Share

Istriku Bukan Cleaning Service Biasa
Istriku Bukan Cleaning Service Biasa
Penulis: Ara Hakim

Terjebak di Cold Room

Penulis: Ara Hakim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-06 07:04:02

“Tolong! Tolong! Apa ada orang di luar sana? Tolong buka pintunya!” Pekik Adrian seraya mengetuk dengan kuat pintu besi.

Tidak ada siapa pun yang menjawab dan membukakan pintu. Adrian terjebak bersama dengan seorang cleaning service di dalam ruangan bersuhu kurang dari 20 derajat Celcius.

“Cepat cari bantuan. Telepon siapa pun atau terserah. Kita bisa mati di ruangan dingin ini.”

Raisa gelagapan merogoh benda pipih yang ada di saku celananya. Dia mengetuk beberapa kali layar ponsel. Namun, panggilan telepon baru saja hendak terhubung tiba-tiba ponselnya mati begitu saja.

“Baterainya habis, Pak,” ucap Raisa panik.

Laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu tersandar di pintu dan mengusap kedua wajahnya dengan kasar setelah menyadari ponselnya juga tertinggal di meja kerjanya.

Adrian kembali berteriak sekuat tenaga meminta pertolongan, namun tidak ada siapa pun yang datang untuk menyelamatkan seorang CEO dari Carghost Intercoparated ternama di kota Jambi itu.

Laki-laki blasteran India-Indonesia itu tadinya hendak memastikan gudang penyimpanan daging sapi beroperasi dengan baik karena baru digunakan tiga hari yang lalu. Namun, pintu besar berisolasi itu terkunci begitu saja.

“Di sini dingin sekali, Pak.” Wajah Raisa tampak pucat. Sudah 30 menit mereka berada di ruangan pendingin daging.

Hari itu Raisa mendapatkan jadwal untuk membersihkan gudang penyimpanan daging yang akan diekspor ke mancanegara. Setelah bertahun-tahun bekerja, ini pertama kalinya dia ditimpa kejadian naas. Terjebak bersama CEO perusahaan yang amat dihormati di tempat bekerjanya.

Adrian mondar-mandir memikirkan bagaimana caranya agar bisa bertahan sampai ada yang membantu mereka. Tiba-tiba ada sebuah lampu terang menyala di kepalanya. Dia menyusuri setiap sudut cold room untuk mencari tahu di mana tempat pengaturan suhu.Tak berselang lama laki-laki beralis tebal itu menemukan beberapa titik tempat pengaturan suhu. Namun, letaknya sangat tinggi.

”Hei! Raisa kemari! Bantu saya untuk bisa naik dan mematikan suhu ruangan,” suara tegas dan berwibawa itu membuat Raisa menoleh.

Raisa mengambil sapu yang berada tak jauh darinya. Dia berlari dengan tergopoh-gopoh menuju sumber suara, “pakai ini, Pak,” sahutnya.

Ardian dengan cepat menyambar sapu itu dan menjulurkannya ke arah pengaturan suhu. Sepuluh menit berlalu usahanya belum juga berhasil. Sementara suhu ruangan semakin dingin.

“Saya butuh kursi atau apa pun yang bisa dinaiki,” pinta Ardian.

Mata Raisa menjalar ke seluruh ruangan mencari tangga yang biasa digunakan di ruangan cold room.

“Ketemu!” Dengan susah payah Raisa berlari mengambil tangga dan memberikan kepada Ardian.

Akan tetapi, ketika menaiki tangga yang berembun itu membuat Adrian terpeleset dan terjatuh menindih tubuh Raisa. Wanita bertubuh agak berisi itu meringis kesakitan dan tak sengaja kedua bibir mereka bertemu barang lima detik.

Jarum jam seolah berhenti sebentar. Mata mereka saling tatap seperti ada aliran listrik yang mengalir. Baru kali ini Raisa melihat pemilik perusahaan Chargost yang terkenal dingin tanpa jarak sejengkal pun. Gudang penyimpanan makanan beku itu berubah menjadi hangat sejenak karena tubuh mereka menjadi pelindung satu sama lain.

