Iptu Masri setelah berkenalan mulai camat hingga Kades-kades di wilayahnya, terus ia memasang mata dan telinga, untuk lacak 3 perampok pembunuh Kakek Telo dan Norah.
Namun, bukan Masri namanya kalau tak ringan tangan tembak para penjahat, selama 2 bulanan ini, sudah 15 orang begal, perampok dan pemerkosa merasakan timah panas di kakinya.
Bahkan bila ada pelajar tawuran dan tertangkap, di jamin keluar dari sel, kalau tak tangan keseleo, pasti kaki. Masri hajar para pelajar itu hingga berkaok-kaok minta ampun.
“Sengaja, biar merek mikir setelah dibebaskan, untuk tak ngulang kelakuannya lagi,” itulah ucapan Masri pada anak buahnya.
Anak buahnya saja sampai ngeri melihat sepak terjang sang Kapolsek tampan dan nekat serta ‘kejam’ pada pelaku kriminal ini.
Sudah jadi kebiasaan Masri, tak ada tembakan peringatan. “Buat penjahat, sayang peluru di buang-buang,” cetus Masri, saat di tegur Kapolresnya yang hanya bisa geleng
Masri menginjak dada orang yang barusan dia tusuk di paha. “Siapa yang jadi bos preman di sini, jawab segera!” bentak Masri, sambil menekan kakinya, hingga si preman ini kesulitan bernafas.“A-ammmpun…a-ammpunnnn Ommm…!” sifat pengecut si preman ini langsung keluar, tak dia sangka, orang yang dianggapnya makanan empuk, ternyata sangat kejam.“Jawab saja pertanyaanku, atau ku remukan dada kamu ini,” kembali Masri membentak.“Namanya Kuming…di-dia tak berada di sini!” preman ini lalu sebutkan di mana alamatnya, yang disebutnya markas mereka.“Bilang ke Kuming itu, aku tantang dia, besok siang aku akan datang ke markas kalian!” setelah berkata begitu Masri tendang wajah orang ini dan langsung pingsan seketika.Masri lalu menatap dua preman lainnya yang masih terduduk di tanah dan masih meringis kesakitan.Begitu melihat tatapan tajam Masri, mereka langsung minta am
Kuming yang sudah nyonyor langsung sadar dan matanya yang kabur tak mampu menatap wajah Masri secara jelas.“Kuming, sekarang mengakulah, di mana dua teman kamu berada, setelah dulu kalian membunuh Kakek Telo serta anaknya Norah di sebuah desa terpencil di pedalaman dan kalian rampok uang 200 juta milik mereka!”Suara Masri terdengar jelas dan semua warga yang belum pergi kaget mendengarnya. Tak mereka sangka, Kuming ada seorang perampok sadis dan juga pembunuh.Mulut Kuming sulit bicara, tapi kembali air Masri siramkan, hingga Kuming pun gelagapan. Lalu mulailah dia bersuara terputus-putus dan terbuka.“Tukis dan Bimo sembunyi di Makasar…aku sudah lama tak bertemu mereka!” sahut Kuming dengan suara terbata-bata dan menahan sakit luar biasa yang mendera tubuhnya.Tubuh Kuming tadi jadi sansak hidup bagi pukulan dan tendangan Masri, hingga tubuh gempal si bos preman ini benar-benar bonyok.Masri mengeluarkan pis
"B-bang…ini uang betulan kah..?” suara Arindi langsung terbata-bata, seumur-umur baru kali ini dia diberi uang hingga 500 juta, cash lagi.Dengan polosnya Arindi mengambil satu bebat dan menciuminya.“Asli-lah, gimana baunya, harum nggak?” olok Masri tertawa, lucu melihat kelakuan Arindi yang begitu.“B-benar b-bang ini uang asli, astagaaaaa…si Abang, gile benarrr…baru saja kita kenal, udah segininya ngasih aku uang, OMGGGGG….!”Saking sukacitanya, Arindi memeluk uang itu dan matanya langsung berkaca-kaca. Masih berasa kayak mimpi baginya, saat ini memiliki uang jombo.“B-bang…bolehkah aku beli pakaian, malu aku keluar pakai baju LC…di depan hotel ini aku lihat ada toko pakaian?”“Silahkan, uang itu sekarang milik kamu, gunakan sebaik-baiknya yaa, jangan sampai kamu putus kuliah dan juga bisa bantu adikmu, bahkan ortu kamu.” cetus Masri.De
Sampai di Makasar, Masri langsung cari hotel, kali ini dia mencari hotel berbintang 5, yang ada di kota yang sangat ramai ini.Perut lapar Masri pun putuskan cari makan, kali ini dia sengaja mencari warung makan biasa, bukan makan di restoran.“Bosan makanan restoran, gitu-gitu saja lauknya,” batinnya.Masri sengaja jalan kaki menuju ke rumah makan yang berjarak 10 menitan jalan kaki dari hotel mewah yang dia inapi.Saat menunggu pesanannya, Masri melihat ada seorang anak kecil kurus bak pengemis, terlihat termangu menatap rumah makan ini.Sesaat iba juga Masri melihatnya, anak kecil ini terlihat bersih, walaupun pakaiannya sangat sederhana. Bahkan ada ada yang sobek, sepatunya juga terlihat boncos di depan.Anak kecil ini lalu mendekati pemilik warung, Masri yang tertarik hanya menonton ulahnya.“Paman, bolehkah aku minta makan, aku sejak kemarin belum makan. Nanti aku akan kerja apa saja, sebagai bayarannya!”
