"Tanti! Kamu tidak perlu mengatakan semua itu kepadaku. Semuanya bisa berubah. Mau ghak mau, beginilah aku sekarang. Termasuk aku mencintai siapa, itu urusanku. Bukan urusanmu. Keperluanmu yang sekarang hanya memindahkan barang di almari itu ke rumah sebelah."Dengan melototkan matanya Tanti mendengus. Dia tidak yakin dengan apa yang dilihatnya sekarang. tIdak sebentar dia bekerja di Bu Ratna dan Rendra hinggah dia bisa peraya dengan yang dilihatnya saat ini.Tanti segera mengeluarkan pakaian Gayatri dan Raditya dari almari Rendra yang penjangnya tiga meter. Butuh waktu lama untuk menuntaskan semuanya. Hinggah Rendra dan Kania turut membantunya mengeluarkannya di depan pintu. Setelah semuanya keluar, dengan cepat Rendra menutup kamarnya. "Dasar!" dengus Tanti dengan segera memebawa pakaian itu ke kamrar Bu Ratna dengan mmebawa alat pengngkut yang biasa dia pakai tukang setelah dia memberi alas yang cukup bersih. Galuh yang kebetulan pulang, melihat pemandangan itu dengan heran."I
"Bener kamu istri Kak Rendra?" tanya Galing begitu dia sudah mendekati gadis itu.Gadis itu mengangguk sambil menyodorkan uang ke penjual nasi goreng yang lewat. Galing dapat melihat dia membeli dua bungkus nasi goreng. "Masih muda, sayang sudah jadi pelakor. Kayak ghak ada orang lagi, Mbak, di dunia ini." kata Galing sambil menatap sinis gadis yang tertunduk di depanya."Ayo, Ling, ngapain kamu ke sana?" teriak Galuh."Kamu udah merusak rumah tangga orang, ingat kataku baik-baik, hidup kamu ghak akan bahagia," cercah Galing sambil berlalu, pergi bersama Galuh dan Raditya."Melihat ekspresinya ingin aku menamparnya," ucap Galing di sela derunya kendaraan yang lewat."Percuma kita ngomongin dia, ghak merubah keadaan," sahut Galuh. "Ghak kurang orang yang suka sama Bunda, kita mending fokus menghibur Bunda agar tak merasa terpuruk dengan semua ini,'" Benar juga, Kak. Sekarang aja kita tak harus sedih. Apa yang kita dapat saat ini sudah lebih baik dari saat Bunda ditinggal Ayah. Waktu
"Lho, kok masih belum selesai ngambeknya. Terus aku gimana dong Luh?""Lain kali pasti kamu ulangi lagi. Kamu seneng kan dipeluk sama dia?""Enakan juga kamu peluk, Luh.""Ih!""Canda kali, Luh. Kita kan belum muhrim. Apa harus dimuhrimin duluh ya?" Raksa mulai berani menggoda. Walau Galuh terlihat sewot, dia yakin, hatinya sudah lunak."Heem, bener tuh Raksa.""Enggak sudi!""Jangan gitu dong, Luh. Ntar kalau kamu jadi ikutan SBMPTN, siapa juga yang nganter, kalau bukan saya.""Ih, pedenya! Kan aku punya Kak,.." sejenak Galuh kemudian terdiam dengan hati yang perih. Selama ini dia kalau ada apa-apa, selalu ada Rendra yang mendampingi dan support dia. Sekarang, mau siapa yang akan diandalkan?"Tau, tau,.. kamu pasti ngomong ada Kaka Rendra kan?"Sejenak Galing dan Galuh bersitatap. "Kalian? kenapa?""Badai yang sama menimpa Bunda lagi, Sa.""Maksudanya apa, Ling?""Kak Rendra bahkan terang-terangan membawa istri barunya ke rumahnya. Lebih parah dari Ayah duluh yang hanya di belakang
Gayatri kaget dengan suara yang tiba-tiba saja datang di belakangnya. Pandangannya yang tadi sedikit heran melihat ke tempat tidur, buyar seketika. "Selama kamu belum menjatuhkan cerai ke aku, Mas. Aku masih bisa leluasa kemari atau bahkan,.." Gayatri mendekatkan tubuhnya ke dekat Rendra. Bau harum tubuh yang sering menggodanya membuat Rendra menahan nafasnya. "aku masih bisa mendekatimu."Rendra mengerjapkan matanya, menghalau rasa yang tiba-tiba saja muncul. Tergoda dengan bau khas parfum Gayatri.Gayatri segera membuka laci yang selama ini kuncinya ditaruh di vas bunga meja riasnya. Sekotak perhiasan kemudian dikeluarkan Gayatri dari laci sana. Sekilas kemudian dia memandang Rendra, menatapnya dengan pandangan menggoda. Aku akan membuatmu meradang,Mas. Kamu takkan bisa menggantikan pesonaku dengan siapapun, bathinnya. Dan memang benar, Rendra seolah terbius dengan tatapan Gayatri dengan menahan hasrat di dirinya.Gayatri meninggalkan kamar itu dengan segudang pertanyaan di hati
