Beranda / Romansa / Istri Tebusan Paman Mantanku / 149. Penerbangan Ke London

Share

149. Penerbangan Ke London

Penulis: Santi_Sunz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Untuk pertama kalinya dalam hidup, Laureta naik pesawat jet pribadi. Pesawatnya tidak terlalu besar, tapi cukup untuk menampung enam belas orang. Laureta terkesima dan takjub melihat kemewahan yang tidak akan pernah ia alami jika ia tidak menikah dengan Kian.

Meski perasaannya masih belum menentu semenjak kejadian di rumah sakit itu, tapi untuk saat ini Laureta bisa disebut berhasil mengesampingkan perasaannya. Ia duduk bersebelahan dengan Kian. Kursinya begitu mewah dan besar. Ia bisa meluruskan kakinya tanpa ada yang menghalangi.

Semua orang tampak bersemangat untuk pergi berlibur, termasuk Elisa yang biasanya selalu saja cemberut dan tidak menunjukkan tanda-tanda ramah. Untuk pertama kalinya Elisa tersenyum pada Laureta karena sang kakak duduk di sebelah kirinya berdua dengan suaminya.

Erwin duduk di belakang sang ibu bersama Helena, anaknya Marisa yang bungsu. Sementara Renata duduk dengan Feliska, adiknya.

Laureta melirik ke arah Erwin yang sedang me

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   150. London

    Dua jam terlewati. Laureta tidur pulas sekali. Kian tersenyum. Istrinya itu tampak polos sekali saat tidur. Kian tergoda untuk menciumnya.Ia pun menunduk, lalu mengecup bibir Laureta. Saat ia menoleh ke samping, Erwin sedang melihat ke arahnya. Kian pun dengan santai duduk kembali. Biar saja mata Erwin terbakar karena melihat mantan kekasihnya kini menjadi istrinya.Sesuatu yang dingin seolah menjalar di dadanya. Nama Helga mengganggu hati dan pikirannya. Ia telah mengkhianati Laureta meski tidak secara langsung. Ia ingin menjauhi Helga, melupakan wanita itu dengan sekuat tenaganya.Namun, begitu wanita itu jatuh sakit, hati Kian langsung terguncang dan bimbang. Menyadari akan hal itu membuat Kian membenci dirinya sendiri. Ia tidak suka akan perasaan seperti ini, membuatnya merasa seperti seorang pengecut.Kian berjanji untuk mencintai Laureta karena wanita itu adalah istrinya dan memang ia merasa nyaman dan dicintai oleh wanita itu. Perasaan cinta Laureta tulus apa adanya. Namun, me

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   151. Beruntung

    Laureta megap-megap seperti yang kehabisan napas. Ia tak menyangka jika Kian akan menciumnya seperti itu. Hasratnya bergejolak, gairahnya mendidih di bawah kulitnya.Lidah Kian menyapu bibirnya, memberikan efek geli hingga Laureta pun bergetar. Lututnya terasa lemas.Kian tidak berhenti sampai di sana. Pria itu dengan gigih mencumbunya, memaksa bibirnya untuk terbuka. Lalu lidah mereka pun saling sapa.Area bawah tubuh Laureta berkedut-kedut hingga mengalirkan sesuatu yang basah dan licin. Laureta pun memeluk leher Kian, memberinya akses untuk menyentuh tubuhnya dengan leluasa.Kian pun menyambut undangan Laureta. Tangannya langsung menggerayangi tubuhnya, tapi sentuhannya tidak begitu terasa karena ada banyak kain yang menghalangi. Ia membuka jaket Laureta dengan terburu-buru. Ciuman mereka pun terhenti, napas keduanya terengah-engah.“Sudah kubilang. Seharusnya jaketnya tidak usah sebanyak ini,” ucap Laureta sambil menautkan alisnya. Ia kesal karena jaketnya agak sulit untuk dibuka.

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   152. Hari Yang Sempurna

    Ucapan cinta dari mulut Kian sungguh membuat hati bergetar. Laureta merasa hatinya terasa hangat. Hidupnya begitu sempurna karena memiliki seorang suami yang mencintainya.Mungkin ada banyak permasalahan yang terjadi padanya selama ini, tapi semua itu sungguh terbayarkan karena Kian tidak membiarkan Laureta terus terlarut dalam kesedihannya. Sepertinya hal itu akan menjadi hal yang normal dalam kehidupan rumah tangganya.Kunci dalam keharmonisan rumah tangga salah satunya adalah bumbu-bumbu pertengkaran. Sejauh ini, Laureta masih bertahan dan bisa memaafkan Kian dengan setulus hatinya.Malam itu benar-benar menjadi malam yang sempurna. Laureta tidur dalam pelukan Kian. Biasanya jika di rumah, ia hanya akan bertahan selama beberapa menit hingga akhirnya melepaskan diri karena pelukan Kian semakin lama terasa panas dan membuat tangannya jadi pegal.Namun, kali ini Laureta merasa nyaman dalam pelukan Kian karena udaranya amat sangat dingin. Pemanas ruangan berfungsi dengan sangat baik, t

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   153. Wisata Kuliner

    Laureta melihat-lihat ke sekelilingnya dan merasa takjub. Orang-orang di sana rata-rata bertubuh tinggi dan tentu saja wajah mereka seperti bule. Laureta merasa seperti yang sedang masuk ke dunia film.Berbagai hiasan natal tidak hanya berada di hotel atau restoran saja, tapi hampir di seluruh jalan. Laureta mendongak dan melihat lampu yang dibentuk seperti lonceng, tapi karena ini masih pagi jadi lampunya belum dinyalakan. Seharusnya nanti malam, tempat ini akan terlihat jauh lebih indah lagi.Laureta jadi tidak sabar untuk berjalan-jalan lagi nanti malam. Namun, pemandangan pagi hari pun tidak kalah cantiknya. Udaranya sangat dingin, tapi ada sedikit matahari yang mengintip di atas sana, membuat gedung-gedung terlihat menyala keemasan.Setengah jam berlalu, Laureta dan Kian sama-sama menikmati keindahan kota dengan berjalan kaki. Lalu Kian mengajak Laureta untuk masuk ke salah satu toko. Dari luar saja Laureta sudah bisa mencium aroma coklat yang gurih.

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   154. Makan Siang Dengan Para Keponakan

    Rasanya, baru saja ia makan ini dan itu, Kian sudah mengajaknya pergi lagi ke restoran untuk makan siang.“Kian, apa tidak salah? Kita makan terus hari ini,” ujar Laureta.“Sejak tadi kan kita jalan kaki jauh ke sana dan ke sini. Sudah seharusnya kita makan terus. Udara dingin membuat tubuh kita membutuhkan pembakaran yang lebih banyak supaya kita tidak kedinginan. Masa hal itu saja kamu tidak tahu?”Laureta terkekeh. Ia pasrah saat Kian menunjuk salah satu meja. Lalu mereka duduk di sana berdua.Kian melepaskan sarung tangannya, lalu meremas tangan Laureta yang kedinginan. Ia menggosok-gosok tangannya dan kemudian menghangatkannya dengan uap dari mulutnya.“Masih dingin?” tanya Kian.Laureta tersenyum. “Kalau kamu yang pegang, aku langsung merasa hangat.”“Kamu ingin aku memegangmu di mana lagi?” tanya Kian.“Kamu mulai menggodaku lagi. Aku ingat sekarang kalau

