“Jangan takut, Om tak marah kok, kalian mau kemana?” Gibran jongkok di depan Dyani, yang terlihat memegang dua lembar uang 100 ribuan.“Mau belanja ke minimalket itu Om, eh Om jangan malah yaa, uang ini, Dyani ambil di dompet Om lohh!”“Oh yaa…astaga. Iya baru Om ingat, mau nggak ambilin sekarang dompetnya, isinya boleh di ambil semuanya, bilangin ke mama kamu yaah, Om kasih semuanya, tapi dompetnya kembalikan lagi ke Om!”“Om…tunggu di sini, biar Aldi yang balik ke rumah, tolong jagain Dyani ya Om. Dyani, Abang jalan dulu yaa…jangan takut, Om ini temannya mama kita!”Mendengar kalimat inilah Dyani mengangguk, awalnya takut juga, tapi mendengar ucapan Aldi, barulah Dyani percaya kalau Gibran orang baik.“Dyani…Om mau tanya…di mana ayah kamu sayang?” Gibran langsung ada akal bertanya pada gadis kecil ini.“Ayah…? Sejak Dyani lahil hingg
“Ima, kamu jaga Aldi di sini! Aldi, kamu jangan kemana-mana yaa di sini saja dengan tante Ima. Biar Om dan Om Sonu selamatkan mama dan adikmu!”Setelah mendapatkan gambaran di mana kira-kira Celica dan Dyani di bawa, Gibran pun berangkat berdua dengan Sonu.Sepanjang jalan Gibran pun menceritakan siapa sosok Celica dan Dyani itu, hingga Sonu langsung paham.Gibran kontak salah satu temannya di Mabes Polri, yang bertugas di bagian IT dan minta selidiki sebuah mobil yang sebelumnya disebutkan Aldi ciri-cirinya.“Mobil yang bawa Celica dan Dyani ke arah Malang,” perintah Gibran, yang sudah dapat petunjuk dan Sonu pun langsung arahkan mobilnya ke arah kota yang terkenal dengan buah apel nya ini.Melihat kekhawatiran Gibran, Sonu yakin kalau anak Celica itu pasti darah daging si tuan mudanya ini.Di lobby hotel, Ima sekretarisnya Gibran malah sama pikiran kayak Sonu, kalau Sonu mengira Dyani anak Gibran, adalah Ima yang &l
“Tak kusangka, ternyata kamu papanya Celica, lepaskan sekarang juga Celica dan Dyani, atau pistolku ini akan akhiri riwayat kamu…!” bentak Gibran.Sambil todongkan pistolnya ke pria yang tubuhnya tak lagi se tambun dulu, bahkan terlihat sangat tua saat ini.“Bang, tolong jangan sakiti dia, bagaimanapun dia papa kandungku,” terdengar suara Celica mencegah Gibran menyakiti Olly Bantano.“Baik Celica…demi kamu dan anak kita, aku tak akan sakiti dia, tapi bila Dyani kenapa-kenapa dan kamu kembali dia sakiti, aku tak segan mendor kepalanya, biarpun dia papa kandungmu!” dengus Gibran sambil memandang tajam wajah tua Olly Bantano.Olly Bantano terlihat terdiam sejenak, dia lalu memanggil dua anak buahnya dan memerintahkan menjemput Dyani yang di sekap di sebuah ruangan.Dua anak buahnya sampai terkesiap melihat Gibran yang tengah menodongkan pistolnya ke arah bos mereka.“Cepat bawa cucuku ke
Masri hanya bisa menganggukan kepala, saat tahu hubungan Celica dan Olly Bantano tak pernah akur hingga kini dan Celica menolak memanfaatkan Dyan.“Baiklah Bang, semoga kali ini Celica jadi wanita terakhir yang Abang cintai, aku akan terus pantau kemana Olly Bantano bersembunyi,” janji Masri yang kini sudah berpangkat Komisaris Polisi, atau satu melati dipundaknya.Akibat sibuk persiapan nikah, Celica lupa menceritakan ke Gibran kapan kenal Aldi dan kenapa bisa jadi anak angkatnya hingga hampir 3,5 tahunan ini. Atau dimulai saat dia mulai hamil Dyani.Dan semua juga tak sadar…satu hari jelang akad nikah Gibran dan Celica, Aldi menghilang dari rumah mewah ini. Tanpa siapapun yang tahu kemana anak ini perginya.Sehari usai akad nikah dan para tamu sudah pulang, terutama keluarga dekat (saudara-saudara Gibran), barulah Celica kaget, saat mencari-cari Aldi yang tak terlihat batang hidungnya.“Dyani, Abang kamu kemana?” Ce
