Pernikahan adalah perjuangan.
Berhasil mempertahankan waktu demi waktu umur pernikahan merupakan sebuah karunia sekaligus prestasi bagi kedua mempelai. *** Beberapa hari ini suasana rumah tangga Firda sudah kembali tenang dan terlihat bahagia. Firda pun berusaha legowo memaafkan suaminya. Rayan pun demikian, berusaha mengambil hati Firda kembali. Setelah pulang kerja, mandi dan makan malam, Rayan tak pernah lagi keluyuran atau pun begadang dengan teman-temannya. Berusaha bangun pagi sendiri dan tidak terlambat lagi ke tempat kerja. Meskipun Firda masih belum mau disentuhnya, Rayan tak berani memaksa. Rayan sangat mengerti jika istrinya masih butuh waktu. Bagi Rayan, dimaafkan kesalahannya kali ini saja sudah sangat bahagia. Firda pun merasa cukup senang karena Rayan kembali seperti dulu lagi, sebelum mengenal teman-temannya yang sekarang. Firda dan Rayan menempati rumah mereka di perumahan ini sudah hampir lima tahun. Dulu mereka menempati rumahnya saat perumahan masih baru saja selesai dibangun dan masih sepi. Tetangganya masih jarang sekali. Sebelum mengenal banyak teman, Rayan hampir tak pernah keluar rumah. Pergi ke mana pun selalu mengajak istri dan anaknya. Namun, seiringnya waktu berjalan dan tetanggapun sudah banyak yang berdatangan, Rayan pun jadi sering begadang. Hampir setiap hari ada saja alasan yang dibuat agar bisa keluar rumah. Firda tak pernah marah, hanya sering memperingatkan. Semakin lama Rayan tak lagi bisa dilarang. Firda tak berani lagi membantah dan hanya diam saja. Pikir Firda, biarlah karena suaminya hanya bermain di sekitar perumahan saja, tak pergi ke mana-mana. Ternyata Firda salah, di saat bermain dengan teman-temannya itulah waktu yang dipergunakan oleh Rayan untuk bermesraan dengan para wanita kenalannya yang ada di dunia maya. Dunia maya benar-benar bahaya jika kita tidak bijaksana dan hati-hati jika berselancar di dalamnya. Ditambah lagi sekarang ponsel semakin canggih dan manusia pun semakin menggilainya. Campur baur laki-laki dan perempuan dengan bebas bercerita dan bercanda di dalam dunia maya. Foto-foto mereka pun bertebaran di mana-mana dengan pose yang terkadang tak lagi menggunakan etika. Saling kagum dan saling suka akhirnya terjadi di antara mereka yang lupa dengan iman. Bahkan banyak di antara mereka yang sudah berkeluarga akhirnya saling mengumbar aib pasangan mereka masing-masing demi perhatian dari orang yang mereka suka. Curahan hati yang membuat simpati dan akhirnya berakhir dengan cinta yang haram, bahkan banyak yang berakhir dengan perceraian karena ketahuan melakukan hubungan terlarang. Bersyukur sekarang ini Rayan mau berubah. Karena Rayan tak memegang ponsel, Firda mengalah meminjamkan ponselnya untuk dipakai oleh Rayan. Firda berpikir Rayan pasti lebih membutuhkan untuk pekerjaan dari pada dirinya yang hanya di rumah saja. Apalagi selama ini Firda juga selalu mengalah tak pernah membeli pulsa untuk kuota. "Assalamu'alaikum Firda, bagaimana kabarmu? Kok sekarang nggak pernah online? Kamu baik-baik saja kan?" sapa seseorang yang sangat dikenal Firda melalui ponsel jadulnya. Rani, sahabatnya sewaktu bekerja. Mereka dulu tinggal di kamar kos yang sama. Pergi ke mana-mana selalu berdua. Dari pertama perkenalan mereka di tempat kerja, mereka sudah seperti saudara. Mereka mencari kos berdua, makan berdua, berangkat dan pulang kerja pun selalu bersama. Bahkan setelah Firda memutuskan berhenti bekerja dan menikah, tak lama kemudian Rani pun memutuskan hal yang sama. Namun, sekarang Rani ikut suaminya tinggal di kota sebelah. Karena kesibukannya mereka sudah lama sekali tak berjumpa. Hanya kirim kabar lewat telepon atau pesan saja. "Alhamdulillah, baik, Ran. Bagaimana kabarmu, suami dan anak-anakmu, sehat semua? Usaha juga pasti tambah lancar, kan?" Firda menanyakan kembali kabar sahabatnya dengan gembira. Firda sangat senang jika ada teman yang meneleponnya. Dirinya memang tak punya banyak teman, ditambah tak pernah pergi ke mana-mana, sangat bahagia jika ada yang meneleponnya apalagi jika ada yang bermain ke rumahnya. "Alhamdulillah, sehat semua, lancar semua. Langsung saja ya, Fir. Aku sudah nggak sabar rasanya ingin menyampaikan uneg-unegku. Aku yakin kamu pasti nggak tahu apa-apa soal ini," jawab Rani dengan nada mulai kesal tapi rasa kesalnya bukan pada Firda. "Soal apa?" tanya Firda tak mengerti sekaligus penasaran. "Ehmm ... tapi kamu jangan tersinggung, ya." "Kamu kok bikin aku deg-degan. Aku jadi takut, Ran. Sepertinya serius banget." "Memang aku mau bicara serius. Dua rius malahan. Aku sebagai teman hanya mengingatkan sebelum terlambat. Dengarkan aku dulu, jangan dipotong bicaraku. Coba kamu lihat F* suamimu itu. Hati-hati, terutama dengan perempuan yang bernama May ...."Firda hanya menarik napas panjang. Rasa sakit kembali memenuhi dada tapi dia hanya diam, mendengarkan sahabatnya yang ternyata curiga dengan suaminya."Seperti orang pacaran saja mereka. Rasanya tak pantas meskipun kelihatannya bercanda. Tapi aku menilainya kok beda ... menurut aku nggak pantas saja. Aku tahu Fir, kamu nggak pernah suudzon sama suamimu. Tapi apa salahnya kalau waspada. Hanya berniat berjaga-jaga saja Fir, biar rumah tangga kita selamat dari gangguan orang ketiga. Aku juga lihat Mas Rayan penampilannya berbeda, sekarang gaul banget sepertinya. Nggak seperti dulu, sederhana, cuek sama penampilan. Lihat sekarang, penampilan dan gayanya kayak anak remaja. Sementara kamu, aku yakin pasti dari dulu sampai sekarang sama saja." Rani menjelaskan secara panjang lebar alasan dia menelepon Firda saat ini. Menggoda Firda dengan sedikit bercanda mengenai Rayan dan juga dirinya. Tanpa Rani ketahui bahwa hal itu mengingatkan Firda pada masalah beberapa hari yang lalu, yang berusaha
Seiring waktu ....Kedewasaan kita kian terbentuk dari reaksi kita terhadap kekecewaan-kekecewaan yang datangnya tidak bisa kita perkirakan.Luka itu mendewasakan.***"Apa? Kok sudah surat peringatan ke tiga. Kapan yang pertama dan yang keduanya? Kesalahan apa yang sudah Papa lakukan?" tanya Firda yang sangat terkejut mendengarnya.Bagaimana mungkin tiba-tiba suaminya mendapatkan surat peringatan ke tiga, sementara dia tak pernah mendengar suaminya mendapat surat peringatan yang pertama atau pun yang ke dua.Dengan perasaan takut, malu dan kepala yang masih menunduk, Rayan menjawab pertanyaan Firda dengan sedikit gelisah."Eemm ... anu ... emm ... maaf, Ma ... maafkan aku, surat peringatan yang pertama dan yang ke dua sudah beberapa bulan yang lalu. Hanya saja aku tak memberitahumu. Aku sering tidak masuk tanpa izin, aku juga sering terlambat masuk kerja. Hari ini aku disuruh memilih, jika tak ingin dikeluarkan dari perusahaan aku bisa tetap bekerja dengan syarat menjadi karyawan bia
Firda sangat tahu bagaimana sifat suaminya itu. Rayan bukan orang yang mau bersabar jika ada yang menegurnya, meskipun itu atasannya. Firda yakin, sebentar lagi Rayan pasti akan mengundurkan diri dari perusahaannya. "Hemm ... aku berhenti kerja saja, ya, aku sudah nggak nyaman lagi di sana. Apalagi kalau nanti jadi karyawan biasa, aku malu, belum lagi gajinya pasti hanya cukup buat makan saja sementara kebutuhan kita banyak sekali, Ma." Tepat sekali ... dugaan Firda tak salah lagi. Menghela napas panjang, Firda berusaha menenangkan diri. Urusan yang satu masih belum benar-benar terlupakan, ditambah lagi sekarang masalah yang baru lagi. Firda berpikir dan mencoba berbicara kepada suaminya agar mau menyingkirkan egonya dan bekerja kembali. "Setidaknya Papa masih menerima gaji meskipun hanya cukup untuk makan. Kalau kamu resind, lalu kita dapat uang darimana untuk memenuhi kebutuhan hidup tiap harinya?" "Temanku yang dari Kalimantan kemarin memberi tawaran pekerjaan, katanya ada low