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   155. London Eye

    Laureta menatap Kian di balik bola matanya yang sangat besar. Ia mengerjap beberapa kali sambil mempersiapkan untuk menjawab pertanyaannya. Ia menelan ludah sekali.“Apa sesulit itu?” tanya Kian.Laureta mengangguk sambil menurunkan pandangannya. Wajahnya tampak sedih. Kian jadi merasa tidak enak hati bertanya seperti itu padanya, tapi ia sangat penasaran.“Pada malam waktu kamu menabrakku, itu adalah malam di mana aku menemukan Erwin sedang tidur bersama wanita lain,” ungkap Laureta dengan suara yang rendah.Kian terperangah mendengarnya. “Kamu serius, Laura?!”Laureta mengangguk lagi, kali ini dengan wajah yang sangat serius. “Salah satu teman di tempat senam memberitahuku kalau dia melihat Erwin masuk ke Hotel The Prince bersama seorang wanita. Dia bilang kalau dia sudah pernah melihat Erwin sebelumnya bersama wanita yang sama. Mereka tampak mesra sekali.“Jadi, malam itu sehabis senam yang terakhir, aku langsung menyusul ke sana. Aku sampai lupa mengenakan jaket. Aku menemukan mer

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   156. Peringatan Adinda

    Sudah nyaris seminggu, Laureta dan Kian berada di London. Mereka menghabiskan waktu lebih banyak berdua daripada bersama dengan keluarga mereka.Sebenarnya konsep awalnya, Kian ingin supaya ia bisa bersama seluruh keluarganya. Marisa sampai harus repot-repot memikirkan tentang rencana liburan ini. Nyatanya, Kian lebih senang memisahkan diri. Ia seperti yang memiliki acara sendiri di luar dari keluarganya.Laureta ikut saja ke mana pun Kian membawanya. Hingga satu hari, Marisa mengajak Kian untuk bertemu dengan rekan bisnis yang baru bisa ditemui hari itu. Sebenarnya Kian sudah mengajaknya untuk ikut, tapi ini adalah urusan bisnis. Jadi, Laureta memilih untuk tidak ikut ke sana.“Kamu yakin? Apa yang akan kamu lakukan kalau kamu tidak ikut denganku?” tanya Kian.“Tidak apa-apa. Aku bisa berjalan-jalan di sekitar sini atau diam saja di hotel,” ujar Laureta santai. Namun, Kian menautkan alisnya, tidak setuju. “Tenang saja, aku akan baik-baik saja, Kian.”“Kamu yakin?”“Iya. Kamu pergilah

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   157. Segelas Eggnog

    Erwin tertawa ringan. Ia tampak santai dan tidak ada beban sama sekali. Suara tawanya terdengar renyah dan natural. Seketika Laureta teringat akan masa-masa indahnya dulu berdua dengan Erwin.Laureta bersyukur karena semua kenangan itu diputar di kepalanya dan hanya ia sendiri yang bisa melihatnya. Ia tidak tahu, apa yang ada di dalam pikiran Erwin. Ia tidak berharap jika Erwin memikirkan hal yang sama seperti dirinya.“Kamu masih sama seperti Laureta yang aku kenal,” ujar Erwin. “Kamu selalu saja mengancam dengan menggunakan ototmu. Apa kamu juga selalu seperti itu pada Om Kian?”Laureta menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Aku mana berani mengancamnya. Kamu pasti lebih mengenalnya daripada aku.”Erwin meminum eggnog-nya dan kemudian mengernyitkan wajahnya. Sedari tadi, Laureta belum sempat mencoba minumannya. Jadi, ia pun ikut mencoba dan ternyata rasanya enak. Ada rasa alkohol yang cukup kuat menyengat tenggorokannya, tapi masih bisa ia terima.Badannya jadi terasa lebih hangat d

Bab terbaru

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   EPILOG

    Zion adalah anak yang sangat lucu dan pintar. Di usianya yang menginjak lima bulan, anak itu sudah bisa diajak bercanda. Siapa pun yang bertemu dengannya pasti akan gemas dengan tingkah lakunya.Hari itu adalah pertama kalinya Kian bertemu dengan Zion. Kian tampak tegang sekali seperti hendak bertemu dengan presiden. Laureta terkekeh sejak tadi menertawakan sikap Kian.Laureta baru saja pulang kerja dan Kian yang menjemputnya. Pria itu menyetir mobil menuju ke rumahnya tanpa Laureta perlu menunjukkan arah seolah ia sudah tahu alamatnya di mana.“Bagaimana kamu bisa tahu alamat rumahku? Ah, kamu memang memata-mataiku, ya kan.”Kian tidak menggubris candaannya. Pria itu fokus menyetir hingga berhenti di depan rumahnya.“Aku memang pernah mengikuti Ivan sampai ke rumah ini. Aku ingin tahu apakah benar kamu tinggal bersama dengannya di sini,” ungkap Kian.Laureta pun tersenyum. “Ya sudah. Kali ini aku akan memaafkan