"Lho, Bund, Sabtu besuk EO kita ada job ya?" tanya Galuh begitu dia ditelpon Raksa untuk latihan.Gayatri yang lagi bongkar-bongkar barangnya bersama dengan Sandra dan Tanti setelah semalam ada job di gedung, menoleh. "Iya, memangnya kenapa?"Galuh mendengus, "Kenapa ghak bilang sama Galuh? Galuh pingin beli baju baru duluh buat manggung.""Takut kamu ghak ikut, kamu kan lagi ngambek sama Raksa." Gayatri masih sibuk sambil mengamati anaknya yang sebentar-sebentar berdiri lalu terduduk kembali."Kata siapa juga yang ngambek? Kita udah baikan kok," kata Galuh malu-malu."Beneran? Cepet amat. Sebentar bertengkar, sebentar baikan.""He,he,he,.." tawa galuh. "jadi, nanti malam aku boleh keluar latihan kan, Bund?""Iya. Masih di rumahnya Raksa kan?""Heem."Setelah keluar dari SMP mereka memang sekarang latihannya di di rumahnya Raksa. Bukan di camp sekolah SMP lagi. Kebetulan di sana sepi. Hanya ada orangtua Raksa. Kakaknya sekarang ikut suaminya dinas dan tinggal di luar kota karena suamin
"Mbak, lain kali kalau nyabrang, lihat-lihat dong, Mbak. La ini aku bagaimana?" ujar pengendara itu kebingungan. "Ayo, Mbak, bantuin. Kita bawa ke rumah sakit,""Maaf, Pak." Dalam bingung, Galuh segera mendekat. Lelaki yang tergeletak itu pingsan. Darah mengalir di bawahnya. Galuh yang biasanya tak bisa melihat darah makin panik. "Cari bantuan, Pak," ucap Galuh dalam paniknya."Gimana carinya, Mbak, saya bukan orang sini. Ini tadi habis kerja."Galuh segera menelpon mamanya."Ma,.." tanpa salam Galuh sudah menangis."Galuh, ada apa? kenapa menangis?""Mana Galing, Ma. Tolong bawa mobil ke dekat toko kue yang Galuh beli. Ini ada orang tertabrak karena nolongin Galuh yang mau kesrempet.""Apa?" Dalam panik pun , Gayatri kemudian teriak memanggil anaknya."Galing, Galing!""Ada apa, Ma? Kenapa Mama teriak-teriak?""Tolong bawa mobil ke toko roti dekatnya bu Ratih yang biasa kamu beli sama Kakak itu. Ada orang kecelakaan akibat nolong Kakak."Galing segera mengambil kunci mobil di tempat
"Senang bertemu kembali denganmu mbak Ayu," Seorang wanita tersenyum menatap Gayatri yang masih berjongkok mengimbangi putranya. Senyum sinisnya tak mungkin pernah dilupakan Gayatri. Karena hanya senyum itulah yang selalu ditampakkan wanita itu untuknya.Gayatri hanya menatap wanita di depannya dengan tatapan datar. Jauh sebelumnya dia sudah bersiap jika sewaktu-waktu bertemu dengannya. Hal yang tidak mungkin dihindarinya jika di dekat Prayogi. "Jadi orang kok memilih repot," celetuknya. "Kawin ghak ada yang betah saja, harus ninggalin anak. Jangan-jangan kalau Mbak Ayu kawin lagi, juga akan ditinggali anak lagi. Ribet amat."Gayatri segera berdiri dengan mengangkat Raditya. "Apa maksudmu?""Bener kan ghak ada pria manapun yang betah dengan Mbak Gayatri?" Wanita itu masih berdiri dengan sombongnya. "mau aku rinci? Jangan kira aku tidak tau kabar terbaru tentang Rendra dan Mbak Ayu."Gayatri masih sibuk dengan anaknya. Didiamkan saja wanita itu melunjak dengan kata-kata pedasnya, di
Gayatri yang sudah habis Maghrib datang,lalu menjalankan sholat Maghrib, melihat putra putrinya bersiap hendak ke rumah sakit, segera mencegahnya."Kami pergi ke ayah, duluh, Bund." pamit Galuh begitu turun dan membawa tas berisi selimut. Demikian juga dengan Galing yang telah membawa kasur lipat andalannya."Lihat nih, Bund!" Galuh memperlihatkan kartu ATM. "Memangnya kenapa kamu perlihatkan ke Bunda?""Ini yang dari Ayah, Bund, bukan punyaku sendiri," Galuh tersenyum.Gayatri kemudian menyunggingkan senyumnya. Rasa bersalah kepada Prayogi membuatnya lunak kepada pria itu, terlebih saat mengingat jasanya yang telah menyelamatkan Galuh."Sudah mau pakai uang Ayah?"Galuh mengangguk "Bunda ghak keberatan kan?""Ya, enggak Luh. Kan dari duluh Bunda juga ghak melarang. Kamu sendiri yang sok jaga jara sama Ayah.""Iya, iya. Galuh salah."Gayatri mengacak kepala putrinya yang tertutup jilbab."Kayaknya, kalian tidak usah ke sana.""Lho, kenapa, Bund?"" Di sana ada Tante Samita. Nanti ka