Hati ....
Tetaplah berprasangka baik pada apupun yang terjadi, pada siapapun yang datang dan pergi. Jangan menyimpan dendam dan marah pada keadaan. Percayalah, bahwa setiap ujian yang datang, hadir untuk menguatkan. *** "Pa, ada tagihan dari kartu kredit lima juta. Bulan kemarin tagihan sudah menipis lho, sudah mau lunas hutang kita. Setiap bulan aku berusaha rutin membayar. Aku ingin hutang kita cepat lunas. Belum kredit rumah ini, sudah dua bulan ini belum terbayar." "Dua bulan kemarin Papa hanya menerima gaji pokok saja karena kecelakaan. Jadi aku memang sengaja membayar lebih tagihan kartu kreditnya, bayar rumahnya masih belum bisa, Pa.Tapi ini, kenapa Papa ambil uang dari kartu kredit tanpa sepengetahuanku? Buat apa, Pa?" tanya Firda pada Rayan, setelah mereka selesai makan malam. Tadi siang Firda mendapatkan surat tagihan dari bank, satu tagihan kartu kredit dan yang satu lagi tagihan KPR rumah yang mereka tempati sekarang. Dari awal Firda kurang setuju dengan kartu kredit itu. Akan tetapi, Rayan tetap memaksa dan beralasan tidak akan memakainya jika tidak ada perlu. Kenyataannya kartu itu pun selalu terpakai dan Firda berusaha rutin membayar angsurannya. Sudah satu tahun ini Rayan mulai berubah, dari penampilan dan juga tingkah lakunya. Dulu Rayan adalah orang yang sederhana dan tidak suka bergaya. Akhir-akhir ini, Rayan yang sekarang bukan lagi Rayan yang dulu. Teringat saat baru pertama kali bertemu, Rayan adalah sosok yang sangat sayang kepada ibunya dan juga rajin ibadah. Firda pun berpikir, jika seorang anak laki-laki yang sayang pada ibunya, pasti dia akan menyayangi istrinya. Ternyata kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasi. Setelah menikah ternyata tak seperti yang diharapkan Firda. Apalagi akhir-akhir ini, Rayan mudah sekali terpancing emosinya, ibadah pun tak pernah lagi dijalankan. Firda sebagai istri sudah sering mengingatkan. Namun, ujung-ujungnya yang dia terima hanya amarah dan bentakan. Dulu Rayan sangat pencemburu dengan Firda, sekarang dia pergi ke manapun di jam berapa pun, Rayan tak pernah bertanya dan tak pernah peduli lagi. "Temanku ada yang pinjam uang, kasihan dia. Katanya untuk membayar sekolah anaknya. Karena aku tahu kamu juga nggak punya tabungan, aku langsung ambil saja tadi di ATM pakai kartu kredit," jawab Rayan tanpa merasa bersalah. "Siapa yang pinjam? Bukannya kemarin teman Papa yang bernama Candra juga pinjam uang buat membayar sekolah anaknya? Kan sudah Papa kasih dari uang gajian. Lalu ini teman yang mana lagi?" tanya Firda penasaran. "Ehmm ... anu ... itu yang pinjam Mbak Maya ... ehmm ... yang waktu itu pernah ke rumah, Ma. Kasihan katanya sudah pinjam ke saudara dan tetangganya tapi belum dapat juga." Akhirnya terpaksa Rayan berterus terang. "Papa ada hubungan apa dengan Mbak Maya? Papa pacaran sama dia? Papa selingkuh, ya?" tanya Firda yang mulai tak sabar lagi. "Jangan ngawur kamu!! Dia sudah punya suami, dia juga guru mengaji, kamu tahu, kan?" bentak Rayan. "Aku nggak ngawur, aku bicara sesuai logika saja. Aku tahu Papa sudah sering bertemu dengannya. Aku tahu Papa sering telpon-telponan dengannya. Aku juga tahu Papa sering memberinya uang