Tiba-tiba Firda pingsan tak sadarkan diri. Rayan pun membawa tubuh Firda ke tempat tidur dan membaringkannya. Rayan menangis melihat istrinya. Apalagi Syifa semakin kencang tangisnya.
Sambil berusaha menyadarkan Firda dan menenangkan buah hatinya, Rayan mengucapkan kata maaf tanpa henti. Rayan sadar, dia tak mau ditinggal sang istri. Firda pingsan, karena dia sudah tak kuat lagi berbulan-bulan menahan amarah dan sakit hati. Kepercayaan pada Rayan hilang sudah. Firda kecewa karena suami yang disangka setia ternyata akhirnya selingkuh juga. Setelah siuman, Firda melirik Rayan di sampingnya dengan Syifa yang sudah terlelap dalam gendongannya. Melihat Firda yang sudah sadar dari pingsannya, Rayan membaringkan Syifa dengan hati-hati di kamar sebelah. Jangan sampai Syifa bangun karena pertengkaran orangtuanya. "Maafkan aku, maafkan aku, jangan pergi, Ma. Aku sayang Mama, aku nggak mau kamu pergi. Kalau kamu jijik sama aku, biar aku saja yang pergi," ucap Rayan sambil menciumi tangan istrinya. Firda hanya diam saja. Wajahnya pucat dan pipinya basah penuh dengan tetesan air mata. Firda merasakan pusing dan sakit sekali kepalanya. Firda sendiri pun bingung akan berbuat apa. Jika memaafkan, apa dia akan sanggup menjalani dengan ikhlas pernikahan yang sudah ternoda ini. Namun, rumah siapa yang akan dia tuju jika dia pergi? "Apa salahku, Pa? Aku sudah berusaha menjadi istri yang baik dan menuruti semua apa yang kamu perintahkan. Aku selalu berusaha menjadi istri yang kamu inginkan. Kamu bilang A aku ikut, kamu nyuruh B aku nurut. Kamu suka marah-marah tanpa alasan juga aku selalu diam saja. Tapi apa yang kudapatkan sekarang?" Meskipun badannya masih terasa lemas, Firda memaksakan diri untuk bicara. Air mata yang sempat berhenti, kembali mengalir deras. "Kalau memang sudah nggak cinta harusnya bicara. Aku tidak akan menuntut apa-apa. Bahkan kamu sepertinya sudah nggak punya malu lagi. Banyak sekali pacarmu. Apa maksud semua ini, Pa? Ingat, kamu punya anak perempuan yang harus dijaga!" Firda meluapkan isi hatinya dengan napas yang memburu. "Aku hanya iseng saja, aku juga tidak pernah bertemu, apalagi tidur dengan mereka. Sungguh, kamu harus percaya. Aku akan berubah, aku tak akan berbuat seperti itu lagi. Jangan pergi, jika kamu pergi lebih baik aku bunuh diri," jawab Rayan sambil terus memohon pada Firda. "Papa bohong! Papa sudah pernah tidur dengan Mbak Maya. Aku sudah membaca pesan kalian berdua. Aku tak bisa dibohongi lagi, aku bukan anak kecil yang tak tahu apa-apa. Aku tidak bodoh. Aku tahu pembicaraan kalian bukan hanya sekedar pesan seks saja seperti sama pacar-pacar kamu yang lainnya. Aku tahu, aku juga merasakan akhir-akhir ini kamu juga berbeda denganku, bahkan kamu sudah beberapa bulan tidak pernah menyentuhku. Kamu tidak bisa lagi berbohong padaku dan aku jijik denganmu. Aku jijik!!" teriak Firda sambil beranjak dari tempat tidur dan menuju lemari pakaiannya. Firda akan pergi, begitulah tekadnya meskipun tak tahu ke mana tujuannya. Rayan memeluk Firda dari belakang, Rayan terus menerus memohon dan meminta maaf pada istrinya. Firda meronta menghindari pelukan suaminya. Firda takut dengan hatinya yang akan luluh melihat Rayan seperti itu. Firda takut tekadnya melemah karena