Share

Part 3

Firda melanjutkan langkahnya ke belakang untuk membuatkan minuman dan juga menyiapkan beberapa camilan untuk mereka. Dari dapur Firda mendengar suara mereka yang berbincang-bincang sambil sesekali tertawa. 

Tamu suami istri itu sama-sama humoris. Rayan juga sebenarnya orang yang ramah dan suka bercanda. Hanya saja semua itu hanya dengan teman-temannya, bukan dengan istrinya.

Itulah yang sering membuat Firda sedih, suaminya terlihat lebih bahagia dengan orang lain dibanding saat berdua dengan dirinya.

"Silakan diminum," kata Firda dengan sopan, sambil meletakkan hidangan di atas meja.

Rayan mengenalkan tamu yang datang ke rumahnya saat ini pada Firda.

"Ini Mbak Maya dan suaminya Pak Yahya. Mbak Maya ini guru ngaji di salah satu mushola yang menerima bantuan dari perusahaan. Kebetulan aku yang mengurus bantuan itu dan ternyata tetangganya Mbak Maya juga temanku SMP. Jadi kita sering bertemu kalau ada waktu berkunjung ke mushola, sekalian mampir silaturahmi," jelas Rayan dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.

"Iya, Mbak, maaf kami baru bisa menjenguk Pak Rayan, soalnya baru tahu juga kalo Pak Rayan kecelakaan," ucap wanita yang bernama Maya itu. 

Sama halnya dengan Rayan, Maya pun tak henti-hentinya tersenyum. Namun bagi Firda, senyum Maya terlihat genit. 

Firda segera menyingkirkan pikiran buruknya. Dia berpikir mungkin sudah karakter Maya seperti itu. Apalagi kata Rayan, Maya adalah guru mengaji, pastinya dia lebih paham soal etika dan agama. 

Wajah Maya sangat manis dengan make-up tipis dengan postur tubuh yang cukup seksi meskipun tidak tinggi. Wanita itu juga terlihat ramah dan mudah bergaul.

Maya memang memakai jilbab, tetapi pakaian yang dikenakannya sedikit ketat. Laki-laki normal pasti akan suka melihatnya. Sementara suami Maya yang bernama Yahya berbadan agak kecil dan juga tidak tinggi. Wajahnya biasa saja, kulit sawo matang dengan kumis agak tebal.

Meskipun Rayan bukan laki-laki berkulit putih tapi tubuh Rayan tinggi tegap. Wajahnya pun terlihat manis dan awet muda, dengan kulit sawo matang tapi bersih. 

Setelah berbincang-bincang cukup lama, mereka pun pamit pulang. Karena Rayan terlihat masih di teras, tetangga dan teman-temannya yang lewat depan rumah akhirnya masuk dan jadilah acara berbincang sampai malam alias begadang.

Firda pun kembali membuatkan kopi karena mereka semua laki-laki.

Setelah itu Firda berwudhu dan langsung ke kamar untuk sholat isya'. Setelah sholat, Firda merebahkan tubuhnya di samping putrinya yang sudah terlelap dari maghrib tadi. Didengarnya suara mereka yang bercanda dan tertawa termasuk suaminya.

Tak terasa kedua mata Firda mengembun. Perasaannya tiba-tiba sakit. Rayan terlihat bahagia jika bersama teman-temannya. Jika berdua dengannya kenapa berbeda? Bercandanya jarang, marahnya terus-terusan.

"Entahlah apa salahku, selama ini aku juga selalu berusaha menjadi istri yang baik. Apalagi setelah melahirkan Syifa, bukannya semakin sayang sama istri, tapi semakin menyebalkan saja sikapnya. Tidak pernah bisa diajak bicara, apalagi musyawarah. Kerjaannya hanya marah-marah. Apa yang harus kulakukan, Ya Allah?"

Dengan hati sedih, Firda akhirnya terlelap dan larut ke dalam alam mimpi, setelah lelah menangisi diri sendiri.

"Ma ... susu ... Adek mau susu ...." 

Firda terbangun oleh suara Syifa yang kehausan. Dilihatnya jam di dinding yang masih menunjukkan angka dua dini hari.

Setelah memberikan Syifa susu dan menidurkannya kembali, Firda menyadari jika Rayan tak ada di kamar. Dicarinya suaminya itu yang ternyata masih duduk di kursi teras sambil senyum-senyum memegang ponselnya.