jika dia minta, bahkan aku juga tahu kalau Papa pernah tidur dengannya. Bicara yang jujur, Pa!! Sudah berapa kali tidur dengannya? Sudah berapa kali, Pa?" Firda menjeda ucapannya. Dadanya naik turun menahan emosi. "Aku sudah menahan hati ini selama dua bulan. Aku sudah acukup bersabar karena aku berharap kecelakaan itu membuat kamu sadar. Ternyata Papa semakin dibiarkan semakin tak karuan. Kalau kamu tidak mengaku, tolong buka password ponselmu, buka!!!" seru Firda dengan wajah yang sudah penuh air mata. Karena Rayan diam saja, Firda akhirnya merebut ponsel yang ada di genggaman suaminya. Namun, Rayan kembali merebutnya. Akhirnya mereka pun saling memperebutkan ponsel dan benda itu pun terlempar ke tembok dengan kerasnya sebelum jatuh berserakan dan akhirnya tak terselamatkan. Firda menangis dengan hati yang benar-benar tak karuan, bahkan kali ini Syifa putrinya pun ikut menangis dengan kencang. Rayan hanya diam menatap pemandangan di depannya. Kalau sudah seperti ini, Rayan tak berani lagi emosi. Rayan sangat mencintai istrinya namun setan sering kali mengalahkan imannya. "Aku sudah tahu sejak lama, kenapa kamu tega? Kalau kamu ingin menikah lagi, silakan. Aku sudah pernah bilang, kan? Jika dia janda, saat ini juga aku akan menyuruhmu menikahinya. Tapi ini apa, Pa? Kamu bahkan berselingkuh dengan istri orang. Pesan kalian di ponselmu itu sangat menjijikkan. Kalau memang kamu sudah tak sayang aku lagi, aku rela dan ikhlas pergi dari rumah ini. Kalau dia janda, aku rela. Tapi ini ... astaghfirullah ...." Bruuukk!!Tiba-tiba Firda pingsan tak sadarkan diri. Rayan pun membawa tubuh Firda ke tempat tidur dan membaringkannya. Rayan menangis melihat istrinya. Apalagi Syifa semakin kencang tangisnya. Sambil berusaha menyadarkan Firda dan menenangkan buah hatinya, Rayan mengucapkan kata maaf tanpa henti. Rayan sadar, dia tak mau ditinggal sang istri.Firda pingsan, karena dia sudah tak kuat lagi berbulan-bulan menahan amarah dan sakit hati. Kepercayaan pada Rayan hilang sudah. Firda kecewa karena suami yang disangka setia ternyata akhirnya selingkuh juga.Setelah siuman, Firda melirik Rayan di sampingnya dengan Syifa yang sudah terlelap dalam gendongannya. Melihat Firda yang sudah sadar dari pingsannya, Rayan membaringkan Syifa dengan hati-hati di kamar sebelah. Jangan sampai Syifa bangun karena pertengkaran orangtuanya."Maafkan aku, maafkan aku, jangan pergi, Ma. Aku sayang Mama, aku nggak mau kamu pergi. Kalau kamu jijik sama aku, biar aku saja yang pergi," ucap Rayan sambil menciumi tangan istrin
Pernikahan adalah perjuangan.Berhasil mempertahankan waktu demi waktu umur pernikahan merupakan sebuah karunia sekaligus prestasi bagi kedua mempelai.***Beberapa hari ini suasana rumah tangga Firda sudah kembali tenang dan terlihat bahagia. Firda pun berusaha legowo memaafkan suaminya. Rayan pun demikian, berusaha mengambil hati Firda kembali. Setelah pulang kerja, mandi dan makan malam, Rayan tak pernah lagi keluyuran atau pun begadang dengan teman-temannya. Berusaha bangun pagi sendiri dan tidak terlambat lagi ke tempat kerja. Meskipun Firda masih belum mau disentuhnya, Rayan tak berani memaksa. Rayan sangat mengerti jika istrinya masih butuh waktu. Bagi Rayan, dimaafkan kesalahannya kali ini saja sudah sangat bahagia.Firda pun merasa cukup senang karena Rayan kembali seperti dulu lagi, sebelum mengenal teman-temannya yang sekarang. Firda dan Rayan menempati rumah mereka di perumahan ini sudah hampir lima tahun. Dulu mereka menempati rumahnya saat perumahan masih baru saja se
