Morgan dan Mona saling memandang dengan khawatir di depan tempat diadakannya pesta kolam renang Julian. Mereka tahu Valeria sedang di dalam pesta kolam renang itu, dan mereka tidak bisa membiarkannya sendirian. Terlalu banyak orang asing yang datang—pengusaha, rekan bisnis Julian, dan pria-pria yang mungkin punya niat tidak baik. Valeria memang mampu menjaga dirinya sendiri, tapi mereka tetap merasa harus ada di sisinya, apalagi Morgan.“Kita harus masuk,” kata Mona tegas, meski sedikit ragu dengan keputusan ini. “Aku tidak nyaman membiarkan Valeria di sana sendirian. Terlalu banyak pria yang akan memperhatikan dia.”“Tapi masalahnya,” kata Mona sambil menatap petugas keamanan di pintu masuk, “kita tidak bisa masuk dengan pakaian ini.”Keduanya melihat ke bawah, pada pakaian kerja formal yang mereka kenakan. Mona dengan rok pensilnya, dan Morgan dengan kemeja yang rapi. Pesta ini jelas memiliki aturan berpakaian yang ketat—bikini atau pakaian renang. Tidak ada yang diizinkan masuk tan
Pesta semakin ramai dengan tamu yang terus berdatangan, musik yang semakin keras, dan suasana yang semakin menggila. Namun, di antara keramaian itu, Morgan tetap siaga. Matanya tak pernah lepas dari Valeria. Ia tahu betul bagaimana banyak pria di pesta ini tak hanya tertarik pada kecantikan Valeria, tapi juga bermaksud mendekat lebih dari sekadar berbicara.Beberapa kali, Morgan harus berdiri di antara Valeria dan pria-pria yang mendekat dengan niat yang tak sepenuhnya baik. Seorang pria berotot yang mabuk mencoba menggoda Valeria dengan cara kasar, menyentuh pundaknya dengan sikap yang terlalu akrab. Dengan cepat, Morgan berdiri di antara mereka, tatapannya dingin. “Maaf, tapi Valeria tidak tertarik,” katanya tegas.Pria itu mundur dengan kesal, melirik Morgan sebelum berbalik dan pergi. Tapi tidak lama kemudian, ada lagi yang mencoba mendekat. Kali ini, seorang pria lain mencoba menyenggol Valeria dengan sengaja, mengundang tawa dari teman-temannya. Morgan dengan cepat meraih lengan
Mona dan Valeria menepi dari keramaian pesta, mencari tempat yang lebih tenang di dekat meja minuman. Suasana pesta semakin ramai, musik terus berdentum, namun di sudut tersebut mereka bisa sejenak menarik napas."Aish! Kau tau? Aku sebenarnya ingin segera pergi dari sini," kata Valeria."Padahal anda tidak perlu datang ke tempat ini, Nyonya. Tuan Morgan sangat mengkhawatirkan anda."Valeria mengibas udara di depannya. "Dia selalu begitu kepadaku, padahal aku bisa menjaga diriku sendiri. Tapi, menyenangkan melihat wajah Julian yang seperti orang kikuk."Mona sedang menuangkan minuman untuk Valeria, sementara Valeria duduk santai dengan senyuman puas, merasa senang malam itu berjalan lancar. Semua mata tertuju padanya, dan ia merasa menang. Namun, suasana damai itu tidak bertahan lama.Dari arah kerumunan, Margareta muncul bersama Sofia. Keduanya melangkah mendekat dengan ekspresi tidak bersahabat, terutama Margareta yang menatap Valeria dengan sorot iri. “Wow, Valeria, kau benar-benar
Salvatore membawa Valeria dengan hati-hati ke kamar hotelnya. Langkahnya cepat namun penuh ketenangan, sementara Valeria menggigit bibirnya menahan rasa sakit di kakinya. Saat mereka tiba di kamar Valeria, Salvatore langsung menempatkan Valeria di sofa, matanya memindai luka di kaki Valeria dengan penuh perhatian.Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Salvatore berjongkok di depan Valeria, mengambil kain bersih dan alkohol dari kotak kecil di meja untuk membersihkan luka di kakinya. Valeria mengamati pria itu yang terlihat begitu tenang namun tatapannya begitu dingin. Setiap gerakan Salvatore terasa telaten, namun keheningan di antara mereka terasa berat, seolah ada badai yang tertahan di balik sikap tenang Salvatore.“Kenapa kau harus melakukan itu?” Akhirnya, suara Salvatore pecah, nadanya rendah namun tegas, penuh kekecewaan yang tidak disembunyikan. Dia mengangkat pandangannya, mata tajamnya mengunci pada Valeria yang duduk di depannya. “Kenapa kau merasa perlu mengekspos dirimu sepe