Mendengar kalimat ini, Masri cepat-cepat sudahi buang hajatnya, dia pun langsung buru-buru balik ke kafe hotel tadi.Tapi pria gendut yang bernama Olly itu sudah tak ada lagi di tempat tadi bersama 3 orang bodyguardnya.Walaupun Masri sudah buru-buru keluar lagi dari hotel ini, si gendut itu tetap tak terlihat lagi batang hidungnya.Saat masuk ke lobby hotel, Masri berpapasan dengan dua orang yang sebelumnya sama-sama ke toilet, kemudian keduanya masuk ke sebuah mobil dan berlalu dari hotel ini.Wajah kedua orang ini diingat betul oleh pemuda ini. “Someday kita akan bertemu,” batin Masri.Besok siangnya, Masri duduk di sebuah warung kopi, masih dalam rangka mencari dua teman Kimung. Perampok dan pembunuh sadis kakek Telo dan Norah.sejak tadi dia mengamati dua tukang parkir, yang dilihatnya sekehendak hati minta bayaran pada pemilik kendaraan.Masri akhirnya mendekati juga keduanya, saat melihat salah satu tukang parkir in
Masri mulai lacak dan menuju ke tempat yang disebutkan Sading tadi, tapi Masri lupa, Sading buru-buru menelpon Tukis dan Bimo setelah dia pergi.Kedua orang penjahat itu tentu saja saja sudah kabur dari tempat persembunyiannya, sehari sebelum Masri tiba di tempat tersebut.“Sialan, bodohnya aku, harusnya ponsel si Sading aku rampas, pasti mereka kabur karena diberitahu si preman itu,” sungut Masri kesal bukan main.Ingin rasanya Masri balik lagi ke tempat Sading dan hajar si preman ini, tapi dia menenangkan batinnya.Dengan kelihaiannya sebagai seorang aparat terlatih, dia sudah tahu kemana arah kaburnya dua orang itu.Setelah bertanya ke beberapa orang, Masri senyum sendiri. Titik terang mulai ia dapatkan.“Mau lari kemana kalian, pasti akan terlacak olehku,” pikir Masri, pemuda cerdik inipun menelpon seorang temannya di Mabes yang bertugas di bagian IT.Masri bahkan ditunjukan peta arah kaburnya Tukis dan Bim
Salah seorang lalu ke dapur, bermakud mengambil minuman di kulkas, baru saja bangkit usai mengambil sebotol minuman beralkohol, matanya langsung terbelalak.Duppp…sebuah tembakan tepat menghantam dahi orang ini, Masri membiarkan tubuh ini pelan-pelan jatuh bedebuk ke lantai.Masri sengaja gunakan peredam di senjata canggihnya, pistol ini bukan standar polri, tapi sebuah senjata canggih dan mahal yang sengaja di beli di luar negeri.Orang ini mati tanpa sempat berteriak, Masri dengan bertangan dingin sudah tak ragu lagi menghabisi penjahat ini.“Tukis, kamu kenapa, apakah jatuh tergelincir?” terdengar suara dari ruang tengah, lalu ada langkah kaki buru-buru ke dapur.Masri cepat bersembunyi di dinding dapur ini, dia menunggu.Begitu orang ini sampai, bukkk…brakkk…orang ini jatuh di dekat jasad pria yang panggil Tukis tadi.Sebuah pukulan keras di tengkuk, membuat orang ini pingsan seketika. Tanpa sempat
“Sayang sekali ka Samirah, saat aku ke sana, kepala dusun di sana bilang, anak yang bernama Aldi itu pergi tanpa siapapun tahu kemana menghilangnya!” Masri menatap wanita ini, baru sadar, wajahnya ternyata sangat cantik.Masri tak enak panggil mba atau ibu, wanita yang mengenalkan diri dengan nama Samirah ini saat Masri lihat KTP nya masih muda, baru 24 tahun usianya.“Duehh…kasian anak itu, kemana aku mencarinya?” keluh Samirah, yang ngaku tinggal di Makasar bersama 1 anaknya yang kini berusia 7 tahun.Samirah juga cerita, tahu tewasnya 3 penjahat pembunuh paman dan sepupunya itu dari pemberitaan media massa, sehingga dia berniat cari tahu, kemana Aldi perginya.“Aku baru datang dari Taiwan mas Komandan, jadi TKW di sana setelah aku dan suami bercerai.” Samirah mulai bercerita.Samirah melanjukan kisahnya, usia anaknya baru 3 tahun yang dititip dengan adiknya.“Aku balik ke Makasar 3 ha
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam