"Kau dengar? CEO Morreti Club yang baru akan datang hari ini.""Ya, aku dengar itu. Aku juga dengar, anak dari keluarga Morreti yang akan menjadi CEO.""Bagaimana bisa? Bukankah keluarga Morreti sudah bangkrut selama beberapa tahun terakhir? Mereka sudah menjual saham mereka ke orang lain.""Aku dengar kabar, kalau mereka cuma pura-pura bangkrut. Jika tidak, perusahaan Morreti ini bukankah sudah lama berganti nama? Nyatanya tidak."Tak lama sebuah suara langkah kaki masuk ke dalam ruang rapat tersebut yang membuat mereka semua terdiam. Seorang wanita cantik, tinggi langsing dan tentunya sangat menawan membuat mereka terpana."Selamat siang semuanya," kata Valeria yang kini berdiri di depan mereka semua.Sebelas bulan lamanya sejak kematian sang buah hati, Valeria kini terlihat benar-benar sangat berbeda dari sebelumnya. Mereka mempertanyakan siapa wanita cantik itu sebenarnya.Karena selama ini berita tentang keluarga Morreti benar-benar bagai tenggelam didasar bumi. Tidak ada satupun
"Sayang, nanti jadi kan makan malam?"Margareta mengusap dada Julian yang sedang duduk di kursi kerjanya dengan menggoda."Boleh, kamu mau makan di restoran mana? Aku akan pesankan satu restoran untukmu malam ini," kata Julian mengambil tangan Margareta lalu mengecupnya.Tanpa perlu menunggu lama, Julian sudah membawa Margareta ke dalam pangkuannya. Tangannya menelusup ke balik rok pendek milik Margareta."Tapi, sebelum makan malam, bukankah kamu harus memberikan sesuatu kepadaku terlebih dahulu?" bisik Julian di telinga Margareta sambil menyeringai."Mau di sini?" tantangnya."Boleh saja, aku sudah tidak tahan melihatmu beberapa hari terakhir ini."Julian langsung menarik tengkuk Margareta dan mencium bibirnya. Lidah Julian langsung menerobos masuk ke dalam mulut Margareta dan disambut oleh perempuan itu.Keduanya saling bertukar saliva di atas kursi kerja Julian. Cumbuan mereka semakin panas, sampai Julian dengan sengaja mena
Gemerlap cahaya lampu malam ini terlihat sangat indah. Pesta penyambutan Valeria sebagai CEO digelar megah di hotel bintang lima milik Morreti Club.Tidak hanya itu, hampir semua pengusaha di seluruh Italia juga hadir malam ini. Berbagai orang-orang penting di kota juga datang untuk memberikan Valeria selamat."Sepertinya dia tidak datang?" bisik Anna di samping Valeria."Kita lihat saja, lagipula dia harus lihat diriku yang sekarang," balas Valeria.Wanita cantik itu kini tengah menikmati Wine di tangannya. Gaun panjang berwarna ungu tua dengan belahan dada rendah dan punggung terbuka membuatnya sangat menawan. Belum lagi rambut yang disanggul ke atas memperlihatkan leher jenjangnya yang mulus.Valeria ingin membuktikan kepada Julian jika dia telah membuat keputusan yang salah karena membuangnya. Mulai hari ini, Valeria pastikan akan membuat semua keluarga Ricci hancur di tangannya.Karena RC Group juga sangat berpengaruh, Valeria bersiasat untuk mengambil hati pebisnis lain agar bisa
Valeria menggerutu kesal sambil berjalan ke sisi lain dari pesta. Dia kesal melihat Julian yang memperlakukannya dengan seenaknya sendiri.Dia sendiri tak menyangka jika Julian akan lebih agresif dari biasanya."Siapa pria tadi? Jika aku membuat masalah dengannya, itu juga tidak akan baik," gumam Valeria.Dia mengingat pria yang baru saja diguyur minuman olehnya. Pria itu langsung pergi begitu saja sebelum Valeria meminta maaf. Hal itu membuat Valeria sendiri tak enak jadinya."Kak Val!"Teriakan itu membuat Valeria menoleh ke arah sumber suara. Hatinya menjadi bergemuruh dan darahnya mendidih saat melihat perempuan cantik yang ada di sana.Sofia, dia tengah tersenyum ke arah Valeria dan berjalan menghampirinya. Tangan Valeria menggenggam kuat. Rasa sakit di hatinya menjalar ke seluruh tubuh.Valeria masih ingat jelas senyuman manis itu selalu menyambutnya dimanapun dia berada. Hanya Sofia yang selalu tersenyum untuk Valeria di keluarga Ricci. Hanya Sofia-lah juga yang bisa Valeria per
