Damaira menjadi waspada saat melihat Negan tampak begitu marah dan manatap Mahesa dengan tajam.'Apa yang harus aku lakukan?’ tanya Damaira dalam hati.Saking cemasnya Damaira menggigit bibir bawahnya.Negan mengangkat kruknya, kemudian mengarahkannya ke arah Mahesa.“Kalian pasti bersekongkol bukan, untuk membalas dendam padaku?” hardik Negan.“Bukan seperti itu, Mas!”Damaira berdiri dan pasang badan di depan Mahesa, berusaha menghalangi Negan.Mahesa pun ikut berdiri, lalu berpindah di depan tubuhnya calon istrinya, lalu meminta Damaira untuk mundur dengan tangannya.Negan tertawa sumbang melihat keduanya saling melindungi.“Kalian pikir apa yang bisa dilakukan oleh pria cacat sepertiku hingga kalian bersikap seperti itu?” ujar Negan.Mahesa memegang kruk itu, lalu perlahan mengambil alih, Negan tak melawan sama sekali.“Pak Negan, tolong kamu hargai keputusan Ira. Dan asal kamu tahu, kami terutama Ira tidak ada niat sama sekali untuk membalas dendam padamu, kami memang–,” ucap Mah
Mendapat pertanyaan aneh dari saudara kembarnya membuat Isa memicingkan sebelah matanya.“Memangnya butuh keakraban untuk mendapatkan informasi yang biasa seperti itu?” Isa justru membalik pertanyaan itu.“Ya, nggak juga. Tapi aneh saja kalian tiba-tiba berkomunikasi,” ujar Damaira.“Kamu saja yang aneh, kenapa menganggap hal seperti itu aneh. Memangnya selama kamu wira-wiri waktu Bang Negan sakit, kami menggunakan telepati?” ucapan Isa diakhiri dengan decakan kesal.Damaira nyengir kuda, niat hati ingin meledek saudara kembarnya itu, tapi dirinya justru seperti orang bodoh.Tak ingin menjadi kesal karena kalah telak, Damaira segera mengambilkan makanan untuk Ezra."Hari ini kamu akan datang ke rumah sakit?" tanya Isa, di tengah-tengah sarapan mereka."Entahlah, kalaupun aku ke sana, pasti bersama Mas Mahesa. Aku nggak mau memberi harapan pada Mas Negan. Atau membuatnya salah paham dengan kebaikanku lagi."Isa paham keresahan hati Damaira, sepulang d
Naya tersenyum dengan tingkah Isa yang langsung mengalihkan perhatian.“Kalian makanlah, aku di sini sebentar tidak akan masalah,” ujar Negan.Naya tampak ragu-ragu, ikut makan siang atau tidak.“Kamu takut dengan suamimu yang pencemburu itu? Kalau takut kamu di sini saja, aku akan bawakan makan siang untuk kalian,” ujar Isa yang tahu kegelisahan hati Naya.Naya akhirnya memilih untuk tetap berada di kamar rawat inap kakaknya. Benar kata Isa, Naya memang tak ingin suaminya marah karena dirinya pergi makan siang bersama Isa walaupun ada Ezra dan Celine. Tapi bukan berarti takut, dia hanya tak ingin membuat masalah.Setelah bertanya Negan ingin makan apa, Isa segera mengajak dua anak kecil itu untuk berangkat.“Aku itu pria yang sangat peka, aku bukan menutupi kelemahan tapi tidak ingin memberi harapan pada wanita, aku bukan sembarangan pria yang bisa menabur cinta apalagi menebur benih pada wanita. Itu yang harus kamu pahami, Naya.”Naya melotot mendengar
Tiiinnn!!!!Suara klakson menyadarkan Mahesa dan Damaira yang sempat terbuai dalam gelombang asmara seperti anak muda.Seraya tersenyum Mahesa segera menarik persneling kemudian tancap gas meninggal traffic light tersebut.Dalam hati, Mahesa mengomeli dirinya sendiri bisa-bisanya terbawa suasana dalam keadaan seperti itu.Sedangkan Damaira memalingkan wajahnya ke arah jendela, malu rasanya. 'Apa-apaan kamu Ira? Bisa-bisanya kamu terhipnotis pesona Mas Mahesa,' Damaira merutuki dirinya sendiri."Ra!""Mas!"Kedua insan yang tengah dirundung rasa malu itu kompak saling memanggil satu sama lain.Keduanya menoleh, sepersekian detik pandangan mereka saling bertemu. Kemudian tertawa bersama, menertawakan kejadian beberapa menit yang lalu."Mas mau ngomong apa?" tanya Damaira."Kamu dulu saja," ujar Mahesa."Mas dulu saja," balas Damaira.Mahesa tersenyum, "Maafkan aku, aku terlalu terbawa suasana.""Aku juga, Mas," balas Damaira mal
Negan dirawat di rumah sakit selama tiga hari, selama itu juga Damaira tidak menjenguk pria itu. Menurut Negan Damaira benar-benar mengedepankan egonya untuk tidak bertemu dengannya.Tidak dapat dipungkiri hatinya begitu nelangsa, Negan memang menanti kedatangan Damaira tapi sampai akhir pun harapan itu, tetap menjadi sebuah harapan.Negan bisa apa? Memang harusnya seperti itu agar dirinya tidak lagi berharap pada mantan istrinya itu.Negan masih beruntung, sebab Ezra selalu mengunjungi dan memberi semangat padanya.Mungkin benar, mulai sekarang Negan harus mencoba mengikhlaskan, walau rasanya sangat sulit.“Tante Dina, baju yang dibelikan Mama Ira kemarin mana? Jangan sampai tertinggal!” seru Celine dengan riang.Celine akhirnya bisa ikut ke Purwokerto bersama dengan Damaira, Negan pun mengizinkan gadis kecilnya untuk ikut pergi menghadiri pernikahan Dinda. Dengan syarat Dina juga harus ikut, untuk menjaga Celine dan tidak terlalu merepotkan Damaira.Negan sendiri tidak mungkin dia i
Damaira melihat arah pandang Lasmi. “Kalau mereka?” tanya Lasmi.Dengan wajah yang malu-malu Damaira memperkenalkan Mahesa dan Keysha.“Mereka adalah calon suami dan anakku. Ini Mas Mahesa dan ini Keysha.”Lasmi terlihat sangat terkejut, “Jadi kalian mau ke Purwokerto untuk melangsungkan pernikahan? Kenapa Bulek tidak diundang?”Damaira menggeleng, “Bukan, Bulek. Kami mau menghadiri akad nikah Dinda.”“Oalah, Dinda mau nikah. Bulek sudah lama nggak lihat dia, apalagi sejak kamu–,” Lasmi menghentikan kalimatnya kemudian mengganti topik pembicaraan.“Ah, sudahlah.”“Bulek dari Mana, kenapa malam-malam begini?” tanya Damaira.Lasmi menjelaskan jika dirinya baru saja pulang mengaji rutin di masjid komplek.Di dalam rumah Negan, suara orang mengobrol terdengar jelas.“Sepertinya itu Papi dan Mama,” seru Celine dengan riang gembira.Gadis cilik itu segera berlari menuju pintu. Mereka keluar disaat Damaira memperkenalkan Mahesa sebagai calo
Isa melirik ke arah Dina yang tak lagi melakukan pergerakan. Setelah memasang earbuds di sebelah telinganya dan mendengarkan musik dengan volume pelan, Isa pun kembali fokus pada jalanan.Suara adzan telah berkumandang, tapi perjalanan mereka masih cukup memakan waktu, jauh dari perkiraan. Mereka sepakat untuk berhenti lebih dulu untuk menunaikam kewajiban.Suara dering ponsel Isa berbunyi, Dewa yang melakukan panggilan itu.“Halo!”“Bang, sampai Mana? Tidak biasanya jam segini belum sampai.”“Sebentar lagi sampai, kira-kira setengah jam lagi, kami baru saja jalan setelah beristirahat sebentar, semalam itu berangkat sedikit malam ada-ada saja halangan.”Isa tak bermaksud menyindir, namun Dina merasa tersindir, gara-gara dirinya mereka harus beristirahat cukup lama di rest area.Dina tertegun saat mendengar Isa bercakap-cakap dengan hangat dengan adiknya, sangat berbeda jika dengan orang lain, apalagi dengannya.Mobil itu melesat melalui jalan yang masih lengang.“Kita masih lama ya, Pi
Tok! Tok! Tok!Damaira dan Dina yang sedang bercakap-cakap sontak melihat ke arah pintu, di sana ada Dewa dan Celine yang berdiri.“Sini, Cel. Sudah jalan-jalan paginya?” tanya Damaira.Celine mengangguk kemudian berjalan ke arah Damaira."Di sini adem ya, Ma. Banyak pohon, aku lihat gunung di sana." Celine menunjuk ke sembarang arah.Celine duduk di ranjang, di samping Damaira, kemudian memindai seluruh ruangan.“Ini kamar, Mama?” Damaira pun mengiyakan.“Nanti kita akan tidur bersama?” tanya anak itu lagi. “Iya, karena kamar di sini terbatas.”“Asik! Tidur sama Mama!” seru anak itu kegirangan. Damaira tersenyum hangat.Sedangkan Dina matanya mulai berkaca, nyaris meneteskan air mata, dia tahu bagaimana Celine selama ini, memiliki ibu pastilah menjadi keinginan terbesarnya.Suara Celine yang bersorak gembira, membuat orang-orang yang berada di dekat kamar menjadi penasaran dan melihat ke dalam.Tak kuat menahan tangis, Dina akhirnya