"Bagaimana ini, kok kita belum dapat kabar lagi, ya? Mana paspor kita dibawa. Aku telepon juga nggak pernah diangkat, malah sekarang nggak aktif," kata Harun pada Rayan."Iya nih, aku jadi khawatir. Aku takut yang dipikirkan Firda benar, kita berdua tertipu. Tapi kenapa paspor kita juga dibawa, kalau niatnya menipu buat apa coba dia repot-repot mengurus paspor kita dan juga visanya," ucap Rayan yang sebenarnya hanya meyakinkan dirinya sendiri.Rayan benar-benar takut jika dirinya kena tipu lagi. Uang darimana untuk membayar semua hutangnya. Bayar pinjaman di bank, di koperasi, apalagi sekarang dirinya sudah tak bekerja lagi."Begini, besok kita datangi saja pondok pesantrennya. Semoga orangnya lagi di sana dan kita bisa bertemu untuk memastikan kapan keberangkatan kita," saran Harun yang mau tak mau dia sedikit tidak enak dengan Rayan karena gara-gara dirinya, Rayan jadi ikut-ikutan mendaftarkan diri jadi TKI di Australia. Apalagi Rayan sudah keluar kerja, Harun semakin merasa bersala
Berjuanglah meski terkadang raga lelah.Berdo'a dan pasrahlah pada Sang Pemilik Ijabah.Hingga tersingkirkan segala macam masalah.***"Ma, aku menyerah. Memang lebih baik kita jual saja rumah ini. Semoga masih ada sisa dan cukup untuk beli rumah lagi. Aku juga ingin tenang. Semoga aku juga bisa segera mendapatkan pekerjaan kembali. Malu aku sama teman-teman, aku sudah terlanjur cerita pada mereka akan bekerja di Australia. Pusing sekali aku, Ma," ucap Rayan pada Firda dengan wajah yang kusut karena banyak pikiran.Rayan akhirnya mau tak mau menyetujui keinginan Firda untuk menjual rumahnya agar bisa melunasi semua hutangnya yang ada di bank dan koperasi. Meskipun rasanya berat sekali, tapi mau bagaimana lagi karena ini adalah jalan satu-satunya."Alhamdulillah, akhirnya Papa mau menjual rumah ini. Ya, sudah, minta tolong saja sama teman Papa yang kerja di bagian pemasaran perumahan itu, biar sekalian dipasarkan rumah kita. Nanti aku juga akan bilang ke ibu-ibu barangkali ada yang min
Malam harinya mereka semua bermusyawarah membicarakan harga rumah serta biaya-biaya notaris dan tak lupa kesepakatan mengenai pajak-pajak yang harus ditanggung oleh keduanya. Rayan menyampaikan juga bahwa semuanya akan diurus oleh Ali. Beny pun setuju karena dia juga mengenal Ali dengan baik karena mereka semua memang tinggal di perumahan yang sama. Rayan pun meminta uang muka pada Beny untuk melunasi hutangnya di bank agar bisa segera mengambil sertifikat rumahnya. Kesepakatan pun akhirnya tercapai sudah.Firda dan Rayan kemudian mencari info rumah yang dijual untuk persiapan tempat tinggal mereka. Setelah hampir tiga bulan lamanya mencari ke sana ke mari akhirnya mereka pun mendapatkannya. Rumah kecil di sebuah perumahan yang letaknya di pinggir kota. Bersyukur mereka masih mendapatkan sisa uang untuk membeli rumah dengan cara tunai. Firda sudah lelah dan tak mau berhutang lagi. Rayan pun menyetujui. Syifa terpaksa pindah sekolah karena tak mungkin bersekolah di tempat sebelumnya
Ketika ketulusanmu tidak dihargai,sebaiknya segera angkat kaki.Tebus kecewamu dengan keikhlasan.Dan pergilah tanpa menoleh ke belakang.***Entah pulang jam berapa Rayan tadi malam, Firda tak mau tahu lagi. Dibiarkan Rayan tidur sepanjang hari tanpa niat membangunkannya walaupun sampai malam nanti, begitu rencana Firda. Hatinya juga sudah mulai lelah. Lelah dengan masalah yang selalu sama.Setelah membersihkan rumah dan menjemur pakaian yang sudah dicucinya, Firda pun tidur kembali di kamar Syifa. Kepalanya pusing sekali akhir-akhir ini, perutnya mual dan Firda menyadari jika dirinya hamil lagi karena tamu bulanannya bulan ini tak kunjung tiba. Firda tak tahu harus bersyukur atau sedih dengan keadaannya, mengingat kondisi ekonominya saat ini yang masih tak membaik juga. Dia juga masih belum memberitahukan kepada Rayan tentang kehamilannya. Firda takut akan menambah beban pikiran Rayan dan semakin memancing emosi suaminya."Masih belum saatnya memberitahunya sekarang, mungkin aku a