Salvatore membawa Valeria dengan hati-hati ke kamar hotelnya. Langkahnya cepat namun penuh ketenangan, sementara Valeria menggigit bibirnya menahan rasa sakit di kakinya. Saat mereka tiba di kamar Valeria, Salvatore langsung menempatkan Valeria di sofa, matanya memindai luka di kaki Valeria dengan penuh perhatian.Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Salvatore berjongkok di depan Valeria, mengambil kain bersih dan alkohol dari kotak kecil di meja untuk membersihkan luka di kakinya. Valeria mengamati pria itu yang terlihat begitu tenang namun tatapannya begitu dingin. Setiap gerakan Salvatore terasa telaten, namun keheningan di antara mereka terasa berat, seolah ada badai yang tertahan di balik sikap tenang Salvatore.“Kenapa kau harus melakukan itu?” Akhirnya, suara Salvatore pecah, nadanya rendah namun tegas, penuh kekecewaan yang tidak disembunyikan. Dia mengangkat pandangannya, mata tajamnya mengunci pada Valeria yang duduk di depannya. “Kenapa kau merasa perlu mengekspos dirimu sepe
Beberapa hari setelah kejadian sebelumnya, Valeria kembali ke rutinitasnya bekerja di Salerno. Ia sering bolak-balik dari proyek lapangan ke hotel, menjalani tugasnya dengan profesionalisme yang tinggi.Sejak hari terakhir waktu itu juga, Valeria lebih sering menghindari Salvatore. Rupanya, pria itu juga amat sangat sibuk sehingga tidak ada waktu untuk mengejar Valeria seperti biasanya.Hari ini Valeria kembali ke hotel sendirian karena Morgan dan Mona harus mengurus sesuatu. Kebetulan juga Marvelion berjalan di belakang Valeria.Marvelion, yang sejak sebelumnya sudah menunjukkan ketertarikannya pada Valeria, mengetahui bahwa Valeria baru saja selesai dari proyek dan sedang sendirian di lokasi. Kesempatan ini membuatnya mendekati Valeria lagi dengan sikap yang lebih berani.Marvelion kini semakin terpesona setelah melihat Valeria di pesta kolam beberapa waktu lalu. Ia terus mencoba menggoda Valeria, berharap bisa membuatnya jatuh cinta."Baru pulang?" Marvelion sudah berjalan menyusul
Keesokan harinya, Valeria dan Morgan tiba di lokasi pembangunan lebih awal dari biasanya. Saat mereka berdua berjalan di sekitar area konstruksi, Valeria mulai merasa ada sesuatu yang tidak beres. Morgan juga terlihat semakin diam dan memperhatikan setiap sudut bangunan yang sudah berdiri.“Ada yang aneh dengan proyek ini,” ujar Morgan tiba-tiba, memecah keheningan. Dia mengarahkan tangannya ke beberapa struktur bangunan di depan mereka.Valeria mengikuti arah pandang Morgan dan memperhatikan dengan cermat. Beberapa dinding dan fondasi tampak lebih rendah dari desain yang mereka terima dari Solara Crop. Pilar-pilar yang seharusnya menopang bagian atas gedung terlihat lebih ramping dan tidak sesuai dengan ukuran yang seharusnya. Valeria mengerutkan kening, mencoba mengingat setiap detail dari cetak biru yang mereka terima.“Seharusnya tidak begini, kan? Apa ini ulah Julian?” tanya Valeria sambil memeriksa lebih dekat.“Aku tidak yakin,” jawab Morgan, “Tapi yang pasti, ini tidak sesuai
Salvatore baru saja tiba di hotel setelah menyelesaikan urusan pekerjaannya. Kebetulan, di lobi hotel, dia melihat sosok Valeria yang tampak baru saja kembali dari lapangan. Ada sedikit ketegangan di udara antara mereka, sisa-sisa dari pertengkaran kecil mereka setelah pesta kolam beberapa waktu lalu. Namun, Salvatore, dengan caranya yang tenang, mendekati Valeria dengan senyum samar.“Lama tidak bertemu, Baby” ucap Salvatore, berusaha mencairkan suasana.Valeria yang terkejut kini langsung menoleh ke samping. Valeria menatapnya sejenak, tapi kemudian tersenyum tipis. Mata lelah Valeria seolah disegarkan oleh wajah tampan Salvatore yang beberapa hari ini tidak dia lihat.“Ya,” jawab Valeria dengan nada sedikit lebih lembut daripada biasanya.Mereka berjalan berdampingan menyusuri lorong-lorong hotel. Obrolan ringan tentang pekerjaan, cuaca, dan kesibukan sehari-hari mulai mencairkan suasana di antara mereka. Pertengkaran mereka sebelumnya seolah memudar, tergantikan dengan kenyamanan