Share

Bab 4

“Morgan, kenapa membawaku ke sini?”

Valeria bertanya-tanya kenapa Morgan membawanya ke rumah lama keluarga Morreti. Beberapa tahun yang lalu rumah itu sudah disita bank saat keluarga Morreti bangkrut.

Mobil hitam mewah itu memasuki halaman rumah yang sangat luas. Rumah megah bak istana itu juga terlihat masih sama dengan polesan batu marmer di setiap sudutnya.

 

"Silahkan, Valeria," kata pria 8 tahun lebih tua itu. Morgan membukakan pintu mobil untuk Valeria yang masih terlihat bingung. Morgan mengarahkan lengannya, "Tuan besar akan menjelaskan semuanya."

Valeria melingkarkan tangannya di lengan Morgan. Mereka berdua masuk kedalam rumah besar tersebut. Semuanya masih sama bagi Valeria, suasana rumah tersebut membawakan kenangan lama Valeria. Dulu di rumah itu Valeria menghabiskan masa kecil dan remajanya dengan menjadi anak nakal dan manja.

Morgan membawa Valeria ke sebuah ruangan yang dia tahu ruangan itu adalah tempat keluarga besarnya berkumpul. Saat pintu besar itu terbuka semua orang yang ada di sana langsung memandang ke arah Valeria.

"Vale," gumam wanita cantik paruh baya yang menatap Valeria dengan berkaca-kaca.

"Mommy ...." Valeria melepaskan tangan Morgan untuk menghampiri wanita itu.

Elena menghampiri Valeria dengan tergesa-gesa lalu keduanya saling berpelukan. "Vale, Mommy sangat merindukanmu," ucap Elena dengan berlinang air mata.

Valeria tak kuasa menahan isak tangisnya. Dia melimpahkan semua perasaan sakitnya yang sejak kemarin dia rasakan. 

Terlebih lagi, sudah setahun lamanya Valeria tidak melihat wajah sang ibu. Sejak memutuskan untuk menikah dengan Julian, Valeria sudah tidak pernah diizinkan untuk bertemu kembali dengan Elena.

Tangan keriput yang masih terlihat terawat itu mengusap bulir air mata Valeria. "Kamu apa kabar, Honey?"

Valeria hanya menggelengkan kepalanya. Semuanya tidak baik-baik saja, dia kehilangan anaknya dan Julian juga berselingkuh di belakangnya selama ini. Belum lagi keterkejutan ini, Valeria masih bingung kenapa semua keluarganya bisa ada di sana.

"Selamat datang kembali di rumah, Valeria," ucap pria paruh baya, paman Valeria, Roberto Morreti.

Valeria menoleh, Paman, Bibi dan kedua orang tuanya seperti sedang menunggu kedatangannya. 

Tak lama, Lorenzo Morreti, ayah Valeria menghampiri mereka berdua. Tatapan yang selalu tajam dan mematikan itu masih sama seperti dulu di saat Valeria terakhir kali melihatnya.

"Daddy ...," gumam Valeria dengan mata berkaca-kaca. 

Meskipun Lorenzo sangat keras kepada Valeria, tapi sejak dulu Valeria sangat manja kepadanya. Hanya dengan melihat mata Lorenzo saja Valeria sudah mau mengadu kepadanya.

Lorenzo hanya merentangkan kedua tangannya mempersilahkan Valeria masuk ke dalam pelukannya. 

Tanpa menunggu lama Valeria memeluk tubuh yang masih tegap itu. Valeria kembali menangis di pelukan Lorenzo, dia terisak-isak sampai kesulitan bernapas.

"Maafkan Vale, Dad. Vale sangat bodoh," gumamnya sambil tergugu.

"Kamu baru sadar jika kamu bodoh?" kata Lorenzo begitu saja tanpa perasaan membuat Elena menyenggol keras lengan Lorenzo.

Hal itu justru membuat Valeria tertawa. Dia sangat merindukan kedua orang tuanya.

Elena membawa Valeria duduk di sofa bersama yang lain. Tatapan bibinya sejak tadi tak pernah lepas dari Valeria. Dia bahkan menatap Valeria dari atas sampai ke bawah.

