Angin malam menghembus dengan kencang. Antonio merapatkan jaket hitamnya. Pria itu sedang melakukan tugas dari Salvatore untuk mengawal pasukan dalam sebuah transakasi.Antonio menatap gudang tua di depan mereka, tempat yang disepakati untuk malam ini. Bau garam dari pelabuhan tercium tajam, dan udara dingin malam itu membuatnya merasa semakin tidak nyaman."Jangan lengah," katanya kepada anak buahnya, tangannya menggenggam erat senjata di balik jaketnya.Ketika truk besar memasuki area, lampu depannya menerangi pintu gudang yang terbuka. Seorang pria berbadan besar turun dari truk, diikuti oleh beberapa anak buahnya yang membawa peti kayu besar. Antonio memberi isyarat pada anak buahnya untuk mendekat."Kita lakukan ini cepat," kata pria itu, suaranya berat dan tajam.Antonio hanya mengangguk, membuka tas besar berisi uang tunai. Dia berjalan mendekat, kini berada tepat dihadapan pria itu. Antonio merasakan ada yang tidak beres dengannya saat pria itu menyeringai."Berikan uang itu t
Valeria terbangun dari tidurnya. Matanya langsung disuguhkan dengan pemandangan Salvatore yang sudah rapi dengan setetan jas berwarna hitam."Sudah bangun? Kenapa tidak membangunkan aku?" Valeria duduk di tepi ranjang."Ini masih sangat awal, kamu bisa kembali tidur. Aku ada beberapa urusan yang harus diselesaikan sebelum pergi ke lapangan.""Apa kamu terbiasa bangun pagi?""Hm," jawab Salvatore yang masih sibuk membenarkan dasinya.Valeria tak menyangka, dibalik wajah dingin, sikap yang tegas, dan semua kesuksesannya ini. Salvatore adalah orang yang sangat disiplin dan terstruktur."Harusnya, aku sarapan denganmu. Tapi aku tidak punya banyak waktu."Valeria berjalan mendekatinya. "Santai saja, aku akan sarapan dengan Mona dan Morgan."Tangan Salvatore berhenti bergerak. Dia langsung menoleh ke arah Valeria sambil menatapnya tajam. "Aku tidak suka dengan Morgan.""Pfft! Dia sudah aku anggap sebagai kakakku sendiri.""Itu kan kamu, bukan dia. Aku jelas tahu apa yang dia pikirkan tentan
Valeria pergi ke proyek bersama Mona dan Morgan. Tempat proyek itu berlangsung sangat tidak jauh dari hotel yang mereka tempati.Hari ini sinar matahari cukup terik di atas kepala mereka. Membuat peluh menetes dari dahi masing-masing. Mona terlihat kegerahan, sesekali mengibaskan tangannya untuk menyejukkan diri. Namun, Valeria dan Morgan tetap terlihat tenang bahkan sangat profesional."Rencana ini bisa dilaksanakan jika bengunan sudah selesai, Nyonya," kata pekerja proyek."Tentu saja, terimakasih atas kerja kerasnya hari ini. Kami akan sering-sering datang untuk melihat perkembangan."Valeria menjabat tangan pria itu lalu beranjak pergi dari sana. Dia melihat Salvatore sedang berbincang dengan Anderson. Mereka tampak serius, membuat Valeria memilih untuk tidak mendekat."Nyonya Valeria," sapa Anderson membuat valeria mau tak mau harus mendatangi mereka untuk menyapa."Pak Anderson, Tuan Salvatore," sapa balik Valeria.Salvatore terlihat dingin menanggapi Valeria. Kebingungan terlih
"Salvatore, aku ...,""Aku tidak akan memaksamu," kata Salvatore sambil mengusap pipi Valeria.Dengan sengaja, Valeria menarik tengkuk Salvatore ke arahnya untuk mencium bibir Salvatore. Tak bisa dipungkiri jika Valeria juga sangat menginginkan Salvatore, tapi di dalam hatinya masih ragu untuk berhubungan dengan pria.Salvatore membalas ciuman Valeria yang tampak ragu-ragu. Dia mengusap pipi Valeria dengan lembut, memberikan kenyamanan untuk Valeria.Lagipula, meskipun Salvatore sangat ingin, dia tidak akan memaksa jika batin Valeria masih belum bisa menerimanya. Kali ini, Salvatore merasakan hanya tubuh Valeria yang membutuhkannya.Lidah mereka saling beradu dan menyecap satu sama lain. Suara erangan tertahan Valeria menghiasai ruangan itu.Tangan Salvatore tak tinggal diam, dia mengelus tubuh Valeria dari balik bathrobe yang sudah dia singkap ke samping. Tubuh halus Valeria kini berada di bawah kulitnya.Usapan lembut tangan Salvatore menjelajahi perut Valeria lalu perlahan naik ke