"Alhamdulillah, aku sudah dapat pinjaman dari temanku, tapi hanya bisa buat bayar KPR dua bulan saja. Untuk sementara itu dulu saja, yang penting bulan depan tidak disita rumah kita," ucap Rayan sambil melepaskan baju kerjanya.Firda mengangguk saja, sambil berlalu membawa baju kotor ke belakang dan menyiapkan makan malam untuk suaminya. Setelah mandi dan makan malam, Rayan duduk di depan televisi sambil bersenda gurau dengan putrinya. Terkadang moment seperti itulah yang membuat Firda berat untuk meninggalkan suaminya. Rayan sangat menyayangi putrinya dan Syifa pun terlihat sangat bahagia jika sedang bersama papanya.Setelah Syifa terlelap, Rayan mengajak berbincang-bincang istrinya. Dilihatnya Firda yang belum mengantuk sedang melipat pakaian yang baru diangkatnya dari jemuran."Ma, aku mau ganti nomor ponsel saja, ya. Rasanya kok nggak nyaman sekali sekarang.""Kenapa, Pa, ada masalah lagi, kah? Bukannya nomor pacar-pacar online Papa sudah diblokir semua. Apa masih ada yang menele
Berumah tangga itu ibarat ngopi.Kadangkala ada pihak ke tiga yang mencampuri.Otomatis menambah gurih, tapi bisa pula sebaliknya.Taruhlah seperti krimer atau susu.Jika kebanyakan, maka berpotensi mengurangi kenikmatan.Krimer itu bisa berwujud ipar-ipar atau saudara.Sementara susu itu anggap saja mertua.Campuran lain yang mematikan adalah sianida.Kalau yang ini sudah pasti kenangan masa lalu sebelum menikah.Bisa juga orang baru yang akhirnya jadi yang ketiga.Maka buanglah jauh-jauh.Pastikan gelasnya bersih sebelum menuang kopi yang baru.***Memandang wajah di depan cermin, Firda merasa rendah diri dengan keadaan dirinya. Wajahnya terlihat tua dari usianya. Tak pernah sekali pun selama ini Firda memperhatikannya. Namun Firda pun sadar, uang dari mana untuk berhias diri. Jangankan untuk perawatan, bisa makan tiap hari dan membeli susu putrinya saja sudah alhamdulillah. Pantas saja Rayan sempat berpaling darinya.Firda sadar karena mereka yang di luar sana terutama yang ada di
Sebulan berlalu, Rayan ternyata tetap melanjutkan keinginannya untuk resign dari tempat kerjanya. Firda hanya pasrah dan tak mau memaksakan kehendaknya pada Rayan agar tetap bertahan. Firda tak mau Rayan menjalani pekerjaan dengan terpaksa. Daripada membuat suaminya melampiaskan emosinya setiap pulang kerja karena rasa yang tak nyaman lagi di sana. Rayan pun sempat bercerita, beberapa kali ada perempuan yang menghubunginya melalui telepon kantornya. Karena sekarang dia tak lagi memakai nomor ponsel yang lama, sehingga mantan pacar-pacarnya mungkin mencari Rayan melalui telepon kantor di mana dia bekerja. Rayan memang selalu berterus terang pada mereka soal pekerjaannya. Firda sendiri heran, kenapa mereka nekat mencari Rayan sampai begitu, bahkan Firda pun selama menjadi istrinya tak pernah tahu berapa nomor telepon kantor suaminya. "Tolong, bicara pada mereka terus terang, urus urusanmu yang satu itu sampai tuntas tanpa meninggalkan bekas. Salah sendiri Papa memberi harapan, sepe