”M-maaf, Pak,” seru Raisa seraya mendorong dada bidang Ardian.

Adrian segera berdiri dan merapikan kembali pakaiannya. Rasa malu seolah menjalar sampai ke ubun-ubun. Namun, Adrian masih tetap berusaha menjaga wibawanya di depan Raisa dalam kondisi bagaimana pun. Naas ciuman pertamanya harus tercipta dalam kondisi yang tak mengenakkan.

Adrian Bharmantya CEO yang tampan dan muda itu membuat semua pegawai wanita di kantornya berlomba-lomba untuk meluluhkan hatinya. Dan hari ini Raisa mendapatkan seluruh perhatian itu tanpa harus berusaha susah payah. Bahkan berciuman sesuatu yang tak pernah terbayangkan di benaknya.

Sesaat kemudian mereka berdua kembali bergeming. Tak ada sepatah kata pun yang keluar selain suara mesin refrigerasi khusus pendingin yang menderu. Saat ini suhu hampir mencapai puncak beku. Bibir Raisa yang merah alami mulai memudar karena menahan dingin. Begitu juga dengan Adrian. Dia bersedekap sekuat mungkin memeluk dirinya sendiri.

“Pak, kita bisa menyumbat mesin refrigerasi itu dengan sesuatu,” lirih Raisa seraya menunjuk mesin kotak besar bersusun di atas kepala mereka.

Adrian terpaku sejenak. Ya. Kipas pada kondensor refregarasi mesin mungkin bisa dihentikan dengan menyumbat menggunakan potongan daging sapi. Mereka berdua berusaha sekuat tenaga melempari baling-baling logam yang berputar itu dengan potongan daging sapi yang terbungkus. Beruntung putaran kipas dengan kecepatan tinggi itu bisa dihentikan. Kini, Ardian dan Raisa harus bekerja lebih keras lagi untuk menghentikan sembilan mesin refrigan yang masih menyala.

Suhu ruangan mulai menurun dan keadaan mulai membaik. Seorang atasan dan bawahan yang terjebak itu ber-puh lega. Mereka bersyukur tak sampai mati karena membeku di gudang penyimpanan bahan pangan protein.

*Sesaat sebelumnya*

Mentari baru saja bangun dari tempat peraduannya. Cahayanya mulai menyentuh lekuk daun-daun dan biasnya menembus ke jendela. Sama seperti hari-hari sebelumnya, Ardian selalu on time datang ke kantor dan menata semua pekerjaannya dengan baik.

”Selamat pagi, Pak.” Mira mengetuk pintu sebanyak tiga kali. Kepalanya menyembul dari pintu kaca.

”Masuk,” jawab Adrian.

“Ada client yang ingin memesan daging sapi beku sebanyak 1000 ton. Negara tujuan adalah India. Berikut laporannya, Pak. Saya sudah pastikan persediaan stok daging kita cukup dan siap untuk dikirim,” ucap Mira dengan yakin seraya memberikan sebuah map merah.

India? Sebenarnya ini bukan pertama kalinya Ardian memenuhi permintaan barang ke negara ekspor pemasok daging terbesar kedua di dunia itu. Namun, setiap kali tempat kelahiran ibunya itu disebut Ardian langsung bersemangat. Dia membuka map dan membacanya dengan pelan dan tenang.

“Bagus. Kirimkan invoice-nya ke pembeli dan segera proses pengirimannya jika sudah dibayar. Tapi, sebelumnya saya akan cek secara langsung di gudang penyimpanan kualitas dan kuantitasnya apakah sudah sesuai,” ucap Adrian dengan pandangan mata tetap lurus ke depan.

”Saya temani ya, Pak?” tawar Mira dengan nada manja yang dibuatnya.

”Tidak usah,” jawab Adrian tegas dan segera beranjak keluar menyisakan Mira di dalam ruangannya sendiri.

Wanita dengan gincu merah menyala itu mengepalkan tangan dan memukul meja dengan kasar. Usahanya gagal untuk bisa mendekati CEO tampan dan kaya raya itu. Mira terdiam sejenak dengan tangan menopang dagu. Seketika matanya tertuju dengan pipih yang ada di hadapannya. Adrian meninggalkan ponselnya. Mira tersenyum menyeringai.