Agar kisahnya nyambung, kita ikuti petualangan Aldi, semenjak dia pergi meninggalkan ibu kandungnya, Tante Renita. Lalu dia terdampar di Sulawesi dan Surabaya.Tak disangka akhirnya malah jadi anak angkat Norah dan Celica, wanita-wanita yang justru dekat dengan ayah kandungnya sendiri tanpa dia sadari.Setelah ibu kandungnya sakit-sakitan akibat sering menerima KDRT dari suami ketiganya (karena Renita menikah siri dengan Gibran, setelah sebelumnya menikah dengan seorang tentara yang melahirkan Dewi yang kini tinggal di Medan).Sadar nyawanya tak berumur panjang, Renita menitipkan Aldi pada sepasang suami istri yang tak mempunyai anak ini.Pak Jarah dan Bik Mirah istrinya yang merupakan bidan beranak dengan senang hati adopsi Aldi yang saat itu baru berusia 1 tahunan.Setelah Renita wafat, bahkan pa Jarah dan Bik Mirah yang urus pemakamannya, dua bulan kemudian suami istri ini awalnya berniat pergi merantau ke Kalimantan.Namun Bik Mirah beru
Dendam akibat kakek Telo dan Norah di bunuh penjahat, membuat anak ini bertekad ingin membalasnya kelak. Tanpa tahu kalau ketiga pembunuh itu sudah mampus di tangan pamannya sendiri, Masri Harnady.Diam-diam Aldi juga ingin jadi ustaz muda, dan bertekad akan jadi pria baik, bukan pemain wanita.Aldi juga berencana kelak akan mencari ayah kandungnya, juga ingin suatu hari ziarah ke makam ibu kandungnya di Sumatera."Kata bunda Norah dulu, aku juga punya saudara perempuan yang tinggal di Medan, aku akan cari dia sampai bertemu kelak," batin Aldi.Di ponpes ini, hampir separunya mondok di sini, sisanya para santrinya yang berjumlah 500 an orang dari anak-anak warga sekitar Ponpes tersebut.Inilah yang membuat Gibran dan Masri, termasuk Sonu gagal mencari keberadaan Aldi hingga berbulan-bulan.“Kemana anak itu menghilangnya…?” Celica sangat sedih kehilangan Aldi, dia makin sayang dengan anak angkatnya ini, apalagi saat tahu ka
Setelah menyimpan nope masing-masing, keduanya kembali aseek bersenda gurau. “Bang malam minggu ke rumah Tasya yaa…masih jomblo nih,” canda Tasya, sekaligus pancingan.Tanpa pikir panjang Masri mengangguk dan keduanya kembali aseek bercanda, hingga tak terasa senja menjelang dan mereka menikmati sunset yang indah di Pantai Losari yang sangat terkenal ini.Setelah mengantar Tasya ke rumahnya, Masri pun genjot sepedanya bermaksud balik ke apartemennya.Namun pas di lampu merah, saat menunggu lampu hijau. Brakkk…sepedanya sekonyong-konyong tertabrak sebuah mobil dari dibelakang.Akibatnya sepeda Masri langsung terdorong lumayan keras ke depan dan menabrak mobil di depannya.Masri bahkan sampai jumpalitan jatuh ke aspal, untung ia sigap, hingga cedera fatal bisa dihindari.Masri kaget dan marah bukan kepalang, walaupun dia tak cedera parah karena masih pakai baju olahraga yang ada septi-nya, tapi sepedanya bengkok dan tentu tak bisa digunakan lagi kecuali di bawa ke bengkel.Masri pun ban
Masri tersenyum kecil, dua buah mobil premium jenis sport sudah nangkring di garasi apartemen mewahnya, mobilnya ini baru datang dari Jakarta.Mobil-mobil ini miliknya yang selama ini jarang di pakai, karena dia tugas di daerah. Tapi setelah pindah ke Makasar ia minta sopir keluarganya kirimkan 2 mobil berharga puluhan miliar ini.Layaknya anak muda, di malam minggu ini dengan hanya kenakan jeans di padu kaos hingga otot tubuhnya terlhat jelas, terutama di bagian dada dan lengan. Masri bermaksud jemput Tasya jalan-jalan.Tasya pun sama dengan Samirah, sampai saat ini masih anggap Masri hanyalah polisi biasa, bukan seorang crazy rich.Masuk ke halaman rumah Tasya, remaja jelita ini bengong melihat mobil mewah ini nangkring di depan terasnya.Makin melongo lagi, saat keluar seorang pemuda tampan yang penampilannya bak selebriti.“Astaga, aku kira artis ibukota mana yang datang ngapelin aku malam ini,” seru Tasya sambil menyongsong kedatangan Masri dan tak ragu lagi memeluknya.Tanpa bua