Share

Bab 5

"TIDAK! JANGAN!" 

Valeria berteriak dengan peluh membasahi dahinya. Tubuhnya seketika terduduk di atas kasur empuk yang sudah beberapa minggu ini menampung air matanya.

Mata Valeria melihat ke sekeliling dan mendapati kamarnya masih sama. Helaan napas berat keluar dari mulutnya, dia hanya bermimpi. Mimpi yang sangat buruk. Rasa sesak di dada Valeria membuatnya menangis tersedu-sedu. Lagi-lagi rasa sakit hatinya masih menjalar sangat dalam di hati Valeria.

Tok! Tok!

Suara ketukan pintu diikuti perkataan seorang pelayan di depan kamarnya membuat Valeria menghapus air mata.

"Nona Valeria, Nyonya besar sudah menunggu di bawah."

Dengan suara parau, dia mencoba menyahut, "Setengah jam lagi aku akan turun." 

"Baik Nona."

Valeria turun dari ranjangnya, gegas dia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Meskipun tubuhnya terasa lemah dan tak berdaya, Valeria memaksakan untuk turun dari ranjang. 

Setelah pulang ke rumah, sudah hampir tiga minggu Valeria hanya merenung, mengurung diri bahkan terlihat sangat tidak menikmati hidupnya. 

Hari ini, Valeria sudah berjanji dengan Elena untuk pergi ke suatu tempat. Awalnya Valeria tak mau karena Elena berencana membawanya ke psikiater kenalan ibunya. Namun, motivasi balas dendam yang dilontarkan Elena membuat Valeria tersadar. 

"Kamu harus bangkit untuk membalaskan rasa sakitmu. Ini saatnya kamu menunjukkan siapa kamu sebenarnya."

Setengah jam berlalu, Valeria benar-benar keluar dari kamarnya. Dengan dua pelayan di belakangnya, Valeria keluar dari lift dan menghampiri Elena yang sudah duduk di meja makan. 

Senyum cerah wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu merekah saat melihat Valeria.

"Honey, ayo kita sarapan dulu," ujarnya.

Valeria menggeleng. "Aku tidak mau Mom, Mommy saja yang sarapan lalu kita segera berangkat."

Elena tak mau memaksa, dia tahu bagaimana beratnya hidup Valeria selama ini. Bahkan untuk makan saja Elena harus memaksanya selama beberapa minggu terakhir. "Setidaknya, minum dulu susu yang Mommy buatkan untukmu, Honey."

Valeria tak menolak, dia duduk di kursi lalu menenggak habis susu buatan Elena. Senyum cerah kembali terlukis di wajah Elena, dia langsung mengajak Valeria pergi karena dia sendiri memang sudah sarapan sebelum Valeria datang.

Di dalam mobil, Valeria hanya diam. Dia tahu ada yang salah dengan dirinya. Merasa lelah setiap saat dan seperti tidak bertenaga. Valeria ingin membantu dirinya sendiri, karena itu hari ini dia ikut Elena untuk mengunjungi psikiater.

"Ingat, Honey. Ini semua untukmu."

"Aku tau itu, Mom," balas Valeria dengan suara parau.

Tangan Elena menggenggam tangan Valeria untuk memberinya kekuatan. "Orang bisa lihat kamu baik-baik saja, Honey. Namun, Mommy tidak. Sakit di hatimu sama dengan sakit di tubuhmu setelah mengalami kecelakaan yang parah, jadi kita harus merawatnya. Mommy akan menemani kamu, Honey. Proses yang kamu lalui, Mommy akan selalu ada di sana bersamamu."

Valeria menatap mata Elena dengan berkaca-kaca. Air matanya kembali luruh. "Terima kasih, Mom." 

Valeria benar-benar sangat bersyukur, baik Elena dan juga seluruh keluarganya sangat mendukung Valeria dalam hal apapun.

Satu jam perjalanan, mereka sampai di sebuah rumah sakit. Valeria berjalan di samping Elena dengan beberapa bodyguard di belakang mereka. 

Kedatangan Valeria dan Elena menyita perhatian orang yang ada di sana. Mereka langsung masuk ke dalam ruangan di mana ada seorang dokter wanita paruh baya dengan rambut hampir memutih sepenuhnya.

Dokter itu tersenyum ramah dan mendatangi mereka. “Elena!”

"Grace," balas Elenan lalu mereka saling berpelukan.

"Aku sudah sangat berdebar membaca pesanmu sejak kemarin, sudah lama sekali kita tidak bertemu dan kamu justru malah memesan konsultasi? Ck, ck, ck, hidupmu penuh kejutan."

Elena tersenyum tipis. "Seperti yang sudah aku katakan, dia, Valeria."

Grace menatap Valeria dengan tatapan ramah, dia bahkan menepuk ringan bahu Valeria. "Aku sudah dengar semuanya. Aku juga tidak menyangka, dia akan dengan cepat bertumbuh, terakhir aku melihatnya, dia masih berumur 10 tahun."

"Dan kita masih muda saat itu," kelakar Elena lalu disambut tawa renyah mereka berdua.

"Ayo sayang, kita duduk terlebih dahulu." Grace mengajak Valeria ke sebuah sofa.

"Mommy akan tunggu di luar, Honey. Grace, jaga berlianku," ucapnya.

Dokter itu mengangguk meyakinkan. Usai Elena keluar, kini hanya tinggal Valeria dan juga Grace di dalam sana yang tengah duduk berhadapan di sofa.

Grace tersenyum lembut, mencoba menciptakan suasana yang nyaman. "Valeria, aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi. Bagaimana perasaanmu saat ini?"

Valeria terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian untuk menjawab. "Aku... aku merasa sangat lelah, Grace. Semua ini terasa begitu berat."

Grace mengangguk pengertian. "Itu sangat wajar, Valeria. Mengalami trauma seperti yang kamu alami tidak mudah. Kita di sini untuk membantumu melewati semua ini, langkah demi langkah. Apakah ada hal tertentu yang ingin kamu bicarakan terlebih dahulu?"

Valeria menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. "Aku terus-menerus bermimpi buruk tentang anakku. Rasa bersalah dan penyesalan ini selalu menghantui."

Grace meraih tangan Valeria dengan lembut. "Mimpi buruk bisa menjadi cerminan dari rasa takut dan trauma yang belum terselesaikan. Apakah kamu ingin menceritakan lebih lanjut tentang mimpi-mimpimu? Kita bisa mencari cara untuk mengatasinya bersama."

Valeria mulai bercerita, air mata mengalir di pipinya. "Dalam mimpiku, anakku selalu menuduhku meninggalkannya. Aku merasa tak berdaya dan takut. Dan Julian... dia selalu ada di sana, menertawakan aku."

Grace mendengarkan dengan penuh perhatian, memberi ruang bagi Valeria untuk mengekspresikan perasaannya. "Mimpi-mimpi ini mungkin mencerminkan perasaan terpendam yang kamu miliki. Merasa ditinggalkan, bersalah, dan ketidakberdayaan adalah emosi yang sangat berat. Namun, dengan berbicara tentangnya, kita bisa mulai memahami dan meredakan perasaan ini."

Valeria mengangguk, merasa sedikit lega bisa berbagi. "Aku ingin merasa lebih baik, tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana."

Grace tersenyum penuh pengertian. "Langkah pertama sudah kamu ambil dengan datang ke sini. Kita akan melangkah bersama, menemukan cara untuk menyembuhkan dan memperkuat dirimu. Kita bisa mulai dengan teknik relaksasi dan latihan untuk membantu mengatasi mimpi buruk. Bagaimana menurutmu?"

Valeria menghela napas panjang dan mencoba tersenyum. "Terima kasih, Grace. Aku siap untuk mencoba."

Grace meraih tangan Valeria sekali lagi, memberikan dukungan penuh. "Kamu tidak sendiri, Valeria. Kita akan melewati ini bersama."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status