Bosan dengan hidup yang itu itu saja, bosan dengan pertikaian yang begitu begitu saja.Marah, sedih, kecewa, senang, bahagia, tawa, duka, lara, hanya itu siklusnya.Jika hanya itu, lalu untuk apa terlalu menggebu?Cintailah sesuatu sewajarnya, dan bencilah sekadarnya.Biarkan orang membenci, asal bukan kita. Biarkan orang mencaci, asal bukan kita.Fokus saja menanam hal hal yang baik, bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri, untuk teman kita di alam kubur nanti.***"Alhamdulillah, enak mie ayamnya. Terima kasih, ya, Pa, sudah menepati janji mengajak Syifa ke sini," kata Syifa yang sangat senang kepada papanya yang menepati janjinya."Iya, Sayang, kapan-kapan kalau ada rizqi kita ke sini lagi, ya," ucap Rayan kepada putrinya."Iya, Pa, pokoknya Syifa do'akan semoga Papa tambah buanyaaakkk rizqinya," kata Syifa sambil menggerakkan kedua tangannya membentuk lingkaran dengan wajah yang berbinar riang."Aamiin ...." Serempak Rayan dan Firda mengaminkan do'a Syifa.Sepulang dari w
Ucapan Yani tentu saja sangat mengejutkan Firda. Dia tak menyangka kalau suami Yani pernah selingkuh."Akhirnya Mas Alif minta maaf dan berjanji nggak akan mengulanginya lagi. Sakit hati itu pasti Mbak, kadang kalau ingat juga masih suka nangis, tapi dijalani saja. Kasihan juga anak-anakku kalau kita pisah. Sekarang alhamdulillah rumah tanggaku nggak ada masalah lagi. Dan Mas Alif pun juga sudah bertobat, rajin sholat, sama aku juga semakin sayang. Yang sabar Mbak, namanya rumah tangga pasti ada saja ujiannya. Salah satunya, ya pelakor. Di mana-mana banyak pelakor, makanya hati-hati. Orang laki kadang kan kayak kucing, dikasih ikan langsung saja dimakan, hahaha ...." Yani bercerita sambil tertawa. Alif adalah suami Yani, wajahnya memang tampan dan kulitnya juga putih bersih juga dari keluarga yang kaya raya. Yani juga sudah mempunyai anak dua."Ternyata Pak Alif pernah selingkuh juga. Kelihatannya baik-baik saja rumah tangganya Mbak. Semoga Pak Alif selalu setia dan istiqomah, ya, Mb
Tidak semua yang kau cintai membahagiakanmu.Tidak semua yang kau benci menyedihkanmu.Seperti pisau yang bagus tapi dapat melukaimu.Dan obat yang pahit akan tetap dapat mengobatimu.***"Ma, besok Sabtu ada acara reuni sekolah, tapi ehmm ... maaf, Ma, aku nggak bisa mengajakmu karena semuanya nggak ada yang mengajak keluarganya," ucap Rayan setelah menghabiskan makan malamnya."Ya, sudahlah, Pa, nggak apa-apa, aku juga kurang suka kalau datang ke acara seperti itu. Aku takut Papa malu punya istri jelek kayak aku," balas Firda sembari tersenyum.Firda sendiri tidak suka ikut acara seperti itu. Dia selalu minder jika harus berkumpul dengan orang yang baru dikenalnya. Firda juga tahu teman sekolah Rayan sekarang banyak yang sukses dan banyak yang jadi pengusaha, baik yang laki-laki maupun yang wanita. Pastinya penampilan mereka akan terkesan mewah dan jauh berbeda jika dibandingkan dengan dirinya."Ah, siapa yang bilang kamu jelek, Mama cantik kok. Kamu jangan bicara begitu, Ma, coba
"Ma, papa pulang pagi lagi, ya, memangnya papa dari mana?" tanya Syifa pada ibunya."Biasa, Nak, papa habis main sama teman-temannya, sekalian nunggu yang pada langsung pulang naik pesawat katanya. Ya sudah kamu sarapan dulu sana, Mama ambilkan, ya?" Firda tak mau Syifa membahas masalah ayahnya lagi. Putrinya itu terkadang lebih cerewet dari dirinya jika menanyakan soal papanya."Iya, Ma, tapi Syifa ingin disuapin mama saja. Memangnya Mama sudah masak, ya?" tanya Syifa lagi."Kan kemarin Mama masaknya sore jadi sayur dan lauk kemarin masih ada, sayang kalau dibuang. Kalau sudah habis baru Mama nanti masak lagi," jawab Firda.Begitulah, Firda lebih suka memasak di sore hari biar pagi harinya tidak repot karena melayani suami yang akan berangkat kerja dan juga Syifa yang pergi ke sekolah. Apalagi jika hari Minggu, akan membuat Firda lebih santai dan bisa melanjutkan membaca novel di aplikasi kesayangannya setelah selesai membersihkan rumah. Seperti sekarang ini, menyuapi Syifa di depa