Bahkan orang yang paling kuat sekali pun, dia bisa lelah.Bahkan orang yang paling ingat sekali pun, dia bisa lupa.Bahkan orang yang paling sabar sekali pun, dia bisa berkata cukup.Itulah kenapa kita disebut MANUSIA.***"Alhamdulillah, semoga bisa langsung bekerja. Papa yang semangat, bagian apa aja harus mau, yang penting kerja dulu," saran Firda pada Rayan."Terima kasih, ya, Sayang, supportnya. Aku tak tahu apa jadinya tanpa kamu, aku minta maaf, ya, Ma, sungguh aku minta maaf, maafkan semua kesalahanku," kata Rayan sambil memegang tangan istrinya."Iya, Pa, sudahlah. Jangan dibahas lagi, daripada nanti bikin aku sakit hati karena mengingatnya kembali," sahut Firda sambil mengelus pipi Rayan dan berusaha tersenyum untuk menguatkan hati."Iya, Sayang, sekali lagi terima kasih, kamu sudah sabar mendampingiku selama ini. I love you, Ma," ucap Rayan sambil mencium kening dan memeluk istrinya.Firda mengangguk dan membalas pelukan Rayan. Hatinya berbunga dan menghangat seketika. Begi
Maksudnya?” tanya Firda tak mengerti. “Ya kita ajukan pinjaman lagi ke bank. Sisa uangnya bisa dipakai untuk menutup hutang, hutang kartu kredit dan angsuran motor juga. Jadi sertifikatnya tetap digadaikan hanya nilainya nanti lebih besar. Daripada ditelepon dan didatangi debt collektor terus, aku sudah bosan. Kebetulan juga kan ada teman yang kerja di bank, jadi bisa lewat dia."Menghela napas panjang, Firda menjawabnya dengan suara pelan nyaris tak terdengar."Kenapa nggak dijual saja sih ....""Jual saja, jual saja, kenapa hanya itu yang ada di pikiranmu sih, Ma? Memangnya jual rumah itu mudah? Terus kita juga mau beli lagi di mana? Nggak segampang itu, Ma, aku hanya ingin cari jalan yang cepat, kalau menunggu jual rumah pasti akan lama," sahut Rayan dengan nada yang mulai sedikit kesal."Yaa sudah terserah Papa, aku nggak mau ribut, sudah malam," kata Firda akhirnya mengalah.Dalam hati Firda tak setuju, tetapi mau bicara juga pasti Rayan tak akan mengubah keputusannya. Begitulah
Firda melangkah keluar kamar dan berjalan ke luar dengan membawa dompet yang hanya berisi KTP dan juga ponselnya. Entah apa yang dipikirkan Firda saat ini, hatinya terasa sakit dan perih. Dia terus melangkah tanpa arah dan tujuan dengan berjalan kaki.Tak ada air yang menetes dari matanya, tak ada suara isak tangis dari bibirnya, tak ada kemarahan dalam hatinya, yang ada hanya keinginan untuk meninggalkan semuanya. Bahkan Firda tak ingin mengajak serta putrinya. Firda hanya ingin pergi sendiri karena tak ingin putrinya terlunta-lunta bersamanya yang bahkan tak tahu ke mana tujuannya dan hanya mengikuti kaki melangkah.Berjalan dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang tanpa ada tetangga yang mengetahuinya karena saat itu suasana sekitar perumahan benar-benar sepi.Sementara Rayan masih menunggu balasan pesan dari istrinya yang tak kunjung ada. Sudah lebih dari lima belas menit Rayan pun tak sabar lagi. Sambil menahan emosi karena pesan yang tak berbalas, Rayan menemui Firda di ka
Ketika ketulusanmu tidak dihargai,sebaiknya segera angkat kaki.Tebus kecewamu dengan keikhlasan.Dan pergilah tanpa menoleh ke belakang.***Entah pulang jam berapa Rayan tadi malam, Firda tak mau tahu lagi. Dibiarkan Rayan tidur sepanjang hari tanpa niat membangunkannya walaupun sampai malam nanti, begitu rencana Firda. Hatinya juga sudah mulai lelah. Lelah dengan masalah yang selalu sama.Setelah membersihkan rumah dan menjemur pakaian yang sudah dicucinya, Firda pun tidur kembali di kamar Syifa. Kepalanya pusing sekali akhir-akhir ini, perutnya mual dan Firda menyadari jika dirinya hamil lagi karena tamu bulanannya bulan ini tak kunjung tiba. Firda tak tahu harus bersyukur atau sedih dengan keadaannya, mengingat kondisi ekonominya saat ini yang masih tak membaik juga. Dia juga masih belum memberitahukan kepada Rayan tentang kehamilannya. Firda takut akan menambah beban pikiran Rayan dan semakin memancing emosi suaminya."Masih belum saatnya memberitahunya sekarang, mungkin aku a
