“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Om, aku bukan wanita seperti yang om kira. Aku gadis baik-baik!”Rachel mengiba sambil berjongkok di ujung ranjang kamar hotel mewah ini. Di hadapannya, seorang pria hidung belang tengah menatapnya dengan mata berkabut gairah.Kehormatannya dalam bahaya, usai dia dikhianati kekasihnya sendiri. Kekasih yang dia kira akan memberinya pekerjaan, nyatanya malah menjualnya pada pria tambun yang ada di depannya saat ini. “Dengar, cantik. Kamu ini sudah dijual kekasihmu pada Om. Lagipula, uang 15 juta bisa kamu bawa pulang setelah ini. Jadi, jangan menolak.”Setelahnya, tanpa menunggu Rachel menjawab, pria itu bergerak menarik tubuh mungilnya. Dia mencoba melawan, tetapi cengkeraman pria itu di bahunya begitu kuat, hingga kemudian terdengar suara robekan.Brettt!Bahu mulus milik Rachel terekspos, membuat tatapan penuh gairah pria itu semakin menjadi, bak serigala yang lapar dan telah menemukan mangsanya. Rachel mundur tatkala pria itu terus memangkas jarak. Seringai pria itu, juga tatapan
“Sayang, kamu–” Plak!Lagi-lagi, tamparan dihadiahkan Rachel untuk pria itu. “Aku jijik mendengar panggilanmu!” Dia menatap penuh amarah ke arah Doni yang terdiam dengan kedua pipi memerah. Lobi yang semula sepi, kini ramai karena keributan yang diciptakan mereka berdua. Beberapa karyawan yang berjaga mencuri pandang ke arah mereka.Doni menggertakkan rahangnya. Dia menatap nyalang ke arah Rachel yang baru saja mempermalukannya.“Wanita tidak tahu diri!!” ujarnya sambil merapatkan gigi. “Kamu pikir, pekerjaan apa yang bisa memberikanmu uang banyak dengan waktu yang cepat? Kamu tidak perlu munafik, Rachel!”Rachel mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Dia memang bukan wanita religius, tetapi menyerahkan kehormatannya pada pria hidung belang, terlebih yang tidak dia kenal jelas membuatnya jijik. Dia tak rela disentuh pria hidung belang hanya untuk memuaskan hasrat liar mereka yang tak pernah padam.“Kamu benar-benar bajingan, Don!”Pria itu terlihat tak acuh. Alih-alih lelah memaksa
“Tunggu sebentar, aku akan ambilkan uangnya.”Mata Rachel mengerjap, kemudian mengikuti gerak Tommy yang melangkah menuju brankas yang ada di kamar tersebut.Pria itu terlihat mengambil satu gepok uang, lalu kembali ke hadapan Rachel dan menyerahkan uang itu pada sang gadis.“O-om, ini….”“50 juta. Sisanya, akan kubayar setelah kegiatan kita selesai.”Rachel meneguk lagi salivanya dengan kasar. Untuk pertama kalinya dia memegang uang sebanyak ini. Namun, dia juga gugup sebab untuk pertama kalinya akan bersentuhan dengan seorang pria.“Tapi kalau kamu ragu, aku tidak memaksa.” Pria itu kembali berujar. Raut wajah Rachel yang memucat cukup jadi gambaran kalau masih ada keraguan pada gadis itu. “Kamu boleh kembali ke kamarmu.”“T-tidak, Om.” Rachel menggeleng. Dia memberanikan diri menaikkan pandangan dan menatap Tommy dalam-dalam. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?”Kemudian, dengan pengalaman yang dimiliki Tommy, pria itu membimbing Rachel melewati hal baru. Perlakuan pria itu yang
Dua minggu kemudian.Rachel duduk termangu usai menerima telepon dari temannya. Sejak peristiwa yang tak pernah dia impikan berturut-turut menimpanya, gadis itu jadi sering melamun.Otaknya mumet penuh dengan rasa bersalah, kemarahan dan kejengkelan pada Doni, hingga bayangan Tuan Tommy. Meski tak pernah bertemu lagi dengan pria setengah tua itu, otaknya masih menyimpan dengan baik perilaku pria itu, juga ketampanannya. Pikiran yang tidak-tidak pun mulai dia rasakan. Rasa ketertarikan pada Tommy, juga perasaannya yang begitu nyaman ketika bersama pria itu membuat angan-angan Rachel meliar, berharap dan memimpikan jika dia bisa menjadi pasangan pria gagah itu.“Gila kamu Rachel!” Gadis itu memarahi dirinya sendiri. “Bagaimana pun, dia lebih cocok jadi papamu, ketimbang kekasihmu! Lagian, orang sepertinya tidak mungkin ingat aku, kan?”Rachel mengempaskan pikiran tidak-tidaknya itu dengan membandingkan kondisi mereka berdua. Dia yang hanya anak ingusan–mungkin, di hadapan Tommy, jelas
Keheranan pun terjadi pada Sumi. Melihat anaknya terus-terusan muntah di pagi hari itu, membuatnya tak tega.“Kamu makan apa sih nduk, kenapa sampai muntah-muntah begini?”Ibunya itu memijat punggung mulus anaknya ini dengan lembut, mengantarkan kenyamanan yang Rachel rasakan. “Kayaknya Rachel masuk angin, Bu,” jawab Rachel asal, lagi-lagi mengulang alasan yang sama.Pikirnya, saat ini memang sedang masuk musim penghujan. Ditambah lagi, beberapa hari terakhir dia selalu kehujanan ketika pulang dari kampus.Rachel merasa lebih baik usai dipijat ibunya. Wangi aroma minyak urut yang digunakan sang ibu agaknya manjur mengusir mualnya. Tak lama, hasrat ingin makannya pun muncul, membuat dia langsung menuju ke dapur.Mata Rachel berbinar begitu melihat buah mangga yang masih muda, yang ada di atas meja makan. Air liurnya bahkan terus-terusan melonjak, seolah tubuhnya begitu menginginkan buah yang asam itu. Tanpa pikir panjang, alih-alih menyendok makan, Rachel mengupas mangga muda itu. Ha
Kereta api tujuan Bandung bergerak meninggalkan ibukota negeri ini, membawa diri dan hati yang berat secara terpaksa meninggalkan tempat kelahirannya. Satu hari Rachel memutuskan menginap di hotel, sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli sebuah rumah sederhana di sebuah kompleks perumahan. “Kamu sendiri ya, Nduk? Suaminya mana? Apa kamu masih gadis?” Si pemilik rumah bertanya, saat Rachel mendatanginya seorang diri. “S-saya janda Bu!” Tergagap, Rachel menjawab pertanyaan yang tak disangka-sangka ini. “Oalaaah, janda. Cantik-cantik kok janda?” ujarnya tidak menyangka. Kemudian, matanya menelisik ke satu arah dan mendekat kemudian berbisik, “Awas loh, hati-hati. Pak RT di sini terkenal ganjen, apalagi sama janda yang masih seger gini!” goda si ibu ini sambil mengecek ponselnya. Uang sebesar 95 juta sebagai harga pembelian rumah itu telah dikirimkan Rachel pada ibu itu. Setelah selesai urusan jual beli rumah, tanpa bertele-tele, si pemilik rumah ini pun berikan sertifikat dan