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   259. Untuk Selamanya

    Kian memutar tubuh Laureta, lalu wanita itu pun menengadahkan kepalanya sambil mengangkat kakinya hingga berada dalam dekapan Kian. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.Kian pun mendekatkan bibirnya dan mencium Laureta dengan lembut. Laureta pikir lututnya akan goyah hingga ia tidak sanggup untuk berpijak di bumi. Namun, Kian menopangnya, mendekapnya dengan erat.Laureta pun membalas ciuman itu. Ia yakin sekali jika dalam hidupnya, ia hanya mencintai satu pria, yaitu Kian seorang. Susah payah ia menutupi perasaannya, tapi ia tak akan sanggup. Kian benar-benar telah mencuri hatinya.Usai ciuman yang memabukkan itu, Kian pun melepaskan diri. Napas mereka sama-sama saling memburu. Kian mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, lalu berlutut di hadapan Laureta.“Laureta Widya, maukah kamu menikah denganku? Lagi?”Laureta terkesima menatap cincin berlian di dalam kotak mungil berwarna merah. Ia pun mengangguk dan berkata, “Ya, aku

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   258. Bertaruh

    Laureta tersenyum membaca pesan singkat dari Ivan. “Pacar?” gumamnya.“Ada apa?” tanya Kian.“Uhm, tidak ada apa-apa.”“Ayolah! Aku ingin tahu. Kamu tadi bilang pacar. Pacar siapa?”Kian merebut ponselnya dari tangannya. Ia malu sekali saat Kian membaca pesan itu dari Ivan. Kian pun tertawa lepas.“Astaga! Jadi, apakah aku harus memanggil Ivan kakak mulai sekarang? Dia itu kakakmu kan?”Laureta terkekeh. “Mungkin begitu. Dia pernah menyuruhku untuk memanggilnya kakak, tapi aku tidak mau.”“Kenapa? Sepertinya usianya lebih tua darimu.” Kian menautkan alisnya, tapi Laureta menggelengkan kepala. “Kamu saja selalu memanggilku nama padahal usia kita terpaut delapan belas tahun. Atau mungkin sekarang aku punya panggilan baru?”“Apa itu?”“Papa?”Laureta terkejut. “Papa? Kamu kan bukan ayahku!&rdq

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   257. Acara Pesta

    “Kamu siap?” tanya Ivan sambil mengulurkan tangannya pada Laureta.Ia tersenyum dan kemudian menyerahkan tangannya pada Ivan. Ia baru saja turun dari mobil. Lalu mereka berjalan bergandengan, masuk ke dalam gedung mewah. Di dalam sana sedang ada acara pernikahan seorang anak pengusaha importir, rekan kerjanya Ivan.Sebenarnya, Laureta tidak perlu datang ke sini karena ia sama sekali tidak mengenal siapa pun di sini. Namun, Ivan bersikeras mengajaknya karena menurutnya Laureta pasti akan senang mencicipi berbagai macam makanan yang unik-unik di sana.Laureta pun terpaksa ikut. Ia melangkahkan kakinya dengan penuh percaya diri. Ivan membelikannya gaun yang ia pakai sekarang. Gaun itu berwarna biru tua dengan belahan rok yang tinggi hingga menampilkan kakinya yang tampak jenjang berbalut sepatu hak tinggi bertali hingga ke betisnya.Banyak sekali tamu yang datang ke acara pernikahan itu. Semua wanitanya mengenakan gaun yang sangat cantik dan para

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   256. Meleleh

    Laureta menatap kedua tangannya yang gemetar. Ia pikir ia sudah gila karena menyerahkan amplop berisi cek satu setengah milyar. Laureta menepi di pinggir jalan, lalu menangis sejadi-jadinya. Ