Share

Bab 3

"Nolen!" teriak Valeria yang langsung terbangun.

Tatapan mata sayu itu menoleh ke sekeliling. Bau antiseptik menyengat hidungnya, kepalanya juga sangat pusing. Valeria sadar, dia tak seharusnya di sini. Dia harus menemui bayinya.

Dengan cepat Valeria mencabut infus yang menancap di tangannya, membuat bercak darah mengalir membasahi lantai. Valeria menyingkap selimut dan langsung turun dari ranjang rumah sakit.

Seperti orang yang hilang akal, Valeria pergi ke ruangan dimana dia meninggalkan Nolen di sana. 

Saat Valeria masuk ke dalam ruangan itu, Julian, kedua mertuanya–Giovani, Isabella dan juga Sofia, iparnya sudah berada di ruangan itu. Mereka menatap sebuah tubuh mungil yang membiru di atas ranjang.

"No-nolen," gumam Valeria saat melihat tubuh bayinya kaku.

Mereka semua langsung menoleh kearah Valeria. Julian tampak menatapnya tajam. Dengan penuh kemarahan Isabella menghampiri Valeria lalu menampar keras pipi Valeria.

"Kurang ajar! Kamu sudah membunuh cucuku!" teriak Isabella di depan wajah Valeria.

"Mom, udah Mom. Jangan seperti ini, ini rumah sakit." Sofia mencoba menenangkan Isabella yang terlihat sangat emosi dan hendak menghabisi Valeria.

"Kamu benar-benar kurang ajar," geram Isabella.

Giovani menghampiri mereka, tatapan matanya juga tak kalah tajam menatap Valeria yang menatap tubuh bayinya dengan tatapan mata kosong. Tanpa berkata apa-apa, Giovani mengisyaratkan Isabella dan Sofia untuk keluar dari ruangan.

Valeria langsung berlari ke arah ranjang di mana Nolen berada. "Nolen, sayang. Bangun," bisik Valeria dengan tangis tak terbendung.

Tubuh Valeria tersentak saat Julian menariknya. 

Dengan tatapan nyalang Julian memegang lengan Valeria dengan erat. "Ini caramu membalasku? Kamu gila? Kamu tahu, aku cuma butuh Nolen dan kamu malah membunuhnya?!"

Valeria hanya bisa menangis, dia hancur sehancur-hancurnya. Setelah pria di hadapannya tak lagi mencintainya dan justru membuangnya …  Nolen adalah buah hatinya, mana mungkin dia tega menghabisi nyawa anaknya sendiri. 

Julian menghempaskan tangan Valeria dengan keras. "Aku akan buat perhitungan denganmu. Mulai besok kita akan benar-benar bercerai. Kamu, bukan siapa-siapa lagi sekarang." Julian langsung meninggalkan ruangan itu.

Valeria terduduk di atas lantai. Dia tak sanggup membalas ucapan Julian dan juga keluarganya, Valeria bahkan tak sanggup menopang tubuhnya sendiri sekarang. Dia hanya menangis dan meratapi hidupnya dan juga Nolen.

Pemakaman dilakukan besok paginya dan tentunya hal itu dilakukan oleh keluarga Ricci. Semua orang yang datang ke pemakaman bahkan tak memandang sedikitpun ke arah Valeria. Mereka seolah tak menganggap Valeria ada di sana.

Dokter bilang jika Nolen kehilangan nyawanya karena sebuah alergi. Hal ini membuat Isabella dan yang lainnya menyalahkan Valeria karena tak becus menjaga anaknya.

"Nyonya Valeria?" Suara seorang pria membuat Valeria yang duduk di sisi makam anaknya jadi menoleh ke samping. "Saya Virgo, pengacara keluarga Ricci. Ini adalah berkas yang perlu anda tanda tangani," kata pria berjas hitam itu.

Valeria mengambil berkas itu dan membacanya. Dia tersenyum miris. Rupanya Julian benar-benar menceraikannya hari ini. Hati Valeria bahkan tersenyum getir saat melihat isi surat itu di mana mengatakan jika Valeria tak berhak sama sekali dengan harta keluarga Ricci ataupun Julian.