”Dia menuju cold room dan ponselnya tidak dibawa. Jalankan tugasmu sekarang,” ucap Mira dengan wajah penuh kemenangan di ujung telepon. “Aku akan main cantik Adrian Bramanthya,” ucapnya lagi setelah telepon terputus.

Adrian berjalan dengan gagah menuju gudang dengan kedua tangan masuk ke saku celana. Namun, saat melewati lorong kantor dia merasa sedang diikuti. Laki-laki berjas hitam itu menoleh ke samping jalan akses utama yang sudah sepi. Seperti ada bayangan yang hilang dalam sekejap.

“Siapa?” Suara Adrian menggema di seluruh lorong jalan. Namun, bayangan itu melesat begitu saja setelah ditelusuri. Setelah dirasa tidak ada siapa pun Ardian kembali menuju cold room.

Sementara itu, seorang cleaning service wanita sudah berada di cold room untuk menyelesaikan pekerjaannya hari ini. Raisa mendengar langkah kaki seseorang mendekat. Betapa terkejutnya dia saat tahu bahwa Adrian pemilik perusahaan tempatnya bekerja juga ada di dalamnya.

“Silakan lanjutkan pekerjaan kamu. Saya mau cek kesediaan barang secara langsung,” titah Adrian melewati Raisa tanpa menolehnya.

Sekian lama bekerja ini pertama kalinya Raisa mendengar suara CEO yang terkenal idealis itu. Hanya berdua saja di dalamnya membuat hati Raisa seperti ada yang bertiup. Namun, Raisa juga sempat membayangkan jika terjadi sesuatu hal apa yang harus dia lakukan?

“Buka pintunya! Buka!” Teriak seseorang yang suaranya baru saja dia kenali. Raisa berjingkat dan berlari ke sumber suara.

”Ada apa, Pak?” Tanya Raisa panik.

”Pintunya terkunci.” Adrian berusaha menenangkan diri. “Cepat cari bantuan. Telepon siapa pun atau terserah. Kita bisa mati di ruangan dingin ini,” lanjut Adrian dengan nada tajam.

Raisa gelagapan merogoh benda pipih yang ada di saku celananya dan mengetuk beberapa kali layar ponsel. Namun, panggilan telepon baru saja hendak terhubung tiba-tiba ponselnya mati begitu saja.

“Baterainya habis, Pak,” ucap Raisa.

Laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun itu tersandar di pintu dan mengusap kedua wajahnya dengan kasar setelah menyadari bahwa ponselnya juga tertinggal di meja kerjanya.

Adrian bergeming sejenak. Tiba-tiba berkelebat di kepalanya tentang firasatnya yang diikuti orang sebelum sampai di cold room. Apakah ini murni kecelakaan atau ada pihak tertentu yang sengaja melakukannya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Skandal dibalik Pintu Terkunci

    Jarum pendek jam di tangan berhenti pada angka dua belas. Suhu beku tadi sudah seperti malaikat yang siap merenggut nyawa mereka berdua. Panik, namun berhasil dihentikan. ”Sudah lima jam kita di sini, tapi belum ada siapa pun yang datang.”Adrian menghirup udara dalam-dalam karena pasokan udara di ruangan itu mulai berkurang. Mesin refregarasi sudah berhasil disumbat dengan potongan daging dan yang tersisa hanya aromanya yang menyengat. ”Bantuan akan datang sebentar lagi. Kita tunggu saja, Pak,” sahut Raisa dengan nada penuh keyakinan. “Saya yakin ini bukan kecelakaan semata. Pasti ada dalang di balik semua ini," ucap Raisa. Mata wanita berambut bergelombang itu berkelabat. Rambutnya sudah tak tertata lagi dan memeluk kedua lututnya di lantai. Adrian mengayunkan kaki mendekati Raisa yang terduduk. Seluruh wajahnya tampak menyala seperti api yang siap membakar. ”Apa maksudmu?” ucap Adrian pelan namun menusuk. “Aku sering mendengar percakapan orang-orang penting di kantor ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Keterpaksaan