Malam harinya mereka semua bermusyawarah membicarakan harga rumah serta biaya-biaya notaris dan tak lupa kesepakatan mengenai pajak-pajak yang harus ditanggung oleh keduanya. Rayan menyampaikan juga bahwa semuanya akan diurus oleh Ali. Beny pun setuju karena dia juga mengenal Ali dengan baik karena mereka semua memang tinggal di perumahan yang sama. Rayan pun meminta uang muka pada Beny untuk melunasi hutangnya di bank agar bisa segera mengambil sertifikat rumahnya. Kesepakatan pun akhirnya tercapai sudah.Firda dan Rayan kemudian mencari info rumah yang dijual untuk persiapan tempat tinggal mereka. Setelah hampir tiga bulan lamanya mencari ke sana ke mari akhirnya mereka pun mendapatkannya. Rumah kecil di sebuah perumahan yang letaknya di pinggir kota. Bersyukur mereka masih mendapatkan sisa uang untuk membeli rumah dengan cara tunai. Firda sudah lelah dan tak mau berhutang lagi. Rayan pun menyetujui. Syifa terpaksa pindah sekolah karena tak mungkin bersekolah di tempat sebelumnya
Berjuanglah meski terkadang raga lelah.Berdo'a dan pasrahlah pada Sang Pemilik Ijabah.Hingga tersingkirkan segala macam masalah.***"Ma, aku menyerah. Memang lebih baik kita jual saja rumah ini. Semoga masih ada sisa dan cukup untuk beli rumah lagi. Aku juga ingin tenang. Semoga aku juga bisa segera mendapatkan pekerjaan kembali. Malu aku sama teman-teman, aku sudah terlanjur cerita pada mereka akan bekerja di Australia. Pusing sekali aku, Ma," ucap Rayan pada Firda dengan wajah yang kusut karena banyak pikiran.Rayan akhirnya mau tak mau menyetujui keinginan Firda untuk menjual rumahnya agar bisa melunasi semua hutangnya yang ada di bank dan koperasi. Meskipun rasanya berat sekali, tapi mau bagaimana lagi karena ini adalah jalan satu-satunya."Alhamdulillah, akhirnya Papa mau menjual rumah ini. Ya, sudah, minta tolong saja sama teman Papa yang kerja di bagian pemasaran perumahan itu, biar sekalian dipasarkan rumah kita. Nanti aku juga akan bilang ke ibu-ibu barangkali ada yang min
"Bagaimana ini, kok kita belum dapat kabar lagi, ya? Mana paspor kita dibawa. Aku telepon juga nggak pernah diangkat, malah sekarang nggak aktif," kata Harun pada Rayan."Iya nih, aku jadi khawatir. Aku takut yang dipikirkan Firda benar, kita berdua tertipu. Tapi kenapa paspor kita juga dibawa, kalau niatnya menipu buat apa coba dia repot-repot mengurus paspor kita dan juga visanya," ucap Rayan yang sebenarnya hanya meyakinkan dirinya sendiri.Rayan benar-benar takut jika dirinya kena tipu lagi. Uang darimana untuk membayar semua hutangnya. Bayar pinjaman di bank, di koperasi, apalagi sekarang dirinya sudah tak bekerja lagi."Begini, besok kita datangi saja pondok pesantrennya. Semoga orangnya lagi di sana dan kita bisa bertemu untuk memastikan kapan keberangkatan kita," saran Harun yang mau tak mau dia sedikit tidak enak dengan Rayan karena gara-gara dirinya, Rayan jadi ikut-ikutan mendaftarkan diri jadi TKI di Australia. Apalagi Rayan sudah keluar kerja, Harun semakin merasa bersala
