Bahkan orang yang paling kuat sekali pun, dia bisa lelah.Bahkan orang yang paling ingat sekali pun, dia bisa lupa.Bahkan orang yang paling sabar sekali pun, dia bisa berkata cukup.Itulah kenapa kita disebut MANUSIA.***"Alhamdulillah, semoga bisa langsung bekerja. Papa yang semangat, bagian apa aja harus mau, yang penting kerja dulu," saran Firda pada Rayan."Terima kasih, ya, Sayang, supportnya. Aku tak tahu apa jadinya tanpa kamu, aku minta maaf, ya, Ma, sungguh aku minta maaf, maafkan semua kesalahanku," kata Rayan sambil memegang tangan istrinya."Iya, Pa, sudahlah. Jangan dibahas lagi, daripada nanti bikin aku sakit hati karena mengingatnya kembali," sahut Firda sambil mengelus pipi Rayan dan berusaha tersenyum untuk menguatkan hati."Iya, Sayang, sekali lagi terima kasih, kamu sudah sabar mendampingiku selama ini. I love you, Ma," ucap Rayan sambil mencium kening dan memeluk istrinya.Firda mengangguk dan membalas pelukan Rayan. Hatinya berbunga dan menghangat seketika. Begi
Maksudnya?” tanya Firda tak mengerti. “Ya kita ajukan pinjaman lagi ke bank. Sisa uangnya bisa dipakai untuk menutup hutang, hutang kartu kredit dan angsuran motor juga. Jadi sertifikatnya tetap digadaikan hanya nilainya nanti lebih besar. Daripada ditelepon dan didatangi debt collektor terus, aku sudah bosan. Kebetulan juga kan ada teman yang kerja di bank, jadi bisa lewat dia."Menghela napas panjang, Firda menjawabnya dengan suara pelan nyaris tak terdengar."Kenapa nggak dijual saja sih ....""Jual saja, jual saja, kenapa hanya itu yang ada di pikiranmu sih, Ma? Memangnya jual rumah itu mudah? Terus kita juga mau beli lagi di mana? Nggak segampang itu, Ma, aku hanya ingin cari jalan yang cepat, kalau menunggu jual rumah pasti akan lama," sahut Rayan dengan nada yang mulai sedikit kesal."Yaa sudah terserah Papa, aku nggak mau ribut, sudah malam," kata Firda akhirnya mengalah.Dalam hati Firda tak setuju, tetapi mau bicara juga pasti Rayan tak akan mengubah keputusannya. Begitulah
Siapa lagi yang bisa menghibur dengan tulus selain diri sendiri?Beberapa teman juga punya masalahnya masing-masing, tak layak kita mengganggu mereka dengan selalu mengeluhkan setiap sesak di dada.Kita butuh belajar tentang arti keikhlasan yang hakiki, hingga akhirnya kita mampu menjadi lebih bijak dan berpikir jernih tanpa emosi.Ketenangan itu sendiri bisa dirasakan dengan hal yang sederhana.Salah satunya dengan berhenti mencari tahu apa yang membuat hatimu terluka.***Firda tak habis pikir dengan Rayan. Tak masuk kerja dengan mengorbankan nama putrinya yang sehat-sehat saja. Lalu dia harus bagaimana? Menjawab pertanyaan orang-orang di depannya dengan jawaban apa?"Assalamu'alaikum," belum sempat Firda menjawab mereka, seseorang memberi salam. Siapa lagi kalau bukan Rayan."Wa'alaikumussalaam," jawab mereka serempak sambil memandang ke arah suaminya."Maaf Pak, Bu, saya baru pulang mengurus administrasi putri saya. Istri saya pulang duluan tadi, kasihan kalau kelamaan di rumah sa
"Alhamdulillah, besok uang pinjamannya sudah cair. Kita besok pergi ke bank jam sembilan pagi, Ma," ucap Rayan dengan wajah yang berbinar.Yaa ... akhirnya Rayan pun tetap pada rencananya mengajukan pinjaman ke bank. Firda pun menuruti keinginan suaminya dan mempersiapkan semua dokumen-dokumen yang diperlukan. Dengan alasan untuk merenovasi rumah, pinjaman itu pun dengan cepat disetujui, apalagi ada campur tangan orang dalam salah satu temannya."Alhamdulillah, jangan lupa, Pa, langsung buat menutup hutang kartu kredit kita dan juga angsuran motor. Soalnya namanya uang nggak terasa tiba-tiba habis nanti," ucap Firda mengingatkan suaminya."Siap, Ma, tapi besok aku hanya bisa ijin sebentar saja. Jadi dari bank aku langsung berangkat kerja," kata Rayan."Iya, nggak masalah. Kan bayar-bayar semuanya bisa lewat mbanking sekarang. Besok Papa langsung saja urus mbanking di bank sekalian," saran Firda pada Rayan."Nggak usah, Ma, kamu buka saja rekening baru atas namamu dan sekalian urus mba
Tepat di hari Minggu, di keluarga Rayan ada acara arisan keluarga. Meskipun mereka tidak ikut arisan, Rayan selalu menyempatkan diri untuk menghadirinya. Rayan adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Jadi kalau ada acara seperti itu pasti Syifa suka karena bisa bermain bersama keponakan-keponakan Rayan yang seumur dengan putrinya.Bersyukur juga Firda mempunyai saudara ipar yang menerimanya. Kedua mertuanya sudah meninggal dunia. Firda duduk di sekitar kakak-kakak ipar perempuannya dan mendengar mereka yang mengobrol mulai masalah kecil sampai masalah rumah tangga. Yaa ... begitulah wanita."Mbak, kemarin ada kabar kalau Mas Satria cerai sama istrinya," kata Mbak Susi kakak Rayan yang keempat. Mas Satria adalah kakak Rayan yang ke tiga yang tinggal di luar kota dan jarang sekali ikut acara keluarga."Lhoo kenapa? Bukannya mereka itu hidupnya kelihatan bahagia, ya? Bulan lalu kan kita ke sana menghadiri pesta pernikahan anaknya," jawab Mbak Yanti istri kakak Rayan yang ke dua."Mas
Seberat apapun beban masalah yang kamu hadapi saat ini, percayalah bahwa semua itu tidak pernah melebihi batas kemampuan kamu.Hidup adalah proses di mana kita terus belajar tanpa ada batas usia dan tanpa ada kata tua.Tua itu pasti.Dewasa itu pilihan.***Empat tahun berlalu ....Syifa sekarang sudah masuk sekolah dasar dan tumbuh menjadi gadis yang imut dan ayu. Kulitnya juga putih bersih mirip dengan Firda. Wajahnya manis sekali lebih mirip dengan Rayan. Rumah tangga Firda dan Rayan tampak baik-baik saja. Meskipun dari segi keuangan, mereka tidak ada perkembangan, bahkan terkadang masih saja tiap bulan kekurangan. Setidaknya bagi Firda itu bukanlah suatu cobaan. Kefakiran adalah ujian rumah tangga yang paling mudah. Yang penting adanya saling pengertian di antara keduanya.Firda juga sudah berusaha untuk berjualan online. Namun, tak semudah yang dibayangkannya di novel-novel yang dibacanya. Jualannya kurang laku. Penghasilannya tiap bulan hanya cukup buat beli kuota saja. Prom
"Maaf, ya, aku pulang jam tiga tadi. Maaf kalau kamu menungguku semalaman.""Siapa yang menunggu kamu, aku tidur kok. Aku juga sudah menyangka kalau kamu pasti pulang pagi. Ngapain juga aku menunggu, mendingan juga tidur," sahut Firda dengan sedikit ketus."Kamu marah, ya, Ma, kok ketus gitu ngomongnya?" tanya Rayan."Aku nggak marah, kan sudah biasa dari dulu Papa pulang pagi. Aku hanya kesel saja lihat kamu pulang bau alkohol," kata Firda membuat Rayan tak enak hati."Hemm ... kamu tahu, ya, hehe maaf, Ma, aku nggak bisa menolak ajakan mereka," jawab Rayan sedikit malu dengan istrinya."Papa nggak bilang pun aku sudah tahu, nolak ajakan teman nggak bisa, giliran nolak ajakan istri langsung saja nggak ada ragu-ragunya. Kapan kamu berubah, ingat usia, Pa," ucap Firda mengingatkan, seraya berlalu keluar kamar.Rayan pun diam saja karena dia tahu dirinya bersalah. Akhirnya Rayan kembali tidur karena matanya masih mengantuk akibat begadang."Ma, papa kok tidur lagi sih. Aku kan pengen ng
Bosan dengan hidup yang itu itu saja, bosan dengan pertikaian yang begitu begitu saja.Marah, sedih, kecewa, senang, bahagia, tawa, duka, lara, hanya itu siklusnya.Jika hanya itu, lalu untuk apa terlalu menggebu?Cintailah sesuatu sewajarnya, dan bencilah sekadarnya.Biarkan orang membenci, asal bukan kita. Biarkan orang mencaci, asal bukan kita.Fokus saja menanam hal hal yang baik, bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri, untuk teman kita di alam kubur nanti.***"Alhamdulillah, enak mie ayamnya. Terima kasih, ya, Pa, sudah menepati janji mengajak Syifa ke sini," kata Syifa yang sangat senang kepada papanya yang menepati janjinya."Iya, Sayang, kapan-kapan kalau ada rizqi kita ke sini lagi, ya," ucap Rayan kepada putrinya."Iya, Pa, pokoknya Syifa do'akan semoga Papa tambah buanyaaakkk rizqinya," kata Syifa sambil menggerakkan kedua tangannya membentuk lingkaran dengan wajah yang berbinar riang."Aamiin ...." Serempak Rayan dan Firda mengaminkan do'a Syifa.Sepulang dari w