    “M-menikah?” Tanya Raisa dengan mulut setengah menganga. Jika wanita itu bukan Raisa sudah pasti hatinya berbunga-bunga mendengar kata menikah yang keluar dari mulut seorang pria tampan dan berkedudukan seperti Adrian. Namun, mengawali pernikahan karena terpaksa demi menjaga citra baiknya di depan orang-orang bukanlah awal yang baik. Menikah macam apa itu? Batin Raisa bergejolak. ”Saya tidak mau, Pak,” tolak Raisa dengan gelengan cepat. Adrian menatap lekat wajah Raisa. “Kalau kamu menolak menikah dengan saya maka bukan cuma perusahaan ini yang bangkrut. Kamu dan ratusan orang pegawai juga angkat kaki dari sini,” seloroh Adrian dengan wajah serius. Deg! Tiba-tiba Raisa langsung teringat dengan Raihan dan Rais. Begitu juga papanya. Kalau dia dipecat maka dengan apa lagi dia menghidupi ketiga laki-laki yang sangat disayanginya itu. Dan rencana untuk mencari tahu kematian mamanya di perusahaan itu akan sia-sia. ”Baik. Demi menjaga perusahaan dan ratusan pegawai yang mencari n

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Semakin Rumit

    Desas-desus langsung terdengar di telinga, tapi tak ada satu pun yang berani menyangkal kenapa direktur utama itu mau menikahi seorang cleaning service. Sementara itu, di balik pintu kaca berdiri seorang wanita dengan gincu merah menyala dan hati yang menyala-nyala pula. Dia mengepalkan kedua tangan dan hampir ingin memukul pintu kaca, namun tangannya menggantung di udara. “Apa aku harus jadi cleaning service dulu supaya bisa menikah dengan Adrian?” Mira mendengus kesal. Ternyata usahanya untuk menjadi pahlawan jikalau reputasi Adrian hancur tidak benar-benar menjadi kenyataan. Justru Adrian melindungi seorang cleaning service bahkan menyanjungnya di hadapan semua orang. *** Langit senja memerah saat Adrian melangkah keluar dari kantornya. Langkahnya berat, seakan ada rantai tak kasat mata mengekangnya. Hari ini, dia resmi menikah dengan Raisa. Sebuah keputusan yang diambil bukan karena cinta, melainkan demi menyelamatkan citra perusahaannya. Kabar skandal yang hampir mengh

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bukan CS Biasa

    Saat kembali ke kamar hotel. Adrian mendapati Raisa sudah lebih dulu duduk di bibir ranjang membuka gaun pengantin dengan gurat wajah yang lelah. “Jadi malam ini kita harus berpura-pura bahagia juga, Pak?” Tanya Raisa dengan suara datar, tanpa menoleh ke Adrian. Laki-laki yang berdiri dekat jendela kaca besar hotel itu tak menjawab. Dia mengeluarkan tangan kiri yang masuk di saku celananya seraya berjalan ke arah minibar dan menuangkan segelas anggur merah dan meneguknya dalam diam. Adrian tak tahu mana yang lebih buruk. Pernikahan tanpa cinta ini atau ancaman Kirana yang kini menggantung di atas kepalanya? Dadanya bertalu-talu macam ada gunung yang hendak meletus. Pemandangan kota Jambi yang berkilauan di malam hari, dinding hotel berlapis kayu dengan sentuhan emas berpadu dengan wallpaper cream tiba-tiba meredup. Gaun Raisa yang biru muda dan bibirnya yang merah juga mendadak luntur menjadi monokrom, hilang warna, kemudian mengabu. Yang jelas, ucapan Kirana adalah satu hal y

