Masri mulai lacak dan menuju ke tempat yang disebutkan Sading tadi, tapi Masri lupa, Sading buru-buru menelpon Tukis dan Bimo setelah dia pergi.
Kedua orang penjahat itu tentu saja saja sudah kabur dari tempat persembunyiannya, sehari sebelum Masri tiba di tempat tersebut.
“Sialan, bodohnya aku, harusnya ponsel si Sading aku rampas, pasti mereka kabur karena diberitahu si preman itu,” sungut Masri kesal bukan main.
Ingin rasanya Masri balik lagi ke tempat Sading dan hajar si preman ini, tapi dia menenangkan batinnya.
Dengan kelihaiannya sebagai seorang aparat terlatih, dia sudah tahu kemana arah kaburnya dua orang itu.
Setelah bertanya ke beberapa orang, Masri senyum sendiri. Titik terang mulai ia dapatkan.
“Mau lari kemana kalian, pasti akan terlacak olehku,” pikir Masri, pemuda cerdik inipun menelpon seorang temannya di Mabes yang bertugas di bagian IT.
Masri bahkan ditunjukan peta arah kaburnya Tukis dan Bim
Salah seorang lalu ke dapur, bermakud mengambil minuman di kulkas, baru saja bangkit usai mengambil sebotol minuman beralkohol, matanya langsung terbelalak.Duppp…sebuah tembakan tepat menghantam dahi orang ini, Masri membiarkan tubuh ini pelan-pelan jatuh bedebuk ke lantai.Masri sengaja gunakan peredam di senjata canggihnya, pistol ini bukan standar polri, tapi sebuah senjata canggih dan mahal yang sengaja di beli di luar negeri.Orang ini mati tanpa sempat berteriak, Masri dengan bertangan dingin sudah tak ragu lagi menghabisi penjahat ini.“Tukis, kamu kenapa, apakah jatuh tergelincir?” terdengar suara dari ruang tengah, lalu ada langkah kaki buru-buru ke dapur.Masri cepat bersembunyi di dinding dapur ini, dia menunggu.Begitu orang ini sampai, bukkk…brakkk…orang ini jatuh di dekat jasad pria yang panggil Tukis tadi.Sebuah pukulan keras di tengkuk, membuat orang ini pingsan seketika. Tanpa sempat
“Sayang sekali ka Samirah, saat aku ke sana, kepala dusun di sana bilang, anak yang bernama Aldi itu pergi tanpa siapapun tahu kemana menghilangnya!” Masri menatap wanita ini, baru sadar, wajahnya ternyata sangat cantik.Masri tak enak panggil mba atau ibu, wanita yang mengenalkan diri dengan nama Samirah ini saat Masri lihat KTP nya masih muda, baru 24 tahun usianya.“Duehh…kasian anak itu, kemana aku mencarinya?” keluh Samirah, yang ngaku tinggal di Makasar bersama 1 anaknya yang kini berusia 7 tahun.Samirah juga cerita, tahu tewasnya 3 penjahat pembunuh paman dan sepupunya itu dari pemberitaan media massa, sehingga dia berniat cari tahu, kemana Aldi perginya.“Aku baru datang dari Taiwan mas Komandan, jadi TKW di sana setelah aku dan suami bercerai.” Samirah mulai bercerita.Samirah melanjukan kisahnya, usia anaknya baru 3 tahun yang dititip dengan adiknya.“Aku balik ke Makasar 3 ha
Di surat itu Norah juga sebutkan dimana dia mengamankan uang yang masih tersisa 190 juta (pemberian Gibran 200 juta, tapi sempat terpakai Norah 10 juta), termasuk surat-surat berharga tersebut.Masri lalu membaca segel-segel lama itu, kini dia paham, benda-benda inilah yang sebenarnya di incar Kuming cs.“Luas sekali tanah ini Samirah, tercatat hampir 30 hektar, kalau benar lahan ini mengandung emas, kamu bisa jadi miliuner,” cetus Masri apa adanya, wajah Samirah sampai melongo.Ini sekaligus membuat Masri paham, kalau segel inilah yang sebenarnya paling di incar para penjahat itu, bukan uang yang 190 juta tersebut.Masri sudah bisa menebak, kalau benar lahan ini mengandung emas, per hektarnya ganti rugi lahan bisa ratusan juta, bisa juga milaran, tergantung nego dengan pihak perusahaan kelak.“B-benarkah mas…gimana caranya?” Samirah tentu saja tak paham soal ini, Masri tersenyum sendiri.“Kamu simpan saj
Kita tinggalkan dulu Masri yang tanpa di duga mulai jatuh cinta dengan janda denok Samirah sepupunya Norah, kita kembali ke tokoh satunya, Gibran Harnady yang lama kita tinggalkan.Setelah memecat Arman yang terbukti korupsi, Gibran mulai fokus benahi semua masalah di perusahaannya.Sejak pukulan batin bertubi-tubi melanda hatinya, Gibran agak lengah dengan warisan perusahaan ayah dan kakeknya ini.Gibran selama ini terlalu larut dengan masalah pribadinya, tapi lupa dengan masalah perusahaannya.Kini Gibran mulai terbuka matanya, lengah sedikit, perusahaannya bisa saja bangkrut, walaupun punya aset jumbo. Namun, tikus-tikus bergentanyangan menggerogoti perusahaannya.Bukan waktu yang singkat dan cepat membenahi ini semua. Gibran sampai harus keliling hingga keluar negeri untuk perbaiki semuanya.Benar-benar kacau perusahaan yang dia tinggalkan selama sibuk dengan masalah pribadinya hingga berbulan-bulan.Hasilnya sungguh mencengangkan