Karena takdir itu tak seindah rencana.Itulah mengapa di balik setiap do'a selalu ada kata "semoga".... ***Sekali lagi ... kenyataan yang dihadapi tak sesuai ekspetasi. Harapan berjualan skincare pun tak berjalan dengan lancar. Kembali Firda berpikir, kenapa tak seperti yang dia baca di novel yang selalu menceritakan kesuksesan seorang istri yang berjualan online. Sementara Firda, tiga bulan ini menjalaninya tak juga ada hasilnya. Jika laku pun hanya beberapa dan itu pun untungnya hanya bisa dibuat untuk membeli kuota mingguan saja.Apalagi kalau ada yang bertanya, yang jualan pakai nggak? Kalau pakai, kenapa wajahnya nggak berubah? Masih saja sama seperti sebelumnya. Terus terang saja Firda jawab apa adanya, dia memang belum memakai produk yang dijualnya karena uangnya belum ada. Tujuan menjual juga dia sampaikan kalau sudah punya uang baru akan membelinya. Miris sekali rasanya, dan Firda pun mulai putus asa.Ingin rasanya Firda membantu suaminya menambah penghasilan walaupun ha
"Bagaimana ini, kok kita belum dapat kabar lagi, ya? Mana paspor kita dibawa. Aku telepon juga nggak pernah diangkat, malah sekarang nggak aktif," kata Harun pada Rayan."Iya nih, aku jadi khawatir. Aku takut yang dipikirkan Firda benar, kita berdua tertipu. Tapi kenapa paspor kita juga dibawa, kalau niatnya menipu buat apa coba dia repot-repot mengurus paspor kita dan juga visanya," ucap Rayan yang sebenarnya hanya meyakinkan dirinya sendiri.Rayan benar-benar takut jika dirinya kena tipu lagi. Uang darimana untuk membayar semua hutangnya. Bayar pinjaman di bank, di koperasi, apalagi sekarang dirinya sudah tak bekerja lagi."Begini, besok kita datangi saja pondok pesantrennya. Semoga orangnya lagi di sana dan kita bisa bertemu untuk memastikan kapan keberangkatan kita," saran Harun yang mau tak mau dia sedikit tidak enak dengan Rayan karena gara-gara dirinya, Rayan jadi ikut-ikutan mendaftarkan diri jadi TKI di Australia. Apalagi Rayan sudah keluar kerja, Harun semakin merasa bersala
Berjuanglah meski terkadang raga lelah.Berdo'a dan pasrahlah pada Sang Pemilik Ijabah.Hingga tersingkirkan segala macam masalah.***"Ma, aku menyerah. Memang lebih baik kita jual saja rumah ini. Semoga masih ada sisa dan cukup untuk beli rumah lagi. Aku juga ingin tenang. Semoga aku juga bisa segera mendapatkan pekerjaan kembali. Malu aku sama teman-teman, aku sudah terlanjur cerita pada mereka akan bekerja di Australia. Pusing sekali aku, Ma," ucap Rayan pada Firda dengan wajah yang kusut karena banyak pikiran.Rayan akhirnya mau tak mau menyetujui keinginan Firda untuk menjual rumahnya agar bisa melunasi semua hutangnya yang ada di bank dan koperasi. Meskipun rasanya berat sekali, tapi mau bagaimana lagi karena ini adalah jalan satu-satunya."Alhamdulillah, akhirnya Papa mau menjual rumah ini. Ya, sudah, minta tolong saja sama teman Papa yang kerja di bagian pemasaran perumahan itu, biar sekalian dipasarkan rumah kita. Nanti aku juga akan bilang ke ibu-ibu barangkali ada yang min
Malam harinya mereka semua bermusyawarah membicarakan harga rumah serta biaya-biaya notaris dan tak lupa kesepakatan mengenai pajak-pajak yang harus ditanggung oleh keduanya. Rayan menyampaikan juga bahwa semuanya akan diurus oleh Ali. Beny pun setuju karena dia juga mengenal Ali dengan baik karena mereka semua memang tinggal di perumahan yang sama. Rayan pun meminta uang muka pada Beny untuk melunasi hutangnya di bank agar bisa segera mengambil sertifikat rumahnya. Kesepakatan pun akhirnya tercapai sudah.Firda dan Rayan kemudian mencari info rumah yang dijual untuk persiapan tempat tinggal mereka. Setelah hampir tiga bulan lamanya mencari ke sana ke mari akhirnya mereka pun mendapatkannya. Rumah kecil di sebuah perumahan yang letaknya di pinggir kota. Bersyukur mereka masih mendapatkan sisa uang untuk membeli rumah dengan cara tunai. Firda sudah lelah dan tak mau berhutang lagi. Rayan pun menyetujui. Syifa terpaksa pindah sekolah karena tak mungkin bersekolah di tempat sebelumnya