cinta dan sayangnya pada Rayan yang menggebu. "Tolong, maafkan aku. Aku tahu kesalahanku kali ini sangat besar, aku tahu kamu jijik padaku, tapi tolong maafkan aku, Ma. Tolong maafkan aku, tolong jangan pergi, tolong tetaplah di rumah ini. Aku janji akan berubah, aku janji tak akan mengulanginya lagi." Rayan terus memohon pada Firda sambil berlutut dan memegang kaki istrinya. Terlihat sangat menyedihkan, wajah Rayan pun penuh dengan air mata. Terlihat pula rasa sesal yang begitu dalam dari lubuk hatinya. Firda tak bergeming, tubuhnya hanya diam tak mampu bergerak, kaku. Bibirnya pun kelu tak mampu mengucap kata. Melihat istrinya hanya diam saja, Rayan pun bangkit dan berdiri. "Baiklah, jika kamu nggak mau memaafkan aku, jangan harap melihatku lagi esok hari! Aku akan bunuh diri di jalanan besok pagi. Mama tak akan pernah lihat aku lagi jika kamu benar-benar pergi," seru Rayan tak mau kalah sambil membersihkan sisa-sisa air mata. Rayan juga menangis. Dia sebenarnya sangat malu karena sudah ketahuan berselingkuh. Apalagi jika sampai ada teman atau tetangganya yang juga mengetahuinya. Rayan tak ingin tercoreng nama baiknya. Lebih baik mati, begitu pikirnya. Ini yang ditakutkan Firda. Dia tahu suaminya adalah orang yang terkadang masih labil seperti remaja. Dan Firda juga bingung dengan keadaan dirinya yang harus bagaimana. Suaminya selalu seperti itu jika ada masalah. Pernah sekali Rayan mencoba bunuh diri karena kehilangan pekerjaan dan dibohongi temannya. Jika sudah putus asa, Rayan pasti akan berbuat nekat tanpa memikirkan istri dan putrinya. Sikap Rayan yang terkadang labil, membuat Firda tak pernah bisa meninggalkannya. Firda tak tahu lagi, apa yang harus dilakukannya saat ini. Pergi atau memaafkan dan tetap bertahan?Pernikahan adalah perjuangan.Berhasil mempertahankan waktu demi waktu umur pernikahan merupakan sebuah karunia sekaligus prestasi bagi kedua mempelai.***Beberapa hari ini suasana rumah tangga Firda sudah kembali tenang dan terlihat bahagia. Firda pun berusaha legowo memaafkan suaminya. Rayan pun demikian, berusaha mengambil hati Firda kembali. Setelah pulang kerja, mandi dan makan malam, Rayan tak pernah lagi keluyuran atau pun begadang dengan teman-temannya. Berusaha bangun pagi sendiri dan tidak terlambat lagi ke tempat kerja. Meskipun Firda masih belum mau disentuhnya, Rayan tak berani memaksa. Rayan sangat mengerti jika istrinya masih butuh waktu. Bagi Rayan, dimaafkan kesalahannya kali ini saja sudah sangat bahagia.Firda pun merasa cukup senang karena Rayan kembali seperti dulu lagi, sebelum mengenal teman-temannya yang sekarang. Firda dan Rayan menempati rumah mereka di perumahan ini sudah hampir lima tahun. Dulu mereka menempati rumahnya saat perumahan masih baru saja se
Firda hanya menarik napas panjang. Rasa sakit kembali memenuhi dada tapi dia hanya diam, mendengarkan sahabatnya yang ternyata curiga dengan suaminya."Seperti orang pacaran saja mereka. Rasanya tak pantas meskipun kelihatannya bercanda. Tapi aku menilainya kok beda ... menurut aku nggak pantas saja. Aku tahu Fir, kamu nggak pernah suudzon sama suamimu. Tapi apa salahnya kalau waspada. Hanya berniat berjaga-jaga saja Fir, biar rumah tangga kita selamat dari gangguan orang ketiga. Aku