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Pria Bertopeng

    “Siapa kau?!” teriak Adrian. Kedua tangannya refleks membentang melindungi Raisa yang ada di belakang punggungnya. “Tidak perlu tau siapa aku! Biarkan aku membawa perempuan yang ada di belakangmu.” Udara di sekitar mendadak terasa lebih berat. Laki-laki itu semakin mendekat tanpa ragu sedikit pun. “Mendekat satu langkah akan kubuat sepatumu tertinggal di sana.” Alis Adrian bertaut. Tampak wajahnya berubah menjadi keras. Sementara itu, Raisa merasa kebingungan. Jantungnya berdebar kencang, seperti palu yang terus menghantam dinding dadanya. Tanpa membuang waktu, Adrian mengayunkan tinjunya ke arah wajah pria bertopeng. Namun, lawannya terlalu cepat dan gesit, pria bertopeng itu menunduk, menangkap pergelangan tangannya, lalu memelintirnya dengan kekuatan brutal. Adrian terjatuh begitu saja. Dibalik topeng terdengar suara tawa menyeringai mendekat ke arah Raisa. Sontak sepatu tingginya menyeret beberapa langkah ke belakang. Adrian berusaha bangun meski rasa sakit menjalar dari

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-11
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Rahasia Terungkap di Rumah Sakit

    “Ica ….,” jerit Ratih setelah knop pintu rumah sakit berdecit. Aroma antiseptik bercampur dengan wangi bunga segar dari vas di atas meja menguar. Ratih sedikit merasa salah tingkah setelah mengetahui Adrian juga berada di ruangan itu.“Eh … maaf, Pak. Ternyata ada Pak Adrian di sini,” ucapnya seraya tertunduk sopan. Adrian menatap sebentar ke arah wanita berambut pendek dengan wajah dramatis itu menaruh sekantong makanan di atas nakas.Sekilas, Ratih melihat atasannya itu menarik napas pendek beberapa kali seperti menahan ketidaknyamanan yang langsung merayapi tubuhnya. Menyadari akan hal itu, Ratih memberikan sebotol air mineral kepada Adrian.“Tidak, terima kasih,” balas Adrian dingin. Mata Adrian berkeliling, berusaha mengalihkan fokus dari bau antiseptik yang menganggunya semalaman karena menjaga Raisa. Adrian sebenarnya tak tahan. Bukan hanya bau antiseptik, tapi juga kenangan yang tiba-tiba muncul tanpa permisi. Rumah sakit selalu memberinya perasaan tidak nyaman.“Kebetulan

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-12
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Rahasia Terungkap 2

    “Papa, siapa pria bertopeng itu? Apa dia ada hubungannya dengan kematian Mama?” Rais dan Raihan langsung menoleh ke ayah mereka dengan ekspresi kaget. “Kematian Mama? Apa maksud Kak Raisa?” Alis Rais berkerut. Sementara itu, Raihadi menarik napas panjang, menyandarkan tongkatnya dekat nakas lalu duduk di kursi samping Raisa. Tangannya bergetar, menunjukkan betapa sulit baginya untuk mengatakan ini. “Ada sesuatu yang belum pernah papa ceritakan pada kalian semua … tentang kematian Mama kalian.” Raisa menahan napas sejenak. Pandangan Raihadi sejenak menyapu lantai rumah sakit, lalu menatap Raisa tajam. “Mama kalian tidak meninggal karena kecelakaan biasa, Raisa. Dia dibunuh.” Ruangan langsung sunyi. Raisa merasakan darahnya berdesir. Rais terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan, sementara Raihan yang masih kecil tampak kebingungan. Ternyataa dugaan Raisa selama ini tepat. Kematian mamanya yang janggal bukan hanya sekedar kecelakaan biasa, namun karena dibunuh o

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-13
  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Peduli

