Share

Bab 6

Valeria berjalan-jalan di lorong rumah sakit. Ada perasaan lega setelah melakukan sesi konseling dengan Grace.

Langkah kaki Valeria kini sampai di halaman rumah sakit. Rumput hijau dan juga udara yang segar membawa ketenangan tersendiri untuk Valeria.

Sebuah bola tiba-tiba menggelinding sampai di kaki Valeria. Perempuan itu segera mengambilnya, lalu datang bocah berumur 3 tahun menghampirinya.

"Aunty, itu bolaku," ucapnya.

Dengan senyuman kecilnya, Valeria memberikan bola itu kepadanya.

"William! Ah, maafkan anak saya Nyonya. Dia sangat aktif dan nakal sekali," kata seorang wanita muda yang baru saja menghampiri mereka. Dia mengenakan baju pasien dan menggendong bayi di pelukannya. "William, minta maaf ke Aunty," bisiknya.

Valeria tak mempermasalahkan itu, lagipula dia tidak melukai Valeria. Justru kini tatapan mata Valeria menatap nanar bayi yang ada di gendongan sang wanita itu.

Hati Valeria terasa teriris. Dia sangat merindukan Nolen-putranya.  Andai jika Nolen masih ada, Valeria tidak akan seburuk ini.

"Nolen ...," gumam Valeria.

"Ya? Ah, saya minta maaf Nyonya. Ayo William, kita pergi." Wanita itu melangkah menjauh karena merasa Valeria sangat aneh.

Mata Valeria semakin nanar menatap punggung mereka. Tangannya menggapai udara seolah meraih sesuatu yang tak pernah terlihat.

Air mata Valeria meluruh membasahi pipinya. Isak tangisnya tak terdengar lagi.

Rasa rindu yang menyakitkan mulai menggerogoti Valeria. Membuat dunianya kembali gelap.

Dia merasakan napasnya menjadi sesak, matanya mulai berkunang-kunang. Tubuhnya juga gemetar tanpa bisa dicegah.

Rasa sakit menusuk dada Valeria, membuatnya tak sengaja menarik baju seseorang yang baru saja menyenggol bahu Valeria pelan. Valeria melorot ke bawah sambil memegangi dadanya.

"Sakit sekali," gumam Valeria dengan air mata membasahi pipinya sambil meremas lengan orang tersebut.

"Tuan Salvatore," ujar sang ajudan dengan cepat. Dia hendak menyingkirkan Valeria yang dirasa kurang ajar.

Pria berjas itu mengangkat tangannya memberikan isyarat. Membuat sang ajudan menghentikan langkahnya.

Valeria tenggelam dengan rasa sakit dan sesak napas yang menyiksanya. Membuat Valeria tak tahu lagi apa yang sedang dia lakukan.

"Ukh! Tolong aku," gumam Valeria.

Remasan kuat tangan Valeria di lengan pria itu seolah membuktikan jika Valeria benar-benar tersiksa.

Sang ajudan yang berada di belakang tubuh pria tersebut mulai khawatir. Bukan mengkhawatirkan Valeria, melainkan khawatir jika sang majikannya akan marah dengan kejadian ini.

Kepala Valeria berdenging membuatnya tuli. Pandangan matanya semakin buram.

Hanya rasa hangat dari genggaman tangan seseorang yang bisa Valeria rasakan. Tepukan pelan di punggung Valeria juga terasa sangat nyaman.

"Tenangkan dirimu, lalu tarik napas pelan."

Suara berat sekaligus menyejukkan di telinga Valeria itu mulai berbisik lirih di sampingnya.

Valeria seolah terhipnotis dan menjadi sedikit tenang meskipun kini dia terlihat berantakan.

"Bagus, tarik napas pelan-pelan. Semuanya akan baik-baik saja"

Perlahan oksigen mulai memenuhi paru-paru Valeria. Namun, justru kepalanya terasa amat berat.

Valeria mendongak, ingin menatap siapa sebenarnya pria yang berlutut di hadapannya.

Pandangan Valeria sangat kabur solah ada kabut asap yang menyelimutinya. Hanya ada bayangan pria dengan rahang tegas, bibir tipis, sedang menatapnya.

Sampai kegelapan menelan Valeria. Dia benar-benar tak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu.

Valeria jatuh pingsan, tapi pria tersebut dengan segera memegangi kepala Valeria agar tidak terjatuh ke atas rumput.

"Criss!"

Sang ajudan segera datang di sampingnya.

"Ya, Tuan?"

"Panggil perawat," perintahnya.

"Baik."

Langkah kakinya segera pergi, tak mau menunggu lebih lama lagi.

Pria itu memandangi wajah Valeria yang terlihat tembam di matanya.

"Aku seperti pernah melihatmu, tapi ..., dimana?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status