juga lihat Mas Rayan penampilannya berbeda, sekarang gaul banget sepertinya. Nggak seperti dulu, sederhana, cuek sama penampilan. Lihat sekarang, penampilan dan gayanya kayak anak remaja. Sementara kamu, aku yakin pasti dari dulu sampai sekarang sama saja." Rani menjelaskan secara panjang lebar alasan dia menelepon Firda saat ini. Menggoda Firda dengan sedikit bercanda mengenai Rayan dan juga dirinya. Tanpa Rani ketahui bahwa hal itu mengingatkan Firda pada masalah beberapa hari yang lalu, yang berusaha
Seiring waktu ....Kedewasaan kita kian terbentuk dari reaksi kita terhadap kekecewaan-kekecewaan yang datangnya tidak bisa kita perkirakan.Luka itu mendewasakan.***"Apa? Kok sudah surat peringatan ke tiga. Kapan yang pertama dan yang keduanya? Kesalahan apa yang sudah Papa lakukan?" tanya Firda yang sangat terkejut mendengarnya.Bagaimana mungkin tiba-tiba suaminya mendapatkan surat peringatan ke tiga, sementara dia tak pernah mendengar suaminya mendapat surat peringatan yang pertama atau pun yang ke dua.Dengan perasaan takut, malu dan kepala yang masih menunduk, Rayan menjawab pertanyaan Firda dengan sedikit gelisah."Eemm ... anu ... emm ... maaf, Ma ... maafkan aku, surat peringatan yang pertama dan yang ke dua sudah beberapa bulan yang lalu. Hanya saja aku tak memberitahumu. Aku sering tidak masuk tanpa izin, aku juga sering terlambat masuk kerja. Hari ini aku disuruh memilih, jika tak ingin dikeluarkan dari perusahaan aku bisa tetap bekerja dengan syarat menjadi karyawan bia
Firda sangat tahu bagaimana sifat suaminya itu. Rayan bukan orang yang mau bersabar jika ada yang menegurnya, meskipun itu atasannya. Firda yakin, sebentar lagi Rayan pasti akan mengundurkan diri dari perusahaannya. "Hemm ... aku berhenti kerja saja, ya, aku sudah nggak nyaman lagi di sana. Apalagi kalau nanti jadi karyawan biasa, aku malu, belum lagi gajinya pasti hanya cukup buat makan saja sementara kebutuhan kita banyak sekali, Ma." Tepat sekali ... dugaan Firda tak salah lagi. Menghela napas panjang, Firda berusaha menenangkan diri. Urusan yang satu masih belum benar-benar terlupakan, ditambah lagi sekarang masalah yang baru lagi. Firda berpikir dan mencoba berbicara kepada suaminya agar mau menyingkirkan egonya dan bekerja kembali. "Setidaknya Papa masih menerima gaji meskipun hanya cukup untuk makan. Kalau kamu resind, lalu kita dapat uang darimana untuk memenuhi kebutuhan hidup tiap harinya?" "Temanku yang dari Kalimantan kemarin memberi tawaran pekerjaan, katanya ada low
"Alhamdulillah, aku sudah dapat pinjaman dari temanku, tapi hanya bisa buat bayar KPR dua bulan saja. Untuk sementara itu dulu saja, yang penting bulan depan tidak disita rumah kita," ucap Rayan sambil melepaskan baju kerjanya.Firda mengangguk saja, sambil berlalu membawa baju kotor ke belakang dan menyiapkan makan malam untuk suaminya. Setelah mandi dan makan malam, Rayan duduk di depan televisi sambil bersenda gurau dengan putrinya. Terkadang moment seperti itulah yang membuat Firda berat untuk meninggalkan suaminya. Rayan sangat menyayangi putrinya dan Syifa pun terlihat sangat bahagia jika sedang bersama papanya.Setelah Syifa terlelap, Rayan mengajak berbincang-bincang istrinya. Dilihatnya Firda yang belum mengantuk sedang melipat pakaian yang baru diangkatnya dari jemuran."Ma, aku mau ganti nomor ponsel saja, ya. Rasanya kok nggak nyaman sekali sekarang.""Kenapa, Pa, ada masalah lagi, kah? Bukannya nomor pacar-pacar online Papa sudah diblokir semua. Apa masih ada yang menele