    “Maaf, saya datang bersama dokter untuk memeriksa kondisi Raisa,” ucap Adrian seraya melepas separuh kedua tangannya yang tenggelam di saku celananya. “O-oh … Iya, Pak. Silakan,” jawab Ratih dengan mulut setengah menganga. Sebisa mungkin Ratih menahan diri untuk bertanya apakah Adrian mendengar apa yang sudah dibicarakan tadi. Dokter berkulit putih itu mendekat dan mulai memeriksa detak jantung Raisa menggunakan stetoskop dan lanjut memeriksa lengannya yang berbalut perban. “Lukanya cukup dalam dan menembus otot. Pendarahannya tadi cukup banyak, tapi sudah dibantu dengan transfusi darah oleh Pak Adrian,” jelas dokter. Kedua alis Raisa bertaut mendengar penjelasan dokter. “Donor darah dari Adrian?” tanyanya memastikan sekali lagi. Dokter membalasnya dengan anggukan lalu tersenyum. Ratih menutup wajahnya separuh, seakaan tak percaya bahwa Adrian ternyata sangat peduli. Padahal, Raisa sering bercerita bahwa Adrian tidak pernah sama sekali berbicara jika di rumah. Pernikahan itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-14

Bab terbaru

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 21

    “Ya,” jawab Pak Brengos singkat yang tetap menatap layar ponselnya ketika aku berada di depan meja kerjanya. Lelaki itu belum dikatakan tua. Dari penampakannya kutaksir usianya masih tiga puluh lima sampai empat puluh tahun. Tentang kenapa semua orang memanggilnya ‘Brengos’ mungkin wajahnya terlalu banyak bulu hingga agak menyeramkan.“Saya ingin meminta pabrik ini untuk lebih memperhatikan limbahnya. Saya membawa laporan bahwa pabrik Bapak ini membuang limbah ke sembarang tempat. Hingga bahan kimia-nya meracuni tanah di kebun duku dan durian kami, Pak.”“Ngomong sama manajer sana!”Astaga. Apa semua orang di pabrik ini segitu cueknya dengan orang lain. Sedari tadi aku selalu bertemu dengan orang yang tiada kepedulian terhadap tamu. Satpam yang meremehkan, staf yang tak menghargai, dan kepala pabrik yang sama tak pedulinya. Aku mengelus dada, menarik napas dalam. Sabat, Cinta.“Maaf, tapi Bapak kepala pabrik.”Tatapannya baru terarah kepadaku, membuatku agak menunduk agar tatapan kam

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 20

    KUTUTUP PINTU ruangan direktur. Kami beranjak menuju lift. Namun, betapa terkejut di dekat lift api sudah membakar besar sekali.“Astaghfirullah, Allahuakbar,” pekikku. Aku menarik Mas Rama menuju jalan darurat di tangga belakang. Namun kudapati di sana api pun sudah membesar. Kami terjebak. Kalau aku nekad melewati api itu, bisa-bisa sebagian besar tubuhku ikut tebakar pula. Belum lagi Mas Rama yang masih lambat, ia tak bisa berlari melewati api.Bagaimana ini? Aku berpikir. Namun detak jantung kecemasan terlanjur menguasai kalbu hingga ketakutan yang ada.“Bu Cinta, Pak Rama, anda di dalam sana?” suara Dennis terdengar memekik dari lantai bawah. “Iya, Den. Kami di sini. Apinya besar, Den.”“Mumpung apinya masih kecil, terobos, Pak, Bu!”“Mas, ayo kita terobos apinya.” Aku menarik tangan Mas Rama. Namun suamiku itu malah terbengong. Ya Allah, di saat seperti ini biasanya Mas Rama orang yang menengkanku. Dia orang pertama yang membuatku merasa sejuk dalam hati, ringan dalam napas. Na

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 19

    “ULYA, jaga mulut kamu!” ucapku dengan tegas pada dokter muda nan cantik itu. Apa, cantik? Hilang semua kecantikannya, terbatalkan oleh akhlak kasarnya. Kalimatnya barusan meruntuhkan semua image-nya.“Auu.” Ulya memegangi pipinya. “Kurang ajar kamu, Cinta.”Tamparanku memang tak seberapa kerasnya. Mungkin ia tak merasa sakit sama sekali, tapi aku hanya ingin menunjukkan kalau aku tak mau kalah dengan serangan mentalnya itu. Aku paham ia hanya menjatuhkan keyakinanku pada diriku sendiri, agar perlahan mundur dari Mas Rama. Tentu saja tidak semudah itu.“Mulutmu yang harus disekolahkan. Bisa bicara yang menenangkan aja saat seperti ini? Pahami kondisi. Jangan asal ceplos, di saat yang salah dan pada orang yang salah.”Tap tap. Suara langkah Dennis mendekat. Dengan segera ia memasangkan badan di depan diriku, menjadi tameng.“Maaf, saya tidak akan membiarkan Bu Cinta lebih jauh lagi berbicara dengan anda,” ucap Dennis.Ulya tersenyum sebelah bibir. “I don’t care.”Ulya melangkahkan kaki