"Ck, ck, ck, lihatlah, Baby. Pria itu bahkan tak bisa mengurusmu dengan benar. Aku rasa aku mau membunuhnya," ucap Giulia.

Valeria tidak bisa membalas ucapan bibinya itu. Dia tahu benar memang banyak yang berubah sejak dia menikah dengan Julian, dan perubahan itu bukan ke arah yang bagus. 

Dia menjadi lebih jelek daripada saat dia masih lajang, kulitnya kusam dan kasar. Rambutnya juga tak terurus, apalagi sejak melahirkan, tubuhnya menjadi gendut. Hal itu lah yang membuat Julian berpaling, karena dia pikir Valeria sudah tak secantik dulu lagi saat pertama kali dia dapatkan. 

Bukan apa, Valeria sendiri juga hidup tak layak di keluarga Ricci membuatnya menjadi seperti ini. Ibu mertuanya melarang Valeria menggunakan uang Julian dengan seenaknya atau bahkan tak memperbolehkan Valeria membeli barang keperluannya sendiri.

Setelah berbincang beberapa saat, Valeria yang tadinya banyak diamnya kini mulai angkat bicara. "Mom, Dad, bukankah kita sudah lama bangkrut dan rumah ini disita? Kenapa ..., kita ada di sini sekarang?"

Mereka semua saling pandang dan berakhir menatap Lorenzo. Pria paruh baya yang duduk di sofa single itu berdehem sejenak. "Ehem, sebenarnya kita tidak pernah bangkrut Vale," kata Lorenzo.

"Apa?" gumam Valeria terkejut, "bagaimana bisa?"

Kemudian, bergantian, orang tua beserta paman dan bibinya menjelaskan apa yang terjadi selama ini.

Selama ini, mereka hanya ingin menguji Valeria. Sebagai satu-satunya pewaris Moretti, mereka menginginkan dia mendapatkan hal yang layak. Dan menurut orang tuanya, Julian bukanlah pria yang tepat untuk mendampingi Pewaris Moretti.

"Jadi semuanya hanya karangan kalian?" gerutu Valeria sambil menatap meja besar yang ada di hadapannya.

Elena mengusap tangan Valeria lalu menggenggamnya. "Honey, bukannya kami membuangmu tapi saat itu kamu terlihat sangat gigih dan Daddy-mu ...." Elena melirik suaminya sekilas. "Daddy sangat marah dan membiarkan kamu pergi. Namun, kamu tau Daddy tidak pernah mengabaikanmu bukan? Selama ini dia mengawasimu dari jauh," jelas Elena.

Valeria tertawa lirih. "Lalu, apa untungnya bagiku sekarang?"

Dia merasa semuanya sudah tak berguna lagi. Dia hancur sekarang; tubuhnya, mentalnya, bahkan dia kehilangan anaknya. 

Andai jika dulu Lorenzo dan yang lainnya memberitahu sejak awal, apa dia tidak akan menjadi seperti ini? Di dalam hati Valeria mulai menyalahkan semua orang dan keadaan yang dia lalui.

"Kalian membawaku ke sini karena tau hidupku sudah hancur? Miris sekali."

"Daddy membawamu pulang karena sudah saatnya kamu mengambil apa yang menjadi milikmu, Vale." Lorenzo menatapnya tajam. "Lagipula, mana mungkin aku biarkan seorang Morreti hidup di jalanan karena dibuang oleh orang-orang yang telah membuatmu sengsara?” Rahang Lorenzo mengetat kala mengatakan kalimat itu. “Kepergianmu dari keluarga Ricci sudah menjadi alasan yang cukup untuk Daddy membawamu kembali."

Dari sana, Valeria berpikir keras. Bukankah jika ingin membalas apa yang keluarga Ricci lakukan padanya, dia membutuhkan amunisi sebanyak-banyaknya?

Saat Valeria tengah menimbang, Lorenzo kembali bertanya dengan penuh wibawa, “Jadi, apa kamu siap menjadi Pewaris Moretti, Valeria?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status