"Jangan cerewet, Morgan. Pergi ke supermarket tidak akan membuatku terbunuh," kata Valeria.Mobil hitam miliknya kini terparkir sempurna di halaman supermarket."Harusnya kamu bilang kepadaku jika memerlukan sesuatu." Morgan terlihat mengomel dibalik telepon."Aku perlu pembalut, kamu mau beli?" Valeria tertawa membayangkan hal itu. Mana mungkin Morgan mau."Tentu saja, apapun itu aku bisa belikan untukmu."Valeria tersedak ludahnya sendiri saat mendengar jawaban Morgan. "Ah, sudahlah. Aku tidak mau bicara lagi sama kamu."Terdengar nada telepon terputus, tentunya Valeria yang melakukakan itu. Dia langsung turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam supermarket.Celana training hitam dengan kaos oversize warna putih membuat Valeria tak terlihat seperti orang kaya. Justru dia terlihat seperti remaja sekolah menengah yang baru saja selesai melakukan peregangan.Beberapa anak kecil memandangi Valeria dari kejauhan. Wanita itu tak peduli dengan sekitarnya dan fokus memilih barang-bara
Langkah kaki Valeria menghentak keras saat turun dari mobil. Dia membawa kantung belanjaannya dengan asal. Rasa kesal yang dia dapatkan karena ciuman tiba-tiba di supermarket tadi masih menguasainya. "Dasar orang gila! Berani sekali dia!"Valeria melemparkan kantung belanjaannya di atas sofa. Dia sendiri langsung merebahkan tubuhnya di sana."Harusnya aku benar-benar menendang bijinya! Menjengkelkan!"Kaki Valeria menendang-nendang di udara. Namun, tak bisa dipungkiri jika Valeria sedikit tersihir oleh wajah pria itu.Tatapan mata tajam yang menatap Valeria, dia masih mengingatnya dengan jelas. Bibir hangat yang mengecupnya, juga masih bisa Valeria rasakan saat ini.Jari lentik Valeria mengusap bibirnya sendiri. Betapa tubuhnya masih bisa merasakan deru napas pria tadi."Sialan! Aku tidak akan terpengaruh.""Terpengaruh apa?"Valeria terjingkit karena Morgan sudah berdiri tepat dihadapannya. Pria yang selalu berwajah serius itu sedang mengotak-atik kantung belanjaan Valeria."Hei! Ja
Sinar matahari pagi menyapu wajah Sofia yang duduk di tepi kolam. Napasnya terhembus kasar merasakan rasa frustasi yang ada di dadanya.Sejak berita tentangnya muncul di media, Sofia menjadi sangat malu. Seorang Sofia Ricci yang terkenal lemah lembut, ramah, sopan dan berwibawa, bisa-bisanya jatuh di sebuah pesta.Sofia melempar ponselnya ke samping saat baru saja membaca artikel dengan foto dirinya yang berantakan setelah jatuh waktu itu. Dalam foto itu, Sofia terlihat lusuh dan acak-acakan."Sial!" geramnya sambil mengusap wajah dengan kasar."Sofi, kamu tidak berangkat ke kantor?"Seketika wajah kesal Sofia berubah saat Isabella berjalan menghampirinya."Oh, Mom?""Kamu juga tidak datang ke meja makan untuk sarapan. Kamu baik-baik saja?" Tangan Isabella menyentuh kening anak gadisnya itu.Sofia mengambil tangan sang ibu lalu tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Mom.""Suhu tubuhmu sedikit meningkat, Mommy akan panggilkan dokter, ya?"Sofia menggeleng pelan. "Sungguh, Mom. Aku bena
Morgan mengulurkan tangannya membantu valeria turun dari mobil. Pria itu bisa melihat Valeria tidak nyaman dengan gaun yang kini dia gunakan.Malam ini adalah pertemuan bisnis yang sangat penting. Meskipun Valeria baru saja terjun ke dunia bisnis, tapi berkat nama Morreti dia bisa langsung diundang ke acara tersebut.Valeria juga harus siap jika nantinya dia mungkin akan bertemu dengan Julian. Pria itu tentunya pasti juga menghadiri acara seperti ini."Masih ada waktu setengah jam lagi sebelum acara dimulai. Jika mau, kau bisa mengganti pakaianmu," ucap Morgan tepat di samping Valeria sambil menggandeng tangannya."Aku rasa, aku masih tahan.Yang penting gak melorot saja." Valeria justru terkekeh pelan.Gaun yang dia kenakan memang tidaklah nyaman, tapi dia pasti akan lebih sering memakai baju seperti ini kedepannya. Jadi Valeria akan menyesuaikan diri.Acara diselenggarakan dengan sangat mewah. Morgan dan Valeria memasuki tempat itu dengan penuh percaya diri.Morgan mendekatkan wajahn
"Ahh!"Erangan keras terlontar dari mulut Julian. Dia baru saja melakukan pelepasan di dalam liang hangat seorang wanita yang ada di bawah kungkungan tubuhnya.Tetesan keringat Julian menandakan betapa puasnya malam ini. Segera dia mencabut benda miliknya di bawah sana."Thank you, Baby.""Lain kali, kamu akan tidur denganku lagi, kan?" kata wanita itu sambil mengigit bibirnya sendiri.Julian menyeringai, lalu tidur disampingnya. Pelukan hangat Julian langsung menyergap tubuh mulus wanita itu yang tanpa sehelai benangpun."Tentu saja, Baby. Kamu selalu membuatku puas."Wanita itu tersenyum sangat senang. Tidur dengan Julian Ricci adalah sebuah kehormatan besar untuknya.Begitulah Julian. Setelah pesta pertemuan bisnis selesai, dia akan tidur dengan wanita-wanita cantik untuk memuaskan nafsunya.Sebelum bersama dengan Valeria, sifat buruk Julian sudah ada sedari dia remaja. Hanya saja, karena dia anak dari keluarga kaya, kasusnya selalu ditutupi.Begitu juga kasus perselingkuhannya den
Sudah sejak dua jam yang lalu Salvatore duduk di jok belakang mobil sambil melihat ke arah cafe. Tepatnya, dia sedang memandangi Valeria yang duduk sendirian setelah bertemu dengan seorang wanita."Memangnya dia mau apa setelah ini?" gumam Salvatore.Dia sediri juga bingung melihat Valeria yang bahkan tak beranjak sedikitpun dari kursinya.Hembusan angin malam menerpa wajah cantik Valeria. Senyuman Salvatore mengembang saat rambut Valeria menjadi berantakan."Cantik," gumamnya. "Sama saat kita pertama kali bertemu."Tak lama, Salvatore melihat perubahan wajah Valeria yang berubah menjadi kesal dengan tiba-tiba. Jari-jari lentik itu meremas kuat gelas yang ada di tangannya.Apakah perubahan suasana hatinya secepat ini? Pikir Salvatore.Membuntuti Valeria menjadi kegiatan rutin Salvatore akhir-akhir ini. Entah apa yang dipikirkannya, tapi Salvatore benar-benar tertarik dengan Valeria. Dia juga sudah tahu semua latar belakang Valeria. Dia juga tahu jika Valeria pernah menikah dengan Juli
Beberapa menit mobil Salvatore berjalan, kini berhenti tepat di pinggir jalan.Valeria bisa melihat Filarete Tower yang sudah sangat sepi karena sudah tutup."Kenapa kita ke sini?" tanya Valeria yang langsung menoleh ke arah Salvatore.Salvatore hanya diam. Dia melepaskan sabuk pengamannya lalu menoleh ke arah Valeria.Mata biru dengan alis tebal itu lagi-lagi membuat Valeria terpesona. Entah kenapa Valeria bahkan tak merasa takut saat Salvatore mengajaknya ke tempat ini."Kamu tidak takut denganku? Orang lain akan menghindari tatapan mataku saat aku melihatnya seperti ini," kata Salvatore.Valeria mengedikkan bahu. "Kenapa aku harus takut?""Harusnya kamu takut. Bisa saja aku menculikmu setelah ini, atau mungkin menghabisimu.""Cih, jika pun begitu, kenapa tadi kamu menolongku?" kata Valeria sambil menyilangkan kedua tangannya di dada, lalu menatap ke depan di mana Filarete Tower berada. "Oh, satu hal lagi. Aku tidak akan berterima kasih. Aku tadi tidak butuh bantuanmu. Sama sekali."
Valeria nampak fokus di depan meja kerjanya. Sejak pertemuannya dengan Salvatore beberapa hari yang lalu, Valeria menjadi sangat sibuk. Karena dia juga harus mengurusi banyak proyek yang dia ambil alih dari Julian.Tok! Tok!"Masuk."Mona membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan melihat Valeria yang masih berkutat dengan layar laptopnya."Maaf Nyonya, gaun yang anda pesan sudah siap.""Lima belas menit lagi aku akan turun," ucap Valeria masih tak mengalihkan pandangannya."Baik, Nyonya."Mona langsung keluar dari sana. Satu bulan bekerja dengan Valeria membuatnya belajar satu hal, apapun yang Valeria ucapkan harus segera dilaksanakan.Mesin ketik Valeria kini behenti. Dia menutup laptopnya dan melepas kacamata yang dia gunakan.Tubuh ramping itu mendorong sandaran kursi agar berputar kebelalang. Dia menghela napas kasar saat melihat pemandangan kota Milan di depannya dari balik jendela kaca.Malam ini, dia berencana menghadiri undangan Rossalia untuk makan malam dengan para wanita-wan
Keesokan paginya, Milan gempar dengan berita yang menyebar seperti api di dunia maya. Nama Sofia mendadak menjadi topik utama di berbagai portal berita dan media sosial.Artikel-artikel dengan judul sensasional memenuhi layar ponsel semua orang: "Putri RC Group Bermuka Dua: Kisah di Balik Topeng Anggun Sofia", "Skandal RC Group: Foto-Foto Memalukan Sofia Tersebar!", dan "Sofia: Pemimpin Perusahaan atau Tiran Kejam?".Di dalam artikel tersebut, terdapat foto-foto Sofia yang memperlihatkan perilaku buruknya—momen dia sedang memukul seorang karyawan, wajahnya yang dipenuhi amarah, hingga foto-foto yang mengisyaratkan bahwa dia sering terlibat dengan pria bayaran di waktu luangnya. Skandal ini seperti badai yang menghancurkan reputasinya seketika.Di kantor pusat RC Group, Sofia terlihat panik luar biasa. Dia melempar dokumen ke lantai dengan kemarahan tak terkendali. “Siapa yang berani melakukan ini?! Siapa yang berani menyebarkan hal-hal kotor seperti ini tentangku?!” teriaknya sambil m
"Padahal aku ingin kau menginap di mansion," ucap Salvatore saat mobilnya sudah berhenti di depan pekarangan kediaman Morreti."Ya, tapi aku ingin pulang."Salvatore tak membiarkan Valeria melepaskan sabuk pengamannya sendiri. Setelah sabuk pengaman itu lepas, Salvatore mencuri satu ciuman di pipi Valeria."Selamat malam, Dolcezza."Valeria tersenyum dan mengangguk lalu keluar dari mobil Salvatore. Saat mobil Salvatore perlahan meninggalkan halaman rumahnya, Valeria berdiri di depan pintu, merasa kelelahan setelah hari yang begitu penuh emosi. Namun, saat dia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, matanya langsung bertemu dengan sosok Alessio yang duduk santai di ruang tamu, mengenakan jas kasual seolah dia pemilik rumah.Valeria langsung menghela napas berat sambil berjalan masuk. "Apa yang kamu lakukan di sini, Alessio? Sudah berapa kali aku bilang untuk tidak datang tanpa izin?" ucapnya dengan nada dingin.Alessio berdiri dengan senyuman mengejek di wajahnya. "Kenapa? Lagipula Pam
"Kau mengajakku ke sini lagi?" dengus Valeria kesal setelah keluar dari dalam mobil Salvatore. Dia memandang malas ke arah mansion mewah yang selalu saja disebut sebagai markas oleh Salvatore."Kenapa? Kau tidak suka? Kalau tidak suka, aku akan pergi mengambil barang-barang ku dan kembali ke rumah."Valeria berdecak kesal. "Tidak perlu, kau bilang masih banyak pekerjaan, bukan?""Ya, tapi aku tidak mau membuatmu merasa tidak nyaman." Salvatore melingkarkan tangannya di pinggang Valeria lalu mengecup pipinya."Sudahlah, asal tidak ada Amara, aku akan baik-baik saja.""Tenang saja, dia berada di tempat yang aman. Jadi tidak akan mengigitmu."Valeria sedikit tersenyum, agaknya gurauan Salvatore terdengar sangat kaku di telingannya. Mereka berjalan masuk ke dalam markas dengan santai."Dia memang anjing gila, jadi kau harus mengawasinya terus," balas Valeria.Salvatore hanya tertawa kecil, semakin lama semakin terlihat sisi kekanakan Valeria. Hari ini, jika bukan karena pekerjaan pentingn
Sofia duduk di kursi kantornya yang megah, tangannya menggenggam pena dengan erat hingga buku-bukunya memutih. Tatapannya tajam mengarah ke laporan keuangan yang tergeletak di meja.Proyek hotel di Salerno, yang awalnya dia pikir akan menjadi batu loncatan bagi RC Group, malah berubah menjadi mimpi buruk yang mencoreng nama besar keluarganya. Kesalahan Julian dalam mengelola dana proyek tidak hanya membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari klien, tetapi juga membuka celah bagi publik untuk mencemoohnya.Setiap pertemuan bisnis yang dia hadiri terasa seperti medan perang. Klien-klien yang dulu menyambutnya dengan hormat kini berbalik mencemoohnya. "Seharusnya kami memilih bekerja sama dengan Morreti Club," ujar salah satu klien terakhir dengan nada mengejek. "Valeria Morreti jauh lebih kompeten dan berkelas dibandingkan dirimu."Nama Valeria terus bergema di benak Sofia, membakar hatinya dengan rasa iri dan dendam yang tak tertahankan. Dia merasa tidak seharusnya dibanding-banding
"Saya akan urus beberapa berkasnya dulu, Nyonya," kata Mona."Ya, aku akan mencari toilet. Kalau sudah selesai tunggu saja di lobi.""Baik."Di lorong sempit di luar restoran tempat Valeria baru saja menyelesaikan pertemuan dengan klien, Julian berdiri dengan wajah penuh amarah. Dia menunggu Valeria keluar, dan begitu dia melihatnya, dia langsung mendekat dengan langkah cepat.Julian sudah beberapa hari ini memendam amarahnya yang menggebu-gebu karena Valeria. Hari ini melihat Valeria masuk ke restoran semakin membuatnya meradang."Valeria," panggil Julian dengan nada dingin, memotong jalan Valeria. "Kita perlu bicara."Valeria mengerutkan kening, merasa terganggu dengan keberadaan Julian yang tiba-tiba. "Apa yang mau kamu bicarakan, Julian? Aku sedang sibuk." Valeria hendak pergi tapi langsung dihadang lagi oleh Julian.Julian menatapnya tajam, ekspresi wajahnya dipenuhi kemarahan yang dia pendam. "Jangan berpura-pura tidak tahu! Semua yang terjadi padaku ..., semua kegagalan ini ...
Niat hati Salvatore mengajak Valeria ke markas untuk menunjukkan sisi dunianya yang lain dan juga ingin mengajaknya makan malam. Bahkan Salvatore sudah menyiapkan semuanya di mansion besar itu. Namun, karena Amara berada di sana, Salvatore yakin makan malamnya pasti tidak akan lancar. Dia memutuskan untuk membawa Valeria ke restoran.Di restoran bintang lima yang elegan, Valeria duduk berhadapan dengan Salvatore. Cahaya lilin di meja makan menciptakan suasana romantis, tapi suasana hati Valeria jauh dari itu. Dia sibuk mengoceh tentang Amara, melampiaskan semua kekesalan yang terpendam sejak tadi sore.“Dia itu benar-benar tidak tahu batas, Salvatore. Kenapa kamu membiarkan dia bersikap seperti itu? Menurutku, dia sengaja membuatku merasa tidak nyaman di depanmu,” Valeria berkata dengan nada kesal, sambil memainkan garpu di tangannya.Salvatore, yang sejak tadi mendengarkan dengan tenang, mencoba menenangkan Valeria. "Amara memang selalu manja sejak kecil, Dolcezza. Tapi dia tidak pun
"Semuanya sudah selesai Nyonya," kata Mona.Valeria melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. "Kerja bagus Mona. Sudah jam pulang, pergilah."Mona tersenyum lebar sambil mengangguk. "Baik, Nyonya." Perempuan itu melangkahkan kakinya hendak pergi tapi kembali berbalik ke meja kerja Valeria. "Oh ya, Nyonya. Beberapa menit yang lalu saya melihat mobil Tuan Salvatore masuk ke basement."Valeria hanya menatap kepergian punggung Mona. Tidak ada alasan, Mona hanya ingin memberitahu jika Salvatore ada di sini.Sejak kejadian kopi panas, Salvatore tidak pernah absen sedikitpun untuk mengantar atau menjemput Valeria. Meskipun dia sendiri sangat sibuk di luar sana.Tok! Tok!"Masuk!" Valeria langsung menoleh ke arah pintu."Hai Dolcezza." Salvatore masuk ke dalam dan menutup pintunya kembali."Cepat sekali sampai, apa semua urusanmu sudah selesai?"Salvatore meraih tengkuk Valeria dan mengecup bibirnya sekilas. "Belum, tapi aku bisa lanjutkan nanti. Aku sangat merindukanmu.""Omong ko
Mobil mewah Salvatore berhenti tepat di sebuah bangunan mewah apartemen. Setelah Amara turun dari mobilnya, Salvatore tak mengucapkan apa-apa dan melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh.Amara menggerutu kesal melihat tingkah Salvatore yang terlihat tak lagi menjaga perasaannya. "Salvatore menyebalkan!""Bukankah sudah aku bilang sebelumnya."Suara seseorang di belakang Amara mengejutkannya. Dia menoleh dan mendapati Alessio bersandar dibalik dinding pagar dengan santainya sambil menghisap putung rokok disela jari-jari panjangnya."Wanita itu sudah membuat Salvatore-mu sangat berubah," lanjut Alessio tanpa menoleh ke arah Amara.Gurat amarah di wajah Amara semakin terlihat. Dia benar-benar sangat emosi. Kedatangannya di Milan hanya ingin memastikan bahwa kabar Salvatore memiliki kekasih tidaklah benar. Namun, semuanya jelas sangat nyata, Salvatore menayukai Valeria."Aku pikir dia hanya bagian dari wanita-wanita kesenangan Salvatore, tapi tidak disangka jika dia benar-benar mengambi
Sore itu, Salvatore tiba di kantor Valeria dengan niat untuk menjemputnya setelah hari yang panjang. Namun, Amara memaksa ikut bersamanya. Meskipun Salvatore tidak menolaknya, dia merasa sedikit terganggu dengan kehadiran sepupunya, terutama karena Valeria belum sepenuhnya nyaman dengan Amara. Saat Salvatore dan Amara menunggu di depan gedung kantor, Alessio tiba-tiba muncul. Dia turun dari mobil, tampak santai namun penuh percaya diri, berjalan ke arah Valeria dengan senyum lebar di wajahnya. Alessio tidak pernah menyembunyikan rasa tertariknya pada Valeria, dan dia tidak ragu untuk menunjukkan perhatiannya di depan orang lain. Valeria yang baru saja keluar dari gedung kini memicingkan matanya melihat Alessio. Dia benar-benar muak dengan keadaan hari ini. Belum lagi dia harus siap mendengarkan omelan Elena saat sampai di rumah karena dia telah melanggar janji untuk pulang setelah makan siang. Melihat Alessio yang mendekati Valeria, Salvatore pun turun dari mobilnya. Dia juga mengha