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 18

    “Aku hanya berjaga-jaga,” jawab Raisa menghindari tatapan Adrian. “Berjaga-jaga dari siapa?” Adrian sebenarnya tahu bahwa akan ada banyak orang yang mengincar Raisa. Termasuk pria bertopeng itu. Orang yang pernah menikam lengan Raisa. Kemudian, Kirana atau bisa jadi orang suruhan Selena. Raisa terdiam dengan napasnya tersengal-sengal. Adrian menyentuh tangannya lembut. “Aku tidak ingin kau hidup dalam ketakutan, Raisa.” “Aku tidak takut. Aku hanya bersiap-siap. Apa pun bisa terjadi denganku, Adrian,” jawab Raisa menarik lengannya. Adrian menggeser posisinya dengan duduk di bibir ranjang, lalu mengulurkan tangannya ke pipi sang istri. “Aku tahu kau kuat, Raisa. Tapi, kau tak perlu melakukan ini sendirian,” ucap Adrian mengiba. Raisa menatap Adrian penuh emosi. “Aku sudah sendirian selama bertahun-tahun, ini bukan hal baru bagiku, Adrian.” “Hei. Lihat aku. Lihat! Aku di sini,” bisik Adrian. “Kau tidak sendiri, Raisa. Ada aku. Suamimu,” lanjut Adrian menghela napas. Hening. Rais

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 17

    “Kau sudah gila, Adrian?! Menikahi seorang wanita tanpa nama, tanpa status! Apa kau tahu berapa banyak investor yang mulai meragukan perusahaan kita?!” Adrian dengan tenang menyesap kopinya, “Ini pernikahanku, bukan urusan bisnis, Papa. Lagi pula kenyataannya tidak begitu. Justru Raisa bisa mengatasi permasalahan perusahaan dengan cerdas. Dia bukan cleaning service biasa.” Selena tertawa sinis, menyilangkan tangan di dada. “Jangan naif, Adrian. Semua yang kita lakukan ada dampaknya bagi perusahaan. Reputasimu akan tetap dipertanyakan publik.” Meja panjang dari marmer hitam berkilau di bawah cahaya lampu gantung kristal yang menjuntai di langit-langit. Di ruang makan keluarga suasana menegang. Adrian menatap Selena tajam. “Aku tidak peduli dengan reputasi yang dibuat-buat. Aku hanya peduli dengan kebenaran.” William— papa Adrian mendengus lalu berkata, “kebenaran? Apa maksudmu?!” “Aku mulai menyelidiki. Tentang Raisa. Tentang keluarganya. Dan ternyata, ada hubungan antara ke

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Bab 16

    Malam turun dengan tenang, tapi udara di balkon terasa berat oleh percakapan yang belum terucap. Langit gelap membentang luas, hanya diterangi bintang-bintang yang bersinar samar, sementara angin malam berembus pelan membawa aroma embun dan sisa wangi bunga dari halaman. Adrian menemukan Raisa duduk di balkon sedang menatap langit malam dengan ekspresi sendu. “Aku ingin bicara denganmu,” ucap Adrian dingin. Raisa menoleh, melihat ekspresi Adrian yang begitu sulit diartikan. Wanita berpiyama Bortuques itu menghela napas, lalu berdiri. “Aku juga ingin bicara denganmu, Adrian.” “Aku tahu kau ingin mendapatkan keadilan untuk keluargamu, Raisa,” ucap Adrian menatapnya tajam. Raisa terdiam. Adrian melangkah lebih dekat, ekspresinya seolah menegang. “Tapi aku ingin tahu satu hal. Apakah kau benar-benar mencintaiku? Atau semua ini hanya bagian dari rencanamu?” Raisa menahan napas. Tangannya mencengkeram kuat pagar besi yang dingin. Pertanyaan itu menusuk langsung ke hatinya. Dia

