Tok! Tok! Tok!Damaira dan Dina yang sedang bercakap-cakap sontak melihat ke arah pintu, di sana ada Dewa dan Celine yang berdiri.“Sini, Cel. Sudah jalan-jalan paginya?” tanya Damaira.Celine mengangguk kemudian berjalan ke arah Damaira."Di sini adem ya, Ma. Banyak pohon, aku lihat gunung di sana." Celine menunjuk ke sembarang arah.Celine duduk di ranjang, di samping Damaira, kemudian memindai seluruh ruangan.“Ini kamar, Mama?” Damaira pun mengiyakan.“Nanti kita akan tidur bersama?” tanya anak itu lagi. “Iya, karena kamar di sini terbatas.”“Asik! Tidur sama Mama!” seru anak itu kegirangan. Damaira tersenyum hangat.Sedangkan Dina matanya mulai berkaca, nyaris meneteskan air mata, dia tahu bagaimana Celine selama ini, memiliki ibu pastilah menjadi keinginan terbesarnya.Suara Celine yang bersorak gembira, membuat orang-orang yang berada di dekat kamar menjadi penasaran dan melihat ke dalam.Tak kuat menahan tangis, Dina akhirnya
“Ira!” Suara renyah itu menyapa Damaira.Damaira melihat ke sumber suara, rupanya teman satu gengnya semasa bersekolah. Namanya pun sama-sama menggunakan huruf D, Dewi.“Dewi! Ya ampun sudah lama sekali kita nggak ketemu. Kamu apa kabar?”“Kabar baik.”Keduanya berpelukan erat.“Lama banget nggak ketemu, ya. Sejak kamu nikah ….” Dewi tak melanjutkan kalimatnya, tentu saja dia tahu jika Damaira telah bercerai dari Negan dan sempat tinggal di Jerman.“Iya, lama sekali. Kita jarang ketemu kalau kamu sedang mudik.”“Iya, sekarang mungkin bisa sering ketemu, aku sudah satu bulan berada di Jawa, suami akhirnya bisa mutasi ke Jawa setelah sekian lama.”Dewi sama seperti Damaira menikah muda, suaminya seorang abdi negara.“Syukurlah kalau begitu, aku ikut senang.”“Mas, kamu masih ingat sahabatku yang paling kalem, 'kan?” Dewi bertanya pada suaminya.“Tentu saja, kalem dan jadi rebutan kaum pria tapi takut maju karena ada bodyguard galak.” Pria itu tersenyum pada Isa lalu terkekeh.Mereka be
Setelah kejadian itu meskipun masih merasa malu Dina berusaha bersikap biasa. Berbeda dengan Isa, pria itu sama sekali tidak peduli dengan apa yang Dina rasakan.“Din, aku dan Mas Mahesa mau masuk ke dalam ketemu mempelai kamu mau ikut nggak?”Dina menggeleng, dia lebih memilih menemani anak-anak.Sepeninggalan dua sejoli itu, anak-anak justru mengikuti ayah dan ibu mereka menemui mempelai termasuk Celine.Sedangkan Bu Ajeng sudah berkumpul dengan calon besan dan juga keluarga mempelai, Isa sendiri entah ke mana, tinggal-lah Dina sendiri menikmati makanan ringan yang masih tersisa.Sesekali Dina bertukar kabar dengan kakak-kakaknya di Jakarta. Negan aman bersama Naya dan Faisal. Naya juga belum merasakan tanda-tanda akan melahirkan.[Kamu di sana bagaimana, Din? Canggung? Bapak dan Ibu menerima kehadiran kalian atau tidak?] Isi pesan Naya. Calon ibu itu pastilah merasa khawatir dengan keadaan Dina dan Celine di sana.[Aman, Nay. Mereka baik kok, walau awalnya sempat terkejut dan sinis
Mereka juga kompak memandang Dina yang terlihat cuek.Dina yang mendapatkan banyak tatapan hanya mengedikkan bahu malas.“Pria yang mirip denganmu.” Nicho berbicara pada Damaira.Kompak mereka ber-oh ria, dengan ekspresi yang berbeda-beda.“Dia bukan saingan karena dia nggak suka sama perempuan,” ujar Zivan asal.“Eh, kamu jangan salah, Van. Perempuan dia di Jerman cantik banget, kaya raya,” Damaira membela saudara kembarnya.Zivan tampak takjub, “Wow! Oya? Luar biasa,” ucapnya.Damaira mengangguk, walau sebenar tak semua betul karena Isa tak menanggapi wanita itu. Setidaknya dia bisa mengubah spekulasi orang tentang saudara kembarnya, sejujurnya Damaira tidak terima Isa dikatai seperti itu walau itu sahabat Isa sendiri.Dina seperti tak tertarik dengan pembicaraan itu, tapi diam-diam dia memperhatikan.Damaira mengajak yang lain untuk keluar dan mengakhiri pembicaraan sebab sepasang pengantin itu harus segera keluar untuk acara resepsi.Nicho mengikuti langkah Dina dan berjalan di sam
