Share

Chapter 4

Arumi merasa lega karena Selia akhirnya sepakat untuk menerima kontrak pernikahan itu. Dan setelah Selia menandatangani surat itu, Arumi pun langsung mengganjarnya dengan sejumlah uang yang nominalnya cukup besar bagi seorang Selia yang berasal dari keluarga biasa. Seolah sedang berpacu dengan waktu, Arumi pun segera mengajak suaminya untuk pergi ke rumah Bu Melinda, untuk memberitahu tentang kabar itu.

"Em, lumayan, cantik dan sepertinya ia juga gadis yang baik" puji Bu Melinda saat Arumi menyodorkan selembar potret yang merupakan potret Selia.

Arumi merasa cemburu saat mendengar Bu Melinda memuji Selia, tapi meski demikian ia tak bisa berbuat apa-apa. Ia harus tetap diam, demi memuluskan rencana yang sudah ia rancang sendiri.

"Bagaimana menurutmu Yoga?" Bu Melinda memberikan foto Selia pada Prayoga yang duduk dihadapannya.

Prayoga melirik kearah Arumi, seolah hendak meminta izin, tapi Arumi hanya diam karena ia sedang sibuk dengan pikirannya yang kacau saat ini.

"Terserah Ibu saja" ucap Prayoga yang hanya melihat sekilas foto Selia itu, lalu kembali memberikannya pada Bu Melinda.

Arumi hanya bisa menelan ludah yang terasa amat getir, ia sebenarnya merasa sangat kecewa dengan sikap pasrah suaminya itu. Seperti sudah tak ada lagi rasa cinta di dalam hati Prayoga untuk Arumi.

"Siapa dia Rum?" tanya Bu Melinda.

"E, dia, dia teman saya Bu" jawab Arumi berdusta.

"Oh, baguslah, kau tak sembarangan memilih wanita untuk Prayoga "

"Aku ingin kau segera pertemukan kami dengan dia, e, siapa tadi namanya?"

"Selia Bu"

"Ya, Selia, namanya cantik seperti orangnya " lagi-lagi Bu Melinda memuji Selia, ia sepertinya sengaja membuat Arumi kesal.

"Dan setelah itu, karena wanita ini adalah pilihanmu, kau juga yang harus atur semuanya . Maksudku, kau urus pernikahan Selia dan Prayoga!"

"Baik Bu. Tapi, mungkin mereka akan menikah dibawah tangan saja Bu "

"Tak masalah, mau dibawah tangan, atau dibawah apapun, aku nggak perduli!. Yang penting mereka segera menikah. Aku sudah nggak sabar ingin segera punya cucu"

Kalimat terakhir yang Bu Melinda ucapkan, ternyata sanggup membuat mata Arumi mengembun.

"Yoga, apa kau tak masalah jika pernikahan ini dipercepat?"

"Terserah kalian saja!" jawab Prayoga malas, ia masih merasa tak enak dengan Arumi. Karena sejujurnya, ia masih mencintai Arumi.

"Ya sudah, kalian pulanglah!, dan kau Arumi, kau urus pernikahan mereka secepatnya. Aku beri kau waktu satu Minggu"

"Satu Minggu Bu?!"

"Ya, bukankah lebih cepat akan lebih baik?!"

"Baiklah Bu" jawab Arumi dengan berat hati.

Bu Melinda pun tersenyum senang karena akhirnya mimpinya untuk bisa memiliki cucu akan segera terwujud.

____

"Ini apa Bu?" tanya Selia dengan malu-malu saat ia sedang bersama Bu Melinda.

"Ini obat khusus yang Ibu beli dari Dokter spesialis kandungan terkenal di kota ini"

"Ini obat penyubur kandungan, kau harus minum ini secara rutin agar setelah menikah kau akan cepat hamil" ucap Bu Melinda sambil menyodorkan plastik kecil berisi obat yang dimaksud.

Selia menerima obat itu dengan perasaan yang masih bingung, ia masih tak menyangka jika ternyata pria yang akan menikahinya adalah suami Arumi. Ada rasa tak enak pada Arumi, karena semula Selia mengira ia akan menikah bukan dengan suami Arumi.

"Oh iya, ini juga Ibu sudah belikan kamu buah-buahan, vitamin, susu, pokoknya lengkap. Kau harus konsumsi ini untuk membuat tubuhmu sehat, ya!" Bu Melinda memberikan Selia sebuah tas belanja besar berisi aneka makanan dan minuman yang dikhususkan untuk menambah kesuburan wanita.

"Kalau ini habis, kau tinggal bilang ya!. Nanti akan Ibu belikan lagi, kau mengerti sayang?"

"I, iya, Bu, iya" jawab Selia bingung, antara senang atau justru sedih karena mendapatkan perlakuan yang istimewa dari mertua wanita lain.

Sedang Bu Melinda justru merasa senang karena akhirnya pernikahan Prayoga dan Selia sudah ada di depan mata.

_____

Setelah Prayoga dan Selia menikah...

Selia dan Prayoga akhirnya resmi menikah, meski itu hanya pernikahan secara agama. Itu memang siasat dari Arumi untuk tetap mengamankan posisinya sebagai satu-satunya istri sah Prayoga secara hukum dan agama.

Dan setelah menikah, Selia pun tinggal bersama dengan Arumi dan Prayoga. Meski sejujurnya itu membuat Arumi sangat tak nyaman. Ia terpaksa kini harus berbagi segalanya dengan wanita lain, hal yang selama ini tak pernah ia bayangkan.

"Kok tidur disini Mas?" tanya Arumi saat melihat Prayoga yang tidur di kamar mereka, padahal ini adalah malam pertama bagi Prayoga dan Selia.

"Emangnya kenapa?, nggak boleh?" tanya Prayoga ketus.

"Ya bukan begitu, tapi..." Arumi tak jadi melanjutkan kalimatnya.

"Aku belum siap Rum" jawab Prayoga yang seolah tahu maksud dari ucapan Arumi itu.

"Tapi kalian sudah sah Mas"

"Ya, itu aku tahu!. Tapi kau, kan juga masih istriku!" bantah Prayoga.

"Iya, tapi sekarang Selia juga istrimu. Kau juga harus memberi nafkah padanya sama seperti yang kau berikan padaku" Arumi dengan tegar mencoba memberi pengertian pada Prayoga.

"Terserah kau saja!. Pokoknya sekarang aku belum siap!" tolak Prayoga yang langsung menarik selimutnya dan bergegas untuk tidur.

Arumi hanya bisa menggeleng lemah, ia merasa cemas dengan sikap Prayoga itu. Ia takut jika sampai Selia mengadu pada Bu Melinda, dan urusan akan jadi rumit pastinya.

Tapi, disisi lain, ia sebenarnya merasa senang karena Prayoga ternyata lebih memilih dirinya dibandingkan Selia. Ia berkeyakinan, jika apa yang ia rencanakan pasti akan berhasil. Arumi tetap menjadi yang utama di hati Prayoga, kehadiran Selia takkan bisa mengalihkan pandangan Prayoga dari Arumi.

_____

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status