Berumah tangga itu ibarat ngopi.Kadangkala ada pihak ke tiga yang mencampuri.Otomatis menambah gurih, tapi bisa pula sebaliknya.Taruhlah seperti krimer atau susu.Jika kebanyakan, maka berpotensi mengurangi kenikmatan.Krimer itu bisa berwujud ipar-ipar atau saudara.Sementara susu itu anggap saja mertua.Campuran lain yang mematikan adalah sianida.Kalau yang ini sudah pasti kenangan masa lalu sebelum menikah.Bisa juga orang baru yang akhirnya jadi yang ketiga.Maka buanglah jauh-jauh.Pastikan gelasnya bersih sebelum menuang kopi yang baru.***Memandang wajah di depan cermin, Firda merasa rendah diri dengan keadaan dirinya. Wajahnya terlihat tua dari usianya. Tak pernah sekali pun selama ini Firda memperhatikannya. Namun Firda pun sadar, uang dari mana untuk berhias diri. Jangankan untuk perawatan, bisa makan tiap hari dan membeli susu putrinya saja sudah alhamdulillah. Pantas saja Rayan sempat berpaling darinya.Firda sadar karena mereka yang di luar sana terutama yang ada di
Sebulan berlalu, Rayan ternyata tetap melanjutkan keinginannya untuk resign dari tempat kerjanya. Firda hanya pasrah dan tak mau memaksakan kehendaknya pada Rayan agar tetap bertahan. Firda tak mau Rayan menjalani pekerjaan dengan terpaksa. Daripada membuat suaminya melampiaskan emosinya setiap pulang kerja karena rasa yang tak nyaman lagi di sana. Rayan pun sempat bercerita, beberapa kali ada perempuan yang menghubunginya melalui telepon kantornya. Karena sekarang dia tak lagi memakai nomor ponsel yang lama, sehingga mantan pacar-pacarnya mungkin mencari Rayan melalui telepon kantor di mana dia bekerja. Rayan memang selalu berterus terang pada mereka soal pekerjaannya. Firda sendiri heran, kenapa mereka nekat mencari Rayan sampai begitu, bahkan Firda pun selama menjadi istrinya tak pernah tahu berapa nomor telepon kantor suaminya. "Tolong, bicara pada mereka terus terang, urus urusanmu yang satu itu sampai tuntas tanpa meninggalkan bekas. Salah sendiri Papa memberi harapan, sepe
Bahkan orang yang paling kuat sekali pun, dia bisa lelah.Bahkan orang yang paling ingat sekali pun, dia bisa lupa.Bahkan orang yang paling sabar sekali pun, dia bisa berkata cukup.Itulah kenapa kita disebut MANUSIA.***"Alhamdulillah, semoga bisa langsung bekerja. Papa yang semangat, bagian apa aja harus mau, yang penting kerja dulu," saran Firda pada Rayan."Terima kasih, ya, Sayang, supportnya. Aku tak tahu apa jadinya tanpa kamu, aku minta maaf, ya, Ma, sungguh aku minta maaf, maafkan semua kesalahanku," kata Rayan sambil memegang tangan istrinya."Iya, Pa, sudahlah. Jangan dibahas lagi, daripada nanti bikin aku sakit hati karena mengingatnya kembali," sahut Firda sambil mengelus pipi Rayan dan berusaha tersenyum untuk menguatkan hati."Iya, Sayang, sekali lagi terima kasih, kamu sudah sabar mendampingiku selama ini. I love you, Ma," ucap Rayan sambil mencium kening dan memeluk istrinya.Firda mengangguk dan membalas pelukan Rayan. Hatinya berbunga dan menghangat seketika. Begi