Karena takdir itu tak seindah rencana.Itulah mengapa di balik setiap do'a selalu ada kata "semoga".... ***Sekali lagi ... kenyataan yang dihadapi tak sesuai ekspetasi. Harapan berjualan skincare pun tak berjalan dengan lancar. Kembali Firda berpikir, kenapa tak seperti yang dia baca di novel yang selalu menceritakan kesuksesan seorang istri yang berjualan online. Sementara Firda, tiga bulan ini menjalaninya tak juga ada hasilnya. Jika laku pun hanya beberapa dan itu pun untungnya hanya bisa dibuat untuk membeli kuota mingguan saja.Apalagi kalau ada yang bertanya, yang jualan pakai nggak? Kalau pakai, kenapa wajahnya nggak berubah? Masih saja sama seperti sebelumnya. Terus terang saja Firda jawab apa adanya, dia memang belum memakai produk yang dijualnya karena uangnya belum ada. Tujuan menjual juga dia sampaikan kalau sudah punya uang baru akan membelinya. Miris sekali rasanya, dan Firda pun mulai putus asa.Ingin rasanya Firda membantu suaminya menambah penghasilan walaupun ha
"Ma, papa pulang pagi lagi, ya, memangnya papa dari mana?" tanya Syifa pada ibunya."Biasa, Nak, papa habis main sama teman-temannya, sekalian nunggu yang pada langsung pulang naik pesawat katanya. Ya sudah kamu sarapan dulu sana, Mama ambilkan, ya?" Firda tak mau Syifa membahas masalah ayahnya lagi. Putrinya itu terkadang lebih cerewet dari dirinya jika menanyakan soal papanya."Iya, Ma, tapi Syifa ingin disuapin mama saja. Memangnya Mama sudah masak, ya?" tanya Syifa lagi."Kan kemarin Mama masaknya sore jadi sayur dan lauk kemarin masih ada, sayang kalau dibuang. Kalau sudah habis baru Mama nanti masak lagi," jawab Firda.Begitulah, Firda lebih suka memasak di sore hari biar pagi harinya tidak repot karena melayani suami yang akan berangkat kerja dan juga Syifa yang pergi ke sekolah. Apalagi jika hari Minggu, akan membuat Firda lebih santai dan bisa melanjutkan membaca novel di aplikasi kesayangannya setelah selesai membersihkan rumah. Seperti sekarang ini, menyuapi Syifa di depa
Tidak semua yang kau cintai membahagiakanmu.Tidak semua yang kau benci menyedihkanmu.Seperti pisau yang bagus tapi dapat melukaimu.Dan obat yang pahit akan tetap dapat mengobatimu.***"Ma, besok Sabtu ada acara reuni sekolah, tapi ehmm ... maaf, Ma, aku nggak bisa mengajakmu karena semuanya nggak ada yang mengajak keluarganya," ucap Rayan setelah menghabiskan makan malamnya."Ya, sudahlah, Pa, nggak apa-apa, aku juga kurang suka kalau datang ke acara seperti itu. Aku takut Papa malu punya istri jelek kayak aku," balas Firda sembari tersenyum.Firda sendiri tidak suka ikut acara seperti itu. Dia selalu minder jika harus berkumpul dengan orang yang baru dikenalnya. Firda juga tahu teman sekolah Rayan sekarang banyak yang sukses dan banyak yang jadi pengusaha, baik yang laki-laki maupun yang wanita. Pastinya penampilan mereka akan terkesan mewah dan jauh berbeda jika dibandingkan dengan dirinya."Ah, siapa yang bilang kamu jelek, Mama cantik kok. Kamu jangan bicara begitu, Ma, coba
Ucapan Yani tentu saja sangat mengejutkan Firda. Dia tak menyangka kalau suami Yani pernah selingkuh."Akhirnya Mas Alif minta maaf dan berjanji nggak akan mengulanginya lagi. Sakit hati itu pasti Mbak, kadang kalau ingat juga masih suka nangis, tapi dijalani saja. Kasihan juga anak-anakku kalau kita pisah. Sekarang alhamdulillah rumah tanggaku nggak ada masalah lagi. Dan Mas Alif pun juga sudah bertobat, rajin sholat, sama aku juga semakin sayang. Yang sabar Mbak, namanya rumah tangga pasti ada saja ujiannya. Salah satunya, ya pelakor. Di mana-mana banyak pelakor, makanya hati-hati. Orang laki kadang kan kayak kucing, dikasih ikan langsung saja dimakan, hahaha ...." Yani bercerita sambil tertawa. Alif adalah suami Yani, wajahnya memang tampan dan kulitnya juga putih bersih juga dari keluarga yang kaya raya. Yani juga sudah mempunyai anak dua."Ternyata Pak Alif pernah selingkuh juga. Kelihatannya baik-baik saja rumah tangganya Mbak. Semoga Pak Alif selalu setia dan istiqomah, ya, Mb