"Salvatore, aku ...,""Aku tidak akan memaksamu," kata Salvatore sambil mengusap pipi Valeria.Dengan sengaja, Valeria menarik tengkuk Salvatore ke arahnya untuk mencium bibir Salvatore. Tak bisa dipungkiri jika Valeria juga sangat menginginkan Salvatore, tapi di dalam hatinya masih ragu untuk berhubungan dengan pria.Salvatore membalas ciuman Valeria yang tampak ragu-ragu. Dia mengusap pipi Valeria dengan lembut, memberikan kenyamanan untuk Valeria.Lagipula, meskipun Salvatore sangat ingin, dia tidak akan memaksa jika batin Valeria masih belum bisa menerimanya. Kali ini, Salvatore merasakan hanya tubuh Valeria yang membutuhkannya.Lidah mereka saling beradu dan menyecap satu sama lain. Suara erangan tertahan Valeria menghiasai ruangan itu.Tangan Salvatore tak tinggal diam, dia mengelus tubuh Valeria dari balik bathrobe yang sudah dia singkap ke samping. Tubuh halus Valeria kini berada di bawah kulitnya.Usapan lembut tangan Salvatore menjelajahi perut Valeria lalu perlahan naik ke
Langkah kaki Valeria berjalan mendekat ke arah meja di mana Salvatore duduk. Dia dengan kesal menaruh pantatnya di atas kursi."Aku pikir kamu tidak datang, karena tidak membalas pesanku," ucap pria tersebut.Valeria tidak menjawab dan tiba-tiba saja mengambil air mineral yang ada di atas meja. Dia membasuh tenggorokannya yang tiba-tiba kering setelah bertemu dengan Julian dan juga yang lainnya."Ada sesuatu yang terjadi saat kamu datang ke sini?" tanya Salvatore dengan tenang.Jawaban tak segera diberikan oleh Valeria. Dia justru menatap lekat Salvatore."Mau pergi denganku?" tanya Valeria."Kemana?""Beli bikini."Bukannya terkejut, Salvatore justru menyandarkan punggungnya. "Untuk pesta kolam renang yang diadakan Julian?"Valeria sengaja melebarkan kedua bola matanya. "Kamu tahu itu?""Dia baru saja mengundangku.""Kamu datang?""Tidak.""Kenapa tidak?" tanya Valeria penasaran."Aku tidak membuang-buang waktuku untuk hal-hal seperti itu."Valeria berdecih lalu ikut menyandarkan pun
Sore semakin petang saat Valeria menatap pantulan dirinya di cermin. Bikini yang dipilihnya malam ini terlihat sempurna di tubuhnya. Membuat Valeria tersenyum sendiri saat melihat pantulan tubuhnya.Valeria mengenakan bikini dua potong berwarna oranye terang yang memeluk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Bagian atasnya berupa bra segitiga kecil dengan tali tipis yang diikat di belakang leher dan punggung, memperlihatkan belahan dada yang indah dan kulitnya yang bercahaya.Detail ornamen bintang yang menghiasi bagian atas bikini memberikan kesan glamor dan playful, menarik perhatian siapa pun yang melihatnya. Bagian bawahnya adalah celana bikini rendah yang minimalis, dengan tali yang halus di sisi pinggulnya, menonjolkan perubahan drastis pada tubuhnya yang kini tampak lebih ramping dan kencang.Ia memutar sedikit badannya, memperhatikan bagaimana lekukan tubuhnya kini berbeda dari satu tahun yang lalu. Tubuh yang dulu dipenuhi keraguan, kini menjadi kebanggaan. Setiap tetes keringat ya
Morgan dan Mona saling memandang dengan khawatir di depan tempat diadakannya pesta kolam renang Julian. Mereka tahu Valeria sedang di dalam pesta kolam renang itu, dan mereka tidak bisa membiarkannya sendirian. Terlalu banyak orang asing yang datang—pengusaha, rekan bisnis Julian, dan pria-pria yang mungkin punya niat tidak baik. Valeria memang mampu menjaga dirinya sendiri, tapi mereka tetap merasa harus ada di sisinya, apalagi Morgan.“Kita harus masuk,” kata Mona tegas, meski sedikit ragu dengan keputusan ini. “Aku tidak nyaman membiarkan Valeria di sana sendirian. Terlalu banyak pria yang akan memperhatikan dia.”“Tapi masalahnya,” kata Mona sambil menatap petugas keamanan di pintu masuk, “kita tidak bisa masuk dengan pakaian ini.”Keduanya melihat ke bawah, pada pakaian kerja formal yang mereka kenakan. Mona dengan rok pensilnya, dan Morgan dengan kemeja yang rapi. Pesta ini jelas memiliki aturan berpakaian yang ketat—bikini atau pakaian renang. Tidak ada yang diizinkan masuk tan