Firda melangkah keluar kamar dan berjalan ke luar dengan membawa dompet yang hanya berisi KTP dan juga ponselnya. Entah apa yang dipikirkan Firda saat ini, hatinya terasa sakit dan perih. Dia terus melangkah tanpa arah dan tujuan dengan berjalan kaki.Tak ada air yang menetes dari matanya, tak ada suara isak tangis dari bibirnya, tak ada kemarahan dalam hatinya, yang ada hanya keinginan untuk meninggalkan semuanya. Bahkan Firda tak ingin mengajak serta putrinya. Firda hanya ingin pergi sendiri karena tak ingin putrinya terlunta-lunta bersamanya yang bahkan tak tahu ke mana tujuannya dan hanya mengikuti kaki melangkah.Berjalan dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang tanpa ada tetangga yang mengetahuinya karena saat itu suasana sekitar perumahan benar-benar sepi.Sementara Rayan masih menunggu balasan pesan dari istrinya yang tak kunjung ada. Sudah lebih dari lima belas menit Rayan pun tak sabar lagi. Sambil menahan emosi karena pesan yang tak berbalas, Rayan menemui Firda di ka
"Ngaca sana! Sekali-sekali Mama itu harus memperhatikan penampilan. Pakai bedak, pakai lipstik, jangan seperti babu!"Firda terkejut mendengar ucapan Rayan. Selama sepuluh tahun usia pernikahan mereka, baru kali ini suaminya mengungkit masalah wajah dan penampilannya. Firda hanya diam, ingin membantah juga percuma karena Rayan langsung pergi meninggalkannya. Apalagi Rayan baru saja pulang kerja. Mungkin dia sedang lelah, begitu yang ada di pikiran Firda. Dia tidak ingin berburuk sangka meskipun jelas-jelas Rayan menghinanya.Firda menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan, menenangkan perasaannya sendiri. Dia lalu bangkit dari duduknya dan pergi menyiapkan makan malam untuk suaminya yang berada di kamar mandi.Setelah mandi dan berganti pakaian, Rayan langsung berpamitan. Dia tak peduli dengan makan malam yang sudah Firda siapkan."Ma ... aku pergi dulu, diajak makan-makan sama bapak-bapak di blok sebelah. Ada yang ulang tahun.""Iyaa." Hanya itu jawaban Firda karena mau m
Nasihat temannya membuat hatinya nyeri tapi Firda sendiri bukan tipe orang yang suka menuduh tanpa bukti. Firda bukan tipe orang yang suka membuat keributan apalagi dengan suami sendiri.Baginya suami adalah salah satu tiket utama menuju surga. Bahkan dari awal pernikahannya Firda sudah membolehkan suaminya menikah lagi asal dengan ijinnya.Firda berkata demikian karena tak mau suaminya selingkuh. Karena perselingkuhan jika ketahuan akan lebih menyakitkan.Dengan menggendong putrinya yang baru berusia tiga tahun, Firda pergi menuju Rumah Sakit Harapan dengan mobil bersama tetangganya. Bagi orang yang mengenalnya, Rayan adalah sosok yang baik, ramah dan ringan tangan. Jadi jangan heran, kalau tetangganya yang mendengar Rayan kecelakaan berlomba saling menawarkan bantuan.Sampailah mereka di Rumah Sakit Harapan dan langsung menuju ruang UGD. Kaki Rayan harus dioperasi karena tulangnya patah. Namun, para tetangganya tidak ada yang setuju karena jika dioperasi penyembuhannya akan lebih la
Firda melanjutkan langkahnya ke belakang untuk membuatkan minuman dan juga menyiapkan beberapa camilan untuk mereka. Dari dapur Firda mendengar suara mereka yang berbincang-bincang sambil sesekali tertawa. Tamu suami istri itu sama-sama humoris. Rayan juga sebenarnya orang yang ramah dan suka bercanda. Hanya saja semua itu hanya dengan teman-temannya, bukan dengan istrinya.Itulah yang sering membuat Firda sedih, suaminya terlihat lebih bahagia dengan orang lain dibanding saat berdua dengan dirinya."Silakan diminum," kata Firda dengan sopan, sambil meletakkan hidangan di atas meja.Rayan mengenalkan tamu yang datang ke rumahnya saat ini pada Firda."Ini Mbak Maya dan suaminya Pak Yahya. Mbak Maya ini guru ngaji di salah satu mushola yang menerima bantuan dari perusahaan. Kebetulan aku yang mengurus bantuan itu dan ternyata tetangganya Mbak Maya juga temanku SMP. Jadi kita sering bertemu kalau ada waktu berkunjung ke mushola, sekalian mampir silaturahmi," jelas Rayan dengan senyum ya