Pintu rumah keluarga Morreti terbuka lebar. Valeria dan kedua orang tuanya masuk ke dalam rumah tersebut. Jam menunjukan hari sudah sangat larut, mereka baru saja pulang dari pesta."Ahaha, aku puas sekali melihat wajah malu mereka," kelakar Elena menggema di seluruh ruangan."Mom, jangan tertawa keras-keras." Lorenzo memegangi bahu istrinya."Kenapa? Lagipula ini rumah kita sendiri. Terserah aku mau teriak atau menangis sepuasnya. Ya kan, Honey?"Valeria menggelengkan kepala melihat tingkah ibunya. Namun, tak dipungkiri, jika mereka memang senang melihat rasa malu yang didapatkan keluarga Ricci."Apa rencanamu selanjutnya? Mereka tidak akan diam saja dengan apa yang terjadi hari ini," kata Lorenzo kepada sang putri semata wayangnya.Valeria menyeringai. "Aku tau, setelah ini aku akan gagalkan proyek mereka. Biar mereka secara terang-terangan merasakan seranganku. Aku juga tidak peduli jika mereka bergerak menyerang balik."Lorenzo mengangguk-angguk mengerti. "Apapun yang kau lakukan,
"Jangan cerewet, Morgan. Pergi ke supermarket tidak akan membuatku terbunuh," kata Valeria.Mobil hitam miliknya kini terparkir sempurna di halaman supermarket."Harusnya kamu bilang kepadaku jika memerlukan sesuatu." Morgan terlihat mengomel dibalik telepon."Aku perlu pembalut, kamu mau beli?" Valeria tertawa membayangkan hal itu. Mana mungkin Morgan mau."Tentu saja, apapun itu aku bisa belikan untukmu."Valeria tersedak ludahnya sendiri saat mendengar jawaban Morgan. "Ah, sudahlah. Aku tidak mau bicara lagi sama kamu."Terdengar nada telepon terputus, tentunya Valeria yang melakukakan itu. Dia langsung turun dari mobilnya dan berjalan masuk ke dalam supermarket.Celana training hitam dengan kaos oversize warna putih membuat Valeria tak terlihat seperti orang kaya. Justru dia terlihat seperti remaja sekolah menengah yang baru saja selesai melakukan peregangan.Beberapa anak kecil memandangi Valeria dari kejauhan. Wanita itu tak peduli dengan sekitarnya dan fokus memilih barang-bara
Langkah kaki Valeria menghentak keras saat turun dari mobil. Dia membawa kantung belanjaannya dengan asal. Rasa kesal yang dia dapatkan karena ciuman tiba-tiba di supermarket tadi masih menguasainya. "Dasar orang gila! Berani sekali dia!"Valeria melemparkan kantung belanjaannya di atas sofa. Dia sendiri langsung merebahkan tubuhnya di sana."Harusnya aku benar-benar menendang bijinya! Menjengkelkan!"Kaki Valeria menendang-nendang di udara. Namun, tak bisa dipungkiri jika Valeria sedikit tersihir oleh wajah pria itu.Tatapan mata tajam yang menatap Valeria, dia masih mengingatnya dengan jelas. Bibir hangat yang mengecupnya, juga masih bisa Valeria rasakan saat ini.Jari lentik Valeria mengusap bibirnya sendiri. Betapa tubuhnya masih bisa merasakan deru napas pria tadi."Sialan! Aku tidak akan terpengaruh.""Terpengaruh apa?"Valeria terjingkit karena Morgan sudah berdiri tepat dihadapannya. Pria yang selalu berwajah serius itu sedang mengotak-atik kantung belanjaan Valeria."Hei! Ja
Sinar matahari pagi menyapu wajah Sofia yang duduk di tepi kolam. Napasnya terhembus kasar merasakan rasa frustasi yang ada di dadanya.Sejak berita tentangnya muncul di media, Sofia menjadi sangat malu. Seorang Sofia Ricci yang terkenal lemah lembut, ramah, sopan dan berwibawa, bisa-bisanya jatuh di sebuah pesta.Sofia melempar ponselnya ke samping saat baru saja membaca artikel dengan foto dirinya yang berantakan setelah jatuh waktu itu. Dalam foto itu, Sofia terlihat lusuh dan acak-acakan."Sial!" geramnya sambil mengusap wajah dengan kasar."Sofi, kamu tidak berangkat ke kantor?"Seketika wajah kesal Sofia berubah saat Isabella berjalan menghampirinya."Oh, Mom?""Kamu juga tidak datang ke meja makan untuk sarapan. Kamu baik-baik saja?" Tangan Isabella menyentuh kening anak gadisnya itu.Sofia mengambil tangan sang ibu lalu tersenyum kecil. "Aku baik-baik saja, Mom.""Suhu tubuhmu sedikit meningkat, Mommy akan panggilkan dokter, ya?"Sofia menggeleng pelan. "Sungguh, Mom. Aku bena