Naya tersenyum dengan tingkah Isa yang langsung mengalihkan perhatian.
“Kalian makanlah, aku di sini sebentar tidak akan masalah,” ujar Negan.Naya tampak ragu-ragu, ikut makan siang atau tidak.“Kamu takut dengan suamimu yang pencemburu itu? Kalau takut kamu di sini saja, aku akan bawakan makan siang untuk kalian,” ujar Isa yang tahu kegelisahan hati Naya.Naya akhirnya memilih untuk tetap berada di kamar rawat inap kakaknya. Benar kata Isa, Naya memang tak ingin suaminya marah karena dirinya pergi makan siang bersama Isa walaupun ada Ezra dan Celine. Tapi bukan berarti takut, dia hanya tak ingin membuat masalah.Setelah bertanya Negan ingin makan apa, Isa segera mengajak dua anak kecil itu untuk berangkat.“Aku itu pria yang sangat peka, aku bukan menutupi kelemahan tapi tidak ingin memberi harapan pada wanita, aku bukan sembarangan pria yang bisa menabur cinta apalagi menebur benih pada wanita. Itu yang harus kamu pahami, Naya.”Naya melotot mendengarTiiinnn!!!!Suara klakson menyadarkan Mahesa dan Damaira yang sempat terbuai dalam gelombang asmara seperti anak muda.Seraya tersenyum Mahesa segera menarik persneling kemudian tancap gas meninggal traffic light tersebut.Dalam hati, Mahesa mengomeli dirinya sendiri bisa-bisanya terbawa suasana dalam keadaan seperti itu.Sedangkan Damaira memalingkan wajahnya ke arah jendela, malu rasanya. 'Apa-apaan kamu Ira? Bisa-bisanya kamu terhipnotis pesona Mas Mahesa,' Damaira merutuki dirinya sendiri."Ra!""Mas!"Kedua insan yang tengah dirundung rasa malu itu kompak saling memanggil satu sama lain.Keduanya menoleh, sepersekian detik pandangan mereka saling bertemu. Kemudian tertawa bersama, menertawakan kejadian beberapa menit yang lalu."Mas mau ngomong apa?" tanya Damaira."Kamu dulu saja," ujar Mahesa."Mas dulu saja," balas Damaira.Mahesa tersenyum, "Maafkan aku, aku terlalu terbawa suasana.""Aku juga, Mas," balas Damaira mal
Negan dirawat di rumah sakit selama tiga hari, selama itu juga Damaira tidak menjenguk pria itu. Menurut Negan Damaira benar-benar mengedepankan egonya untuk tidak bertemu dengannya.Tidak dapat dipungkiri hatinya begitu nelangsa, Negan memang menanti kedatangan Damaira tapi sampai akhir pun harapan itu, tetap menjadi sebuah harapan.Negan bisa apa? Memang harusnya seperti itu agar dirinya tidak lagi berharap pada mantan istrinya itu.Negan masih beruntung, sebab Ezra selalu mengunjungi dan memberi semangat padanya.Mungkin benar, mulai sekarang Negan harus mencoba mengikhlaskan, walau rasanya sangat sulit.“Tante Dina, baju yang dibelikan Mama Ira kemarin mana? Jangan sampai tertinggal!” seru Celine dengan riang.Celine akhirnya bisa ikut ke Purwokerto bersama dengan Damaira, Negan pun mengizinkan gadis kecilnya untuk ikut pergi menghadiri pernikahan Dinda. Dengan syarat Dina juga harus ikut, untuk menjaga Celine dan tidak terlalu merepotkan Damaira.Negan sendiri tidak mungkin dia i
Damaira melihat arah pandang Lasmi. “Kalau mereka?” tanya Lasmi.Dengan wajah yang malu-malu Damaira memperkenalkan Mahesa dan Keysha.“Mereka adalah calon suami dan anakku. Ini Mas Mahesa dan ini Keysha.”Lasmi terlihat sangat terkejut, “Jadi kalian mau ke Purwokerto untuk melangsungkan pernikahan? Kenapa Bulek tidak diundang?”Damaira menggeleng, “Bukan, Bulek. Kami mau menghadiri akad nikah Dinda.”“Oalah, Dinda mau nikah. Bulek sudah lama nggak lihat dia, apalagi sejak kamu–,” Lasmi menghentikan kalimatnya kemudian mengganti topik pembicaraan.“Ah, sudahlah.”“Bulek dari Mana, kenapa malam-malam begini?” tanya Damaira.Lasmi menjelaskan jika dirinya baru saja pulang mengaji rutin di masjid komplek.Di dalam rumah Negan, suara orang mengobrol terdengar jelas.“Sepertinya itu Papi dan Mama,” seru Celine dengan riang gembira.Gadis cilik itu segera berlari menuju pintu. Mereka keluar disaat Damaira memperkenalkan Mahesa sebagai calo
Isa melirik ke arah Dina yang tak lagi melakukan pergerakan. Setelah memasang earbuds di sebelah telinganya dan mendengarkan musik dengan volume pelan, Isa pun kembali fokus pada jalanan.Suara adzan telah berkumandang, tapi perjalanan mereka masih cukup memakan waktu, jauh dari perkiraan. Mereka sepakat untuk berhenti lebih dulu untuk menunaikam kewajiban.Suara dering ponsel Isa berbunyi, Dewa yang melakukan panggilan itu.“Halo!”“Bang, sampai Mana? Tidak biasanya jam segini belum sampai.”“Sebentar lagi sampai, kira-kira setengah jam lagi, kami baru saja jalan setelah beristirahat sebentar, semalam itu berangkat sedikit malam ada-ada saja halangan.”Isa tak bermaksud menyindir, namun Dina merasa tersindir, gara-gara dirinya mereka harus beristirahat cukup lama di rest area.Dina tertegun saat mendengar Isa bercakap-cakap dengan hangat dengan adiknya, sangat berbeda jika dengan orang lain, apalagi dengannya.Mobil itu melesat melalui jalan yang masih lengang.“Kita masih lama ya, Pi
Tok! Tok! Tok!Damaira dan Dina yang sedang bercakap-cakap sontak melihat ke arah pintu, di sana ada Dewa dan Celine yang berdiri.“Sini, Cel. Sudah jalan-jalan paginya?” tanya Damaira.Celine mengangguk kemudian berjalan ke arah Damaira."Di sini adem ya, Ma. Banyak pohon, aku lihat gunung di sana." Celine menunjuk ke sembarang arah.Celine duduk di ranjang, di samping Damaira, kemudian memindai seluruh ruangan.“Ini kamar, Mama?” Damaira pun mengiyakan.“Nanti kita akan tidur bersama?” tanya anak itu lagi. “Iya, karena kamar di sini terbatas.”“Asik! Tidur sama Mama!” seru anak itu kegirangan. Damaira tersenyum hangat.Sedangkan Dina matanya mulai berkaca, nyaris meneteskan air mata, dia tahu bagaimana Celine selama ini, memiliki ibu pastilah menjadi keinginan terbesarnya.Suara Celine yang bersorak gembira, membuat orang-orang yang berada di dekat kamar menjadi penasaran dan melihat ke dalam.Tak kuat menahan tangis, Dina akhirnya
“Ira!” Suara renyah itu menyapa Damaira.Damaira melihat ke sumber suara, rupanya teman satu gengnya semasa bersekolah. Namanya pun sama-sama menggunakan huruf D, Dewi.“Dewi! Ya ampun sudah lama sekali kita nggak ketemu. Kamu apa kabar?”“Kabar baik.”Keduanya berpelukan erat.“Lama banget nggak ketemu, ya. Sejak kamu nikah ….” Dewi tak melanjutkan kalimatnya, tentu saja dia tahu jika Damaira telah bercerai dari Negan dan sempat tinggal di Jerman.“Iya, lama sekali. Kita jarang ketemu kalau kamu sedang mudik.”“Iya, sekarang mungkin bisa sering ketemu, aku sudah satu bulan berada di Jawa, suami akhirnya bisa mutasi ke Jawa setelah sekian lama.”Dewi sama seperti Damaira menikah muda, suaminya seorang abdi negara.“Syukurlah kalau begitu, aku ikut senang.”“Mas, kamu masih ingat sahabatku yang paling kalem, 'kan?” Dewi bertanya pada suaminya.“Tentu saja, kalem dan jadi rebutan kaum pria tapi takut maju karena ada bodyguard galak.” Pria itu tersenyum pada Isa lalu terkekeh.Mereka be
Setelah kejadian itu meskipun masih merasa malu Dina berusaha bersikap biasa. Berbeda dengan Isa, pria itu sama sekali tidak peduli dengan apa yang Dina rasakan.“Din, aku dan Mas Mahesa mau masuk ke dalam ketemu mempelai kamu mau ikut nggak?”Dina menggeleng, dia lebih memilih menemani anak-anak.Sepeninggalan dua sejoli itu, anak-anak justru mengikuti ayah dan ibu mereka menemui mempelai termasuk Celine.Sedangkan Bu Ajeng sudah berkumpul dengan calon besan dan juga keluarga mempelai, Isa sendiri entah ke mana, tinggal-lah Dina sendiri menikmati makanan ringan yang masih tersisa.Sesekali Dina bertukar kabar dengan kakak-kakaknya di Jakarta. Negan aman bersama Naya dan Faisal. Naya juga belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan.[Kamu di sana bagaimana, Din? Canggung? Bapak dan Ibu menerima kehadiran kalian atau tidak?] Isi pesan Naya. Calon ibu itu pastilah merasa khawatir dengan keadaan Dina dan Celine di sana.[Aman, Nay. Mereka baik kok, walau awalnya sempat terkejut dan sinis
Mereka juga kompak memandang Dina yang terlihat cuek.Dina yang mendapatkan banyak tatapan hanya mengedikkan bahu malas.“Pria yang mirip denganmu.” Nicho berbicara pada Damaira.Kompak mereka ber-oh ria, dengan ekspresi yang berbeda-beda.“Dia bukan saingan karena dia nggak suka sama perempuan,” ujar Zivan asal.“Eh, kamu jangan salah, Van. Perempuan dia di Jerman cantik banget, kaya raya,” Damaira membela saudara kembarnya.Zivan tampak takjub, “Wow! Oya? Luar biasa,” ucapnya.Damaira mengangguk, walau sebenar tak semua betul karena Isa tak menanggapi wanita itu. Setidaknya dia bisa mengubah spekulasi orang tentang saudara kembarnya, sejujurnya Damaira tidak terima Isa dikatai seperti itu walau itu sahabat Isa sendiri.Dina seperti tak tertarik dengan pembicaraan itu, tapi diam-diam dia memperhatikan.Damaira mengajak yang lain untuk keluar dan mengakhiri pembicaraan sebab sepasang pengantin itu harus segera keluar untuk acara resepsi.Nicho mengikuti langkah Dina dan berjalan di sam