Firda hanya menarik napas panjang. Rasa sakit kembali memenuhi dada tapi dia hanya diam, mendengarkan sahabatnya yang ternyata curiga dengan suaminya."Seperti orang pacaran saja mereka. Rasanya tak pantas meskipun kelihatannya bercanda. Tapi aku menilainya kok beda ... menurut aku nggak pantas saja. Aku tahu Fir, kamu nggak pernah suudzon sama suamimu. Tapi apa salahnya kalau waspada. Hanya berniat berjaga-jaga saja Fir, biar rumah tangga kita selamat dari gangguan orang ketiga. Aku juga lihat Mas Rayan penampilannya berbeda, sekarang gaul banget sepertinya. Nggak seperti dulu, sederhana, cuek sama penampilan. Lihat sekarang, penampilan dan gayanya kayak anak remaja. Sementara kamu, aku yakin pasti dari dulu sampai sekarang sama saja." Rani menjelaskan secara panjang lebar alasan dia menelepon Firda saat ini. Menggoda Firda dengan sedikit bercanda mengenai Rayan dan juga dirinya. Tanpa Rani ketahui bahwa hal itu mengingatkan Firda pada masalah beberapa hari yang lalu, yang berusaha
Seiring waktu ....Kedewasaan kita kian terbentuk dari reaksi kita terhadap kekecewaan-kekecewaan yang datangnya tidak bisa kita perkirakan.Luka itu mendewasakan.***"Apa? Kok sudah surat peringatan ke tiga. Kapan yang pertama dan yang keduanya? Kesalahan apa yang sudah Papa lakukan?" tanya Firda yang sangat terkejut mendengarnya.Bagaimana mungkin tiba-tiba suaminya mendapatkan surat peringatan ke tiga, sementara dia tak pernah mendengar suaminya mendapat surat peringatan yang pertama atau pun yang ke dua.Dengan perasaan takut, malu dan kepala yang masih menunduk, Rayan menjawab pertanyaan Firda dengan sedikit gelisah."Eemm ... anu ... emm ... maaf, Ma ... maafkan aku, surat peringatan yang pertama dan yang ke dua sudah beberapa bulan yang lalu. Hanya saja aku tak memberitahumu. Aku sering tidak masuk tanpa izin, aku juga sering terlambat masuk kerja. Hari ini aku disuruh memilih, jika tak ingin dikeluarkan dari perusahaan aku bisa tetap bekerja dengan syarat menjadi karyawan bia
Firda sangat tahu bagaimana sifat suaminya itu. Rayan bukan orang yang mau bersabar jika ada yang menegurnya, meskipun itu atasannya. Firda yakin, sebentar lagi Rayan pasti akan mengundurkan diri dari perusahaannya. "Hemm ... aku berhenti kerja saja, ya, aku sudah nggak nyaman lagi di sana. Apalagi kalau nanti jadi karyawan biasa, aku malu, belum lagi gajinya pasti hanya cukup buat makan saja sementara kebutuhan kita banyak sekali, Ma." Tepat sekali ... dugaan Firda tak salah lagi. Menghela napas panjang, Firda berusaha menenangkan diri. Urusan yang satu masih belum benar-benar terlupakan, ditambah lagi sekarang masalah yang baru lagi. Firda berpikir dan mencoba berbicara kepada suaminya agar mau menyingkirkan egonya dan bekerja kembali. "Setidaknya Papa masih menerima gaji meskipun hanya cukup untuk makan. Kalau kamu resind, lalu kita dapat uang darimana untuk memenuhi kebutuhan hidup tiap harinya?" "Temanku yang dari Kalimantan kemarin memberi tawaran pekerjaan, katanya ada low