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Kebenaran yang Menyesakkan

    Adrian tak langsung menjawab. Dia hanya menatap Raisa lekat-lekat, mencari sesuatu di balik suaranya yang bergetar. Raisa melangkah masuk, lalu melemparkan sebuah amplop dengan tulisan tangan di atasnya. Adrian meliriknya, dan begitu ia melihat nama yang tertera, matanya membeliak. Nyaris jantungnya berhenti berdetak. Adrian menatap amplop itu, lalu menatap Raisa. “Apa ini?” “Sesuatu yang harus kau baca,” jawab Raisa pelan, namun tegas. Adrian mengambil amplop itu, menimbangnya sejenak sebelum melirik Raisa dengan curiga. “Surat?” Raisa mengangguk, rahangnya mengeras lalu berkata, “dari seseorang yang dulu memiliki perusahaan ini.” Adrian membeku. Jari-jarinya tanpa sadar mengeratkan pegangan pada amplop itu. Jantungnya kembali berdetak lebih cepat. Surat itu seolah surat kematian yang ditujukan untuknya. Dengan hati-hati Adrian membuka amplop, menarik keluar selembar kertas yang sedikit menguning. Matanya membaca baris pertama, lalu berhenti. Ekspresinya sontak beru

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Rencana Baru Kirana

    Aku hanya ingin membuka matamu, Adrian,” katanya ringan. "Apa?" tanya Adrian dingin. ”Tentang siapa sebenarnya sebenarnya Raisa. Apa motifnya, dan kenapa dia begitu gigih bertahan di posisimu,” lanjut Kirana seraya menatap kuku-kukunya yang bercat merah. Adrian mencengkeram sandaran kursinya lebih erat, mencoba menahan amarah yang meletup-letup dalam dirinya. Namun, Kirana tak hirau. Dia tahu dirinya sudah menarik perhatian pria yang ada di hadapannya. “Aku tahu kau mulai jatuh dalam jebakan Raisa,” lanjut Kirana, tatapannya menajam. “Tapi aku di sini bukan untuk menghentikanmu. Aku hanya ingin kau sadar sebelum semuanya terlambat.” Laki-laki itu menghempaskan pena yang dipegangnya. Adrian melenguh dari kursi dan menatap Kirana penuh waspada. “Apa maksudmu?” Kirana mendekat dengan langkah anggun seraya bersedekap. ”Kau tahu, Adrian? Ada alasan kenapa Raisa bekerja di perusahaan itu. Itu bukan kebetulan, itu rencana,” ucap Kirana berbisik namun penuh penekanan. Adrian

  • Istriku Bukan Cleaning Service Biasa   Kedatangan Kirana

    “Seseorang sudah menghancurkan bisnis keluargaku. Dan aku yakin mamaku tidak mati secara kebetulanl,” lirih Raisa. Sudut matanya berkedut. Adrian menyadari ada sesuatu yang disembunyikan Raisa. Selama percakapan mereka tadi, dia bisa melihat sorot mata Raisa yang penuh kehati-hatian. Seolah ada hal besar yang ingin dia katakan, tapi tertahan di tenggorokannya. Adrian dan Raisa masih duduk di kursi rotan. Rais dan Raihan tampak sudah mengantuk. Mereka izin untuk pergi ke kamar dan tidur. Adrian melanjutkan pembicaraannya dengan Raisa. Udara malam semakin dingin, namun ketegangan di antara mereka justru menghangat. Adrian bersandar pada kursinya, memutar-mutar cincin di jarinya dengan gelisah. “Perusahaanku ….,” gumam Adrian. Suaranya penuh dengan kehati-hatian. “Kenapa kau menghubungkannya dengan kematian ibumu?” Mendengar hal itu Raisa langsung menegakkan punggungnya. Seketika, tatapannya berubah waspada. Nyaris defensif. Adrian mempersempit matanya, memperhatikan setiap

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status