“Sonu kamu liat tuan Sherman nggak tadi keluar dari kafe ini?” Gibran kini buru-buru keluar kafe dan memanggil pengawal pribadinya.“Nggak lihat tuan muda, emanknya tuan muda melihat orang itu di kafe ini?” balik Sonu bertanya. Ini sekaligus Gibran kehilangan jejak.Gibran dengan singkat menceritakan hal yang dia lihat barusan, Sonu ikutan kaget.“Ayo kita jalan..!” ajak Gibran kesal, karena buruannya pergi tanpa dia ketahui kemana perginya. Dan Sonu bergegas panggil sopir pribadi sang crazy rich ini.Sonu ikutan kaget mendengar hubungan Tamara dan Laura dengan Tuan Sherman, saat Gibran ceritakan apa yang dia lihat tadi.“Jangan-jangan tuan Sherman itu…adalah Roy Sumanjaya, yang sengaja ganti wajah dengan oplas,” tebak Sonu.Gibran sampai terdiam dan berpikir bisa jadi ya…? batinnya, kini kembali ia termenung. Tebakan pengawal pribadinya ini masuk akal juga.Gibran lalu mengontak salah satu sahabatnya di Mabes Polri dan dia dikirimi foto-foto Roy Sumanjaya.Sampai foto pria itu dalam
Atas saran dua sahabatnya, Hilman yang kini sudah jadi pengacara muda sekaligus jadi pengacara pribadinya dan Bopak yang sudah berpangkat Mayor, Gibran diminta fokus benahi perusahaannya.“Tak usah terlalu mencari mereka, sementara perusahaan lagi butuh kamu,” tegur Hilman dan Bopak, yang datang saat sahabatnya ini gabut. Bopak saat ini tugas di Bandung dan khusus ke Jakarta setelah di telpon Gibran.“Baiklah…aku fokus saja dulu, lagian masih ada Masri yang juga sedang mencari mereka. Bulan depan dia ku minta pindah lagi tugas ke Jawa atau ke Jakarta,” Gibran pun mengalah.Dan…waktu memang sangat cepat berlalu, tak terasa sudah setahun berlalu…!Kini Gibran sudah bisa tenang, perusahaannya berjalan baik. Semua tikus-tikus sudah dia bersihkan dari perusahaannya.Di usianya yang sudah 30 tahunan, Gibran menjadi menjadi seorang pria dewasa yang komplet segalanya.Hanya pusing kalau ingat pesan Kakek Purnomo, yang selalu mendesaknya segera menikah, apalagi semenjak Oma Reni meninggal duni
“Nihh…ambil semuanya!” Gibran angsurkan dompetnya ke anak kecil ini, tapi anehnya, lengannya yang mungil hanya ambil 1 lembar uang 100 ribu rupiah.Padahal di dompet Gibran ada uang cash 1 juta rupiah, di tambah 3 ribu dolar amerika pecahan 100 dolar.“Bang Ndi, kasih kembaliannya 13 libu!” sahutnya pada kakak lelakinya, kembali Gibran melongo, segitu jenius dan jujurnya ni anak, pikirnya heran sendiri.Dari heran tentu berubah jadi penasaran, sehingga dia ingin berkenalan dengan kedua orang tua anak-anak hebat ini.“Nggak perlu dikembalikan, semua yang ada di dompet ini Om kasihkan ke kalian berdua. Tapi syaratnya, kalian harus ajak aku ketemuan ortu kalian yaah, Om hanya mau kenalan!”Si anak kecil itu dengan mata terbelalak mengangguk juga si cantik jenius ini. Mereka tentu heran, kok enteng banget orang tak di kenal ini memberi mereka uang. Gibran menunggui kedua kakak beradik ini membagi-bagikan kuenya pada semua yang lewat. Adiknya yang cantik ternyata tak mau berpangku tangan
“Jangan takut, Om tak marah kok, kalian mau kemana?” Gibran jongkok di depan Dyani, yang terlihat memegang dua lembar uang 100 ribuan.“Mau belanja ke minimalket itu Om, eh Om jangan malah yaa, uang ini, Dyani ambil di dompet Om lohh!”“Oh yaa…astaga. Iya baru Om ingat, mau nggak ambilin sekarang dompetnya, isinya boleh di ambil semuanya, bilangin ke mama kamu yaah, Om kasih semuanya, tapi dompetnya kembalikan lagi ke Om!”“Om…tunggu di sini, biar Aldi yang balik ke rumah, tolong jagain Dyani ya Om. Dyani, Abang jalan dulu yaa…jangan takut, Om ini temannya mama kita!”Mendengar kalimat inilah Dyani mengangguk, awalnya takut juga, tapi mendengar ucapan Aldi, barulah Dyani percaya kalau Gibran orang baik.“Dyani…Om mau tanya…di mana ayah kamu sayang?” Gibran langsung ada akal bertanya pada gadis kecil ini.“Ayah…? Sejak Dyani lahil hingg