Gibran bergegas keluar dan mengambil surat dari tangan ART itu, kembali dia membaca surat dari Celica.Buat Abang GibranBang, ini mobil Dyan aku kembalikan, teriring surat ini, tolong mulai kini Abang jangan cari kemana aku pergi. Aku sudah berdosa besar mengkhianati Dyan.Mulai kini. Anggap saja Celica tak pernah ada di hati Abang, walaupun hatiku juga hancur…karena aku sangat mencintai Abang. Tapi rasa berdosa kepada Dyan membuat aku trauma.Sekali lagi, jangan cari Celica, anggap Celica sudah mati dan…kurasa Abang sudah tahu siapa jatidiri aku ini, pasti Dyan sudah membuka pada Abang…Maafkan aku Bang…cintaku buat Abang murni dari hati, biarlah ini jadi kenangan selamanya bagiku…CelicaMakin terpukullah Gibran kini. Hampir saja dia terjatuh, kalau tak cepat-cepat memegang sandel pintu dan berkali-kali menghela nafas panjang. Pukulan batin yan
Gibran menatap wajah Irina yang hari ini sengaja datang menemuinya, mantan sekretaris pribadi sekaligus mantan gundiknya ini memohon ke Gibran.Agar Arman suaminya kembali jabat manajer dan berjanji akan kembalikan semua uang yang di gelapkan suaminya.Gibran dua minggu yang lalu sudah memecat Arman. Usai perusahaan tambang di Kaltim di audit tim independen.Ditemukan penyelewengan dana perusahaan yang tak sedikit dan Arman terlibat di dalamnya. Inilah yang membuat Gibran murka bukan kepalang.Penampilan Irina kini sudah berubah, tak lagi terlihat bak sosialita, Irina seperti mirip saat dia awal kerja di perusahaan ini.Irina dan suamnya Arman sudah bangkrut!“Tak bisa Irina, masih untung suamimu tak aku kirim ke penjara dan mendekam lama di sana. Tapi ingat, bila tak bisa kembalikan kekurangan uang yang dia gelapkan? Apa boleh buat suamimu akan aku penjarakan!” sahut Gibran dengan nada menekan, saking menahan kemarahan di hati.
Iptu Masri setelah berkenalan mulai camat hingga Kades-kades di wilayahnya, terus ia memasang mata dan telinga, untuk lacak 3 perampok pembunuh Kakek Telo dan Norah.Namun, bukan Masri namanya kalau tak ringan tangan tembak para penjahat, selama 2 bulanan ini, sudah 15 orang begal, perampok dan pemerkosa merasakan timah panas di kakinya.Bahkan bila ada pelajar tawuran dan tertangkap, di jamin keluar dari sel, kalau tak tangan keseleo, pasti kaki. Masri hajar para pelajar itu hingga berkaok-kaok minta ampun.“Sengaja, biar merek mikir setelah dibebaskan, untuk tak ngulang kelakuannya lagi,” itulah ucapan Masri pada anak buahnya.Anak buahnya saja sampai ngeri melihat sepak terjang sang Kapolsek tampan dan nekat serta ‘kejam’ pada pelaku kriminal ini.Sudah jadi kebiasaan Masri, tak ada tembakan peringatan. “Buat penjahat, sayang peluru di buang-buang,” cetus Masri, saat di tegur Kapolresnya yang hanya bisa geleng
Masri menginjak dada orang yang barusan dia tusuk di paha. “Siapa yang jadi bos preman di sini, jawab segera!” bentak Masri, sambil menekan kakinya, hingga si preman ini kesulitan bernafas.“A-ammmpun…a-ammpunnnn Ommm…!” sifat pengecut si preman ini langsung keluar, tak dia sangka, orang yang dianggapnya makanan empuk, ternyata sangat kejam.“Jawab saja pertanyaanku, atau ku remukan dada kamu ini,” kembali Masri membentak.“Namanya Kuming…di-dia tak berada di sini!” preman ini lalu sebutkan di mana alamatnya, yang disebutnya markas mereka.“Bilang ke Kuming itu, aku tantang dia, besok siang aku akan datang ke markas kalian!” setelah berkata begitu Masri tendang wajah orang ini dan langsung pingsan seketika.Masri lalu menatap dua preman lainnya yang masih terduduk di tanah dan masih meringis kesakitan.Begitu melihat tatapan tajam Masri, mereka langsung minta am