Dalam kesendiriannya Dina iseng mendownload aplikasi kereta api lalu melihat-lihat jadwal kereta dari Purwokerto ke Jakarta.Sepertinya akan seru jika mengajak Celine pulang dengan moda transportasi umum yang satu itu, juga akan menambah pengalaman baru untuk Celine.[Sepertinya akan seru kalau aku dan Celine pulang lebih dulu dengan kereta api.] Pesan itu Dina kirim pada Naya.[Yakin kamu tidak akan repot?] Balas Naya.[Celine sudah besar, dia juga mandiri, waktunya juga singkat 5 sampai 6 jam.] Balas Dina.[Kamu yakin Ira akan mengizinkan?] tanya Naya lagi.[Harus diizinkan, dong. Wkwkwk.]Suara ketukan di pintu terdengar, lalu tebuka. Damaira dan Celine masuk ke kamar setelah mencuci muka dan menggosok gigi.“Celine, kamu pengen naik kereta api nggak?”“Mau, mau, Tante.”“Kalau begitu, besok sore atau malam kita pulang naik kereta saja. Kasihan Ayah di rumah sendirian.”Celine terdiam, pulang lebih dulu berarti meninggalkan tempat ini lebih cepat dan tidak lagi bersama dengan Ezra
Rindu yang membuncah pada Celine dan juga Damaira membuat Negan seperti orang gila.Karena adanya Dina bersama Celine tidak mungkin Negan melakukan video call melalui Damaira.“Aaarrrggghh!” Negan mengacak rambutnya, dia kesal karena tak ada alasan untuk menghubungi wanita yang masih bertahta di hatinya itu.Negan juga kesal dari sekian banyak orang tidak ada yang membuat status yang menunjukkan wajah mantan istrinya itu.Dina benar-benar menjaga hati Negan untuk tidak membuat status tentang Damaira.Hampir setiap malam Negan melakukan video call dengan Celine, tapi tak pernah sedikitpun anak itu mengarahkan kamera pada Damaira.Biarlah Negan menuruti egonya selama janur kuning belum melengkung, walau harapan untuk bersama sudah tidak ada lagi.*Rencana berlibur yang awalnya lima hari menjadi tiga hari karena mendadak Mahesa ada urusan yang tidak bisa ditunda, dia harus segera melakukan perjalanan ke Jerman untuk proyek selanjutnya dengan perusahaan di negara itu.Mahesa tidak akan m
Keysha sendiri seperti mendapat pukulan telak, karena sikapnya Damaira lebih memilih untuk berpindah mobil. Ada raut kesedihan dan rasa bersalah di wajah gadis cilik itu, yang tertangkap oleh Mahesa.“Bukan karena Keysha kamu ingin pindah mobil, Ra?” tanya Mahesa.“Tentu saja bukan, Mas. Kan sudah dijelaskan. Kalau soal Keysha, wajar hal seperti itu terjadi namanya juga anak-anak. Aku kan juga punya anak kurang lebih aku tahu.”Damaira membelai lembut kelapa Ezra penuh kasih sayang.Mahesa mendengus pelan, “Ya sudah kalau begitu, maafkan untuk sikap Keysha tadi ya, Ra.”“Nggak apa-apa, Mas. Justru aku yang minta maaf, aku belum bisa memahami bagaimana harus bersikap pada anak perempuan, sepertinya aku harus belajar dari Dina yang sudah berpengalaman.”Dina langsung melotot ke arah Damaira, lalu menggoyangkan tangannya tanda tidak setuju.“Aku tidak berperan apa-apa, Mbak. Naya yang lebih berpengalaman dan sabar,” kata Dina merendahkan, padahal selama tiga tahun terakhir dia-lah yang m
Hari terus berganti, Damaira akhirnya memutuskan untuk tidak ikut Mahesa dengan berbagai pertimbangan. Termasuk ucapan calon pengantin tak boleh pergi bersama sebelum halal.Sebagai gantinya Isa yang ikut pergi ke Jerman. Berbeda dengan Damaira Isa memiliki tujuan, sebab masih memiliki keterikatan dengan perusahaan yang ada di sana.Damaira merasa sepi karena hanya tinggal berdua dengan Ezra lebih sering menghabiskan waktu di toko roti, sama halnya dengan Ezra.Pintu ruangan Damaira di ketuk oleh salah satu karyawannya.Damaira hanya melihat ke arah pintu.“Mbak, ada yang mencarimu.”“Siapa?”“Namanya Nindi.” Damaira langsung menghembuskan nafas kasar.“Tolong suruh tunggu sebentar.”“Iya, Mbak.”“Mau apa dia mencari ku?” Gumam Damaira setelah pintu kembali tertutup.Ibu satu anak itu berdiri untuk segera menemui mantan istri Mahesa.“Selamat siang, Mbak Nindi.” Damaira menyapa ramah kemudian mengulurkan tangannya mengajak wanita itu berjabat tangan.Nindi tak kalah ramah menyambut k