"Alhamdulillah, aku sudah dapat pinjaman dari temanku, tapi hanya bisa buat bayar KPR dua bulan saja. Untuk sementara itu dulu saja, yang penting bulan depan tidak disita rumah kita," ucap Rayan sambil melepaskan baju kerjanya.Firda mengangguk saja, sambil berlalu membawa baju kotor ke belakang dan menyiapkan makan malam untuk suaminya. Setelah mandi dan makan malam, Rayan duduk di depan televisi sambil bersenda gurau dengan putrinya. Terkadang moment seperti itulah yang membuat Firda berat untuk meninggalkan suaminya. Rayan sangat menyayangi putrinya dan Syifa pun terlihat sangat bahagia jika sedang bersama papanya.Setelah Syifa terlelap, Rayan mengajak berbincang-bincang istrinya. Dilihatnya Firda yang belum mengantuk sedang melipat pakaian yang baru diangkatnya dari jemuran."Ma, aku mau ganti nomor ponsel saja, ya. Rasanya kok nggak nyaman sekali sekarang.""Kenapa, Pa, ada masalah lagi, kah? Bukannya nomor pacar-pacar online Papa sudah diblokir semua. Apa masih ada yang menele
Berumah tangga itu ibarat ngopi.Kadangkala ada pihak ke tiga yang mencampuri.Otomatis menambah gurih, tapi bisa pula sebaliknya.Taruhlah seperti krimer atau susu.Jika kebanyakan, maka berpotensi mengurangi kenikmatan.Krimer itu bisa berwujud ipar-ipar atau saudara.Sementara susu itu anggap saja mertua.Campuran lain yang mematikan adalah sianida.Kalau yang ini sudah pasti kenangan masa lalu sebelum menikah.Bisa juga orang baru yang akhirnya jadi yang ketiga.Maka buanglah jauh-jauh.Pastikan gelasnya bersih sebelum menuang kopi yang baru.***Memandang wajah di depan cermin, Firda merasa rendah diri dengan keadaan dirinya. Wajahnya terlihat tua dari usianya. Tak pernah sekali pun selama ini Firda memperhatikannya. Namun Firda pun sadar, uang dari mana untuk berhias diri. Jangankan untuk perawatan, bisa makan tiap hari dan membeli susu putrinya saja sudah alhamdulillah. Pantas saja Rayan sempat berpaling darinya.Firda sadar karena mereka yang di luar sana terutama yang ada di
Sebulan berlalu, Rayan ternyata tetap melanjutkan keinginannya untuk resign dari tempat kerjanya. Firda hanya pasrah dan tak mau memaksakan kehendaknya pada Rayan agar tetap bertahan. Firda tak mau Rayan menjalani pekerjaan dengan terpaksa. Daripada membuat suaminya melampiaskan emosinya setiap pulang kerja karena rasa yang tak nyaman lagi di sana. Rayan pun sempat bercerita, beberapa kali ada perempuan yang menghubunginya melalui telepon kantornya. Karena sekarang dia tak lagi memakai nomor ponsel yang lama, sehingga mantan pacar-pacarnya mungkin mencari Rayan melalui telepon kantor di mana dia bekerja. Rayan memang selalu berterus terang pada mereka soal pekerjaannya. Firda sendiri heran, kenapa mereka nekat mencari Rayan sampai begitu, bahkan Firda pun selama menjadi istrinya tak pernah tahu berapa nomor telepon kantor suaminya. "Tolong, bicara pada mereka terus terang, urus urusanmu yang satu itu sampai tuntas tanpa meninggalkan bekas. Salah sendiri Papa memberi harapan, sepe