Kuming yang sudah nyonyor langsung sadar dan matanya yang kabur tak mampu menatap wajah Masri secara jelas.“Kuming, sekarang mengakulah, di mana dua teman kamu berada, setelah dulu kalian membunuh Kakek Telo serta anaknya Norah di sebuah desa terpencil di pedalaman dan kalian rampok uang 200 juta milik mereka!”Suara Masri terdengar jelas dan semua warga yang belum pergi kaget mendengarnya. Tak mereka sangka, Kuming ada seorang perampok sadis dan juga pembunuh.Mulut Kuming sulit bicara, tapi kembali air Masri siramkan, hingga Kuming pun gelagapan. Lalu mulailah dia bersuara terputus-putus dan terbuka.“Tukis dan Bimo sembunyi di Makasar…aku sudah lama tak bertemu mereka!” sahut Kuming dengan suara terbata-bata dan menahan sakit luar biasa yang mendera tubuhnya.Tubuh Kuming tadi jadi sansak hidup bagi pukulan dan tendangan Masri, hingga tubuh gempal si bos preman ini benar-benar bonyok.Masri mengeluarkan pis
"B-bang…ini uang betulan kah..?” suara Arindi langsung terbata-bata, seumur-umur baru kali ini dia diberi uang hingga 500 juta, cash lagi.Dengan polosnya Arindi mengambil satu bebat dan menciuminya.“Asli-lah, gimana baunya, harum nggak?” olok Masri tertawa, lucu melihat kelakuan Arindi yang begitu.“B-benar b-bang ini uang asli, astagaaaaa…si Abang, gile benarrr…baru saja kita kenal, udah segininya ngasih aku uang, OMGGGGG….!”Saking sukacitanya, Arindi memeluk uang itu dan matanya langsung berkaca-kaca. Masih berasa kayak mimpi baginya, saat ini memiliki uang jombo.“B-bang…bolehkah aku beli pakaian, malu aku keluar pakai baju LC…di depan hotel ini aku lihat ada toko pakaian?”“Silahkan, uang itu sekarang milik kamu, gunakan sebaik-baiknya yaa, jangan sampai kamu putus kuliah dan juga bisa bantu adikmu, bahkan ortu kamu.” cetus Masri.De
Sampai di Makasar, Masri langsung cari hotel, kali ini dia mencari hotel berbintang 5, yang ada di kota yang sangat ramai ini.Perut lapar Masri pun putuskan cari makan, kali ini dia sengaja mencari warung makan biasa, bukan makan di restoran.“Bosan makanan restoran, gitu-gitu saja lauknya,” batinnya.Masri sengaja jalan kaki menuju ke rumah makan yang berjarak 10 menitan jalan kaki dari hotel mewah yang dia inapi.Saat menunggu pesanannya, Masri melihat ada seorang anak kecil kurus bak pengemis, terlihat termangu menatap rumah makan ini.Sesaat iba juga Masri melihatnya, anak kecil ini terlihat bersih, walaupun pakaiannya sangat sederhana. Bahkan ada ada yang sobek, sepatunya juga terlihat boncos di depan.Anak kecil ini lalu mendekati pemilik warung, Masri yang tertarik hanya menonton ulahnya.“Paman, bolehkah aku minta makan, aku sejak kemarin belum makan. Nanti aku akan kerja apa saja, sebagai bayarannya!”
Mendengar kalimat ini, Masri cepat-cepat sudahi buang hajatnya, dia pun langsung buru-buru balik ke kafe hotel tadi.Tapi pria gendut yang bernama Olly itu sudah tak ada lagi di tempat tadi bersama 3 orang bodyguardnya.Walaupun Masri sudah buru-buru keluar lagi dari hotel ini, si gendut itu tetap tak terlihat lagi batang hidungnya.Saat masuk ke lobby hotel, Masri berpapasan dengan dua orang yang sebelumnya sama-sama ke toilet, kemudian keduanya masuk ke sebuah mobil dan berlalu dari hotel ini.Wajah kedua orang ini diingat betul oleh pemuda ini. “Someday kita akan bertemu,” batin Masri.Besok siangnya, Masri duduk di sebuah warung kopi, masih dalam rangka mencari dua teman Kimung. Perampok dan pembunuh sadis kakek Telo dan Norah.sejak tadi dia mengamati dua tukang parkir, yang dilihatnya sekehendak hati minta bayaran pada pemilik kendaraan.Masri akhirnya mendekati juga keduanya, saat melihat salah satu tukang parkir in