Tanpa berpikir panjang, Valeria menandatangani surat cerai itu. Harta, tak lagi penting untuk Valeria. Lagipula dia sejak awal tak membutuhkan harta keluarga Ricci. 

"Bilang ke Julian, aku tidak membutuhkan apapun, jadi tidak perlu memberikan uang untukku," kata Valeria dengan dingin ke pengacara itu.

 Valeria akan mengingat hari ini. Sakit dan air mata yang Valeria rasakan, akan dia ingat sampai kapanpun itu.

"Baik, saya akan menyampaikannya ke Tuan Julian." Pengacara itu pergi meninggalkan Valeria di tempatnya. 

Hari mulai petang, tetapi Valeria masih setia di samping makam Nolen. Dia bahkan tak beranjak dari sana. 

Tak lama, Isabella dan beberapa wanita lainnya mendekati Valeria.

"Bukankah Julian sudah menceraikan kamu? Kenapa kamu masih di sini? Pergi!" usir Isabella.

Dengan tatapan kosong yang masih menatap makam Nolen, Valeria berkata lirih, "Aku masih mau menemani anakku di sini."

Isabella bersungut-sungut. "Sekarang dia sudah berkumpul dengan leluhur keluarga Ricci, kamu bukan siapa-siapa lagi jadi pergi dari sini. Security!" Beberapa keamanan pun datang. "Seret dia pergi dari sini!"

Dua orang berbadan kekar langsung memegangi kedua lengan Valeria. Wanita itu memberontak saat hendak dibawa. 

Tatapan mata merah Valeria menatap tajam Isabella. "Kenapa kamu memperlakukan aku seperti ini?" ucap Valeria dengan suara menahan amarah. Dia benar-benar muak dengan keluarga ini.

Dengan sinis Isabella menatap balik Valeria. "Kenapa? Dari awal aku tidak pernah mengakuimu sebagai salah satu bagian dari kami. Masih tanya kenapa?" Isabella terkekeh di akhir kalimatnya.

Mata Valeria semakin menajam dengan guratan otot mata yang semakin memerah. "Aku akan selalu mengingat bagaimana kalian semua memperlakukanku selama ini. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah lupa!"

"Haha, memangnya kamu bisa apa?” Tidak takut, Isabella justru tertawa sinis. “Sana bawa dia pergi!"

Para Security itu menyeret paksa Valeria pergi dari makam keluarga Ricci tersebut. 

Amarah yang ada di dalam hati Valeria meluap, dia mengutuk satu keluarga itu di dalam hatinya. Hari-hari buruk yang dia lalui di keluarga Ricci akan dia ingat selama sisa hidupnya.

Valeria dilempar keluar dari tempat itu. Bahkan semua orang hanya menatapnya sinis seolah Valeria adalah sebuah kotoran. Sakit yang dia derita, tak akan pernah Valeria lupakan.

"Kalian lihat saja nanti."

Langkah kaki Valeria hendak pergi dari sana tapi terhenti karena dia dihadapkan dengan Julian yang sedang berjalan sambil menggandeng Margareta di sampingnya. Mereka berdua terlihat saling tersenyum satu sama lain, membuat Valeria merasa sakit lebih dalam.

Bisa-bisanya Julian membawa wanita itu ke pemakaman anaknya sendiri.

Tangan Valeria mengepal melihat mereka masuk ke dalam pemakaman tersebut. Tak mau berlama-lama di sana, Valeria melangkahkan kakinya untuk pergi dari tempat itu. 

Selang beberapa meter, Valeria melihat sebuah sepasang sepatu berhenti di hadapannya.

"Valeria."

Wanita itu langsung mendongak menatap seorang pria dengan kumis tipis berwajah tegas sedang berdiri di hadapannya. "Morgan?"

Ya, pria yang dulu selalu menjadi asistennya kini tepat di hadapan Valeria. 

Semenjak keluarganya bangkrut, Morgan tak lagi menemani Valeria dan wanita itu dibiarkan hidup mandiri di luar sana.

"Tuan besar menyuruhmu pulang, Valeria."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status