"Pa, sudah malam, tidurlah ...."

Firda berkata kepada suaminya dengan lembut.

Rayan yang tak menyadari istrinya tiba-tiba sudah di depannya hanya menjawab dengan santai.

"Kamu lanjut tidur saja biar Syifa nggak ikut bangun. Kalau aku ngantuk juga pasti nanti langsung tidur."

Firda pun tak membantah. Dia hanya menghela napas panjang memperhatikan tingkah suaminya dan teras yang sangat berantakan. 

Firda berlalu dan lanjut menenggelamkan kepalanya di atas bantal, dengan perasaan yang sangat kesal.

Pikiran Firda menerawang, apa yang terjadi dalam rumah tangganya sekarang. Memang terlihat tenang. Namun, jika diteruskan, dirinya takut akan ada hal-hal yang akan lebih menyakitkan.

Harus bertanya pada siapa? Harus bicara kepada siapa? Firda tak tahu.

Jika hanya masalah tak punya uang, tak masalah jika Firda harus bercerita kepada salah satu teman dan juga tetangganya yang sudah seperti saudara, Yunita namanya. 

Yunita selalu membantunya. Yunita orang yang sangat ikhlas dan tak pernah riya'. Dia selalu menolong tanpa mengharapkan imbalan. Beruntung sekali Firda menjadi salah satu teman dekatnya. Itulah yang menjadikan Firda selama ini kuat menghadapi segala sesuatu yang menimpa hidupnya.

Akan tetapi, kali ini Firda menyadari, masalahnya lebih dari soal materi. Dia sangat takut kali ini masalah hati. Hati yang akan tersakiti jika memang apa yang Firda duga kali ini benar-benar terjadi.

Masalah besar yang sebagian pasangan akan memilih berpisah daripada bertahan. Meskipun Firda tidak yakin Rayan berhubungan dengan siapa, tetapi kali ini Firda benar-benar meyakini prasangkanya. Dan Firda tak mau siapa pun tahu.

Firda yang selama ini selalu positif thinking, kali ini hatinya menolak tanpa bimbang. Namun, dia juga bingung bagaimana cara untuk mengetahui perselingkuhan suaminya. 

Firda berpikir jika Rayan tak ada tanda-tanda seperti suami yang selingkuh, kecuali sikapnya yang semakin cuek dan sering marah-marah tanpa alasan.

Setiap hari suaminya pulang dan tepat waktu. Jika main pun Rayan hanya berjalan kaki karena hanya pergi di sekitar perumahan saja. Di hari Sabtu meskipun Rayan libur, dari dulu dia memang sering masuk kerja buat lembur untuk menambah penghasilan. 

Hari Minggu pun dia tidur sepanjang hari di rumah. Rayan selalu memberi uang gajiannya penuh sesuai dengan slip gaji yang dia terima. 

Lalu bagaimana Firda bisa curiga? Jika curiga, apa dia harus membuntuti ke manapun suaminya pergi?

Tidak mungkin bagi Firda melakukan hal itu. Selain tempat kerja Rayan yang jauh sekali, Firda pun tak ada kendaraan lagi. Bisa saja dia pinjam motor pada Yunita, tetapi dia tak punya SIM. 

Firda juga tak tahu arah jika yang dibuntuti sudah jauh meninggalkannya. Apalagi harus membawa Syifa, tak mungkin Firda bisa melakukannya.

Firda masih terus memikirkan cara untuk mencari bukti suaminya yang diyakininya selingkuh. Jika mengecek ponsel Rayan, Firda juga tak tahu passwordnya. 

Otak Firda sudah tak bisa berpikir lagi. Dia kali ini hanya pasrah saja dengan keadaan rumah tangganya. Hanya pada Allah tempatnya mengadukan semua masalah. Tak lupa memohon dibukakan pintu hati Rayan. Hanya Allahlah Yang Maha membolak balikkan hati hamba-Nya.

Akhirnya Firda beringsut turun dari ranjang, berjalan ke belakang mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat malam. 

Bermunajat pada Allah adalah salah satu jalan agar pikiran dan hati tenang. Berharap esok hari ada petunjuk bagi Firda yang Allah berikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status