi untuk duduk di kursi yang biasanya dipakai Bu Ratna, di dekatnya.Gayatri yang melihat Prayogi tiba-tiba saja tersekat. Dua lelaki itu kini bagai dua pilihan dalam hati Gayatri. Jauh di lubuk hatinya dia belajar merelakan Rendra untuk wanita lain sejak Prayogi datang kembali dengan mengisi hari-harinya walau sekedar saat mereka kebetulan bertemu di sebuah acara yang memang sering mempertemukan mereka. Terlebih dengan kegemaran Prayogi yang menghadiri show Galuh bersama bandnya yang sering di handel oleh EO Ratna.Namun setelah mengetahui kejadian yang sebenarnya, hati Gayatri tak bisa mengiingkari bahwa dia masih mencintai Rendra. Kedatangan pria itu selalu dirin
"Mana ada suami yang tak cemburu melihat semua itu. Aku hanya tak ingin menjadi orang yang tak bijak lagi bagimu, Say. Aku sudah beberapa bulan kehilangan dirimu. Dan itu amat menyiksaku." Direngkuhnya tubuh mungil Gayatri yang tengah beranjak ke tempat tidur."Sekarang aku akan belajar menghargai kamu. Tidak hanya menurutkan rasa cemburu. Karena kamu selama ini telah membuktikan bahwa hatimu dan dirimu tetap terjaga hanya untukku." Ciuman pun didaratkan Rendra di ubun-ubun Gayatri.Gayatri memejamkan matanya menikmati ciuman Rendra itu. Namun di hatinya ada rasa nyeri yang bergayut. Betapa kini dia merasa bersalah dengan perasaannya yang terbagi. Baru juga tadi dia masih merasakan debar itu ada untuk Prayogi. Dalam diam, Gayatri menyesali perasaannya yang kini tumbuh subur itu kembali untuk Prayogi, sementara dia sudah merasa tenang dengan kembalinya Rendra di kehidupannya.Bagaimana hatiku ini hinggah menjadi terbagi seperti ini? Tolong aku Tuhan. Tapi aku tak dapat pungkiri pera