Terima kasih untuk para pembaca yang setia membaca sampai di bab ini. Maafkan beberapa waktu ini update tidak rutin, mohon doanya agar dimudahkan segala urusan. Sekali lagi terima kasih.
Damaira dan Mahesa saling memandang.Ezra menatap Mahesa, tapi pandangannya segera teralihkan ketika seorang pria berjalan memasuki kamarnya dengan menggunakan kruk di kedua tanganya."Papa!"Damaira dan Mahesa menoleh ke arah Negan."Anak Papa sakit?""Iya, Pa."Ezra mengulurkan tangan, seperti minta digendong oleh Negan. Ada kesedihan di hati Negan, disaat seperti ini tubuhnya bahkan tak bisa menggendong anaknya.'Aku ingin sekali menggendongmu, Ez,' rintuh Negan dalam hati."Di mana pakaian Ezra?" tanya Mahesa pada Damaira.Damaira segera melangkah menuju ke lemari dan mengambil satu stel pakaian milik Ezra.Mahesa segera mengambil baskom yang tadi digunakan untuk mengompres Ezra."Apa di dapur ada air panas?""Ada, di termos aku baru saja membuatnya," jawab Isa.Pria itu berjalan cepat, menuruni tangga, menuju dapur. Mencari air panas kemudian menambahkan dengan air dingin.Melihat kondisi kamar yang tak memungkinkan untuk mereka bercengkrama, Isa akan memindahkan Ezra."Aku akan p
Mahesa mengangkat wajah Damaira dengan tangannya, dipandangi wajah ayu wanita itu penuh kasih sayang. Namun, Damaira tak berani menatap sang lawan."Ra! Tatap aku. Aku serius!" ujar Mahesa.Perlahan Damaira membalas tatapan mata Mahesa."Aku akan meminta restu lebih dulu pada Isa, aku akan meminta maaf padanya, aku tahu dia sangat marah padaku, kalau perlu ibuku–""Sssttt!"Damaira menghentikan ucapan Mahesa dengan meletakkan jari telunjuk di bibir pria itu.Mahesa menarik tangan Damaira dan meletakkan di pipinya, lalu kembali memandang wajah paras cantik wanita yang ada di hadapannya.Kemudian Mahesa meletakkan tangan Damaira di atas dada bidangnya dengan jantung yang berdetak tak karuan."Kamu bisa merasakan detak jantungku, Ra. Aku sangat gugup mengatakan ini. Aku akan mengatakan ini sekali lagi, aku mencintaimu, mari kita menikah!"Damaira menarik tangannya dari dada Mahesa, lalu menyatakan tangannya dengan tangan pria itu.Dengan malu-mal
Setelah sedikit bersitegang, Damaira dan Negan duduk dalam diam di ruang tamu. Keduanya sama-sama menata emosinya."Ma." Suara lemah Ezra mengalihkan perhatian keduanya."Iya, Sayang?" Damaira bergegas mendekat ke arah Ezra, lalu mengusap kening yang penuh dengan keringat."Ada apa, Sayang?"Ezra melirik sekilas ke arah ayah kandungnya, membuat dia urung menanyakan keberadaan Mahesa."Kamu sudah lebih baik, Nak?" Negan ikut mendekat ke arah anaknya.Bocah cilik itu mengangguk lemah lalu tersenyum."Terima kasih, Papa. Papa sudah mau menjengukku," kata Ezra."Sama-sama, Sayang." Negan menepuk puncak kepala anaknya dan menatap sendu. Pikirannya berkecamuk, andai dia bisa menggendong Ezra, sudah pasti akan merasa sangat bahagia.Negan menyayangkan keadaannya saat ini, menyesal kala itu terlalu terbawa emosi dan tidak berkonsentrasi dalam menyetir sehingga menyebabkan dirinya mengalami kecelakaan.Pada akhirnya mereka membawa Ezra ke rumah sakit terdekat, setelah diperiksa tidak ada yang
Negan terkejut karena Celine ternyata masih berada di sekitarnya, dia lupa kebiasaan anaknya yang akan menunggu mobil berlalu hingga tak terlihat.'Apa dia mendengar kata-kataku?’ Tanya Negan dalam hati.Ekspresi wajah Celine benar-benar tidak bisa ditebak.“Ayo, kita masuk!” Dengan perasaan gelisah Negan mengajak anaknya untuk masuk ke dalam rumah.Biasanya anak itu akan melambai-lambaikan tangan pada orang yang mengantarnya dengan riang gembira, tapi berbeda dengan kali ini, Celine hanya diam membisu.Isa pun menyadari perubahan Celine, tapi pria itu memilih diam.Negan berusaha meraih tangan gadis cilik itu, namun Celine segera memutar tubuhnya tak menghiraukan ayahnya, dia segera membuka gerbang yang memang tidak dikunci jika siang hari. Celine berdiri di depan pintu rumah, dengan sabar menunggu ayahnya membuka kunci. “Celine!”Gadis cilik itu menghentikan langkah, lalu menoleh sebentar. Tanpa kata-kata Celine berjalan menuju kamarnya.Negan
Finnegan Cakrawala, pria itulah yang menelponnya. Meski enggan, Damaira tetap mengangkat panggilan tersebut, siapa tahu dia hanya ingin mengetahui keadaan anaknya.“Halo, Mas?”Damaira mengangkat panggilan video tersebut Setelah berada di dalam kamar anaknya.“Bagaimana keadaan Ezra, Ra?”“Sudah mendingan, Mas.”“Mama!” seru Celine yang baru saja menampakkan diri di layar pipih itu.“Hai, Celine.”“Ezra Mana, Ma?”“Ini!”Damaira memberikan ponselnya pada Ezra.“Hai, anak Ayah yang tampan. Bagaimana keadaanmu?”“Aku sudah lebih baik, Yah.”Damaira mengernyitkan keningnya, dalam hati bertanya, 'Bukankah ada Celine di sampingnya, apa tidak masalah berkata seperti itu?’“Ezra kamu harus cepat sembuh, nanti kita main wahana yang kamu suka.” Seru Celine.“Aku tidak yakin Kamu akan sanggup menaiki wahana yang aku suka. Kamu pasti akan menangis sambil mengompol lagi, seperti waktu itu,” Ezra menggoda Celine.Gadis cilik itu berteri
Mahesa memindai penampilan Damaira yang lebih rapi dari sebelumnya, terbesit rasa ingin menggodanya."Kenapa kamu berganti pakaian, padahal kamu tetap memesona meski berpenampilan berantakan," bisik Mahesa di dekat telinga Damaira.Membuat pipi Damaira seketika merah merona.Mahesa tersenyum jahil saat berhasil membuat calon istrinya tersipu malu."Ibu, Keysha, ayo kita segera turun, biarkan Ezra beristirahat," ujar Mahesa."Benar juga. Ezra harus segera istirahat." Ucap Bu Ajeng.Bu Ajeng berpamitan pada Ezra tak lupa memberi doa untuk kesembuhan anak itu."Keysha, jangan mengganggu adikmu terus, biarkan dia beristirahat. Lebih baik kita segera turun," ajak Ajeng.Gadis cilik itu masih sana menggoda Ezra meski sudah berpamitan."Cepat sembuh ya adikku sayang. Sampai jumpa lagi!""Terima kasih, Kak Key."Mahesa, Bu Ajeng, dan Keysha mengikuti langkah Damaira turun ke lantai bawah, sedangkan Isa tetap menemani Ezra. Damaira mempersilakan calon mertuannya duduk lebih dulu di ruang tengah
Isa terbatuk dan nyaris menyemburkan teh yang baru saja dia seruput, saat mendengar pertanyaan dari calon iparnya.Damaira tersenyum menahan tawa sambil menutup mulutnya. Matanya tampak mengejek saudara kembarnya."Dia jomblo akut, Mas. Mungkin kalau Mas punya saudara yang belum menikah, bisa dikenalkan padanya, tapi dia ini sangat pemilih dan gigih sedikit sulit menaklukan hatinya, jadi harus wanita yang sangat sabar atau yang sangat cuek dan tidak mudah mengambil hati setiap perkataan dan tingkah lakunya." Oceh Damaira yang langsung mendapat tatapan tajam dari Isa.“Tutup mulutmu!” Kesal Isa. Damaira malah nyengir kuda."Kalau wanita yang cuek dan bebal sepertinya ada. Malah nggak jauh-jauh,” Mahesa menimpali.“Siapa, Mas?” tanya Damaira dengan antusias.“Aku tidak yakin kalian ingin mendengarnya.”“Jangan katakan kalau itu Dinda, dia sebentar lagi menikah dengan Zivan, Mas.”Mahesa menggeleng sembari tertawa renyah. Isa sendiri sudah memasang wajah
"Kalian ingin terus mengobrol di luar?" Isa memecah suasana panas yang tercipta di antara Dinda dan Negan.Mungkin jika Isa tak segera keluar, akan ada pertumpahan darah di depan rumah adiknya."Tentu saja tidak. Untuk apa aku terus berada di luar bersama pria arogan ini. Lebih baik aku masuk dan lihat keponakan tampanku." Dinda berjalan lebih dulu melewati Negan dengan wajah tak bersahabat, kemudian membuka gerbang.Negan yang juga lebih kesal dari pada Dinda ikut masuk ke dalam.Bagai rumah sendiri, Dinda langsung masuk ke ruang tengah, karena tak menemukan Damaira dia pun naik ke lantai dua.Hal itu sungguh berbanding terbalik dengan Negan yang harus menunggu dipersilakan lebih dulu.“Kalau ingin melihat keadaan Ezra naiklah lebih dulu, baru kita berangkat ke rumah sakit. Abang sudah sarapan?”Negan menggeleng, dia memang sengaja tidak sarapan di rumah agar Dina tidak terlalu lelah karena harus mengantar Celine ke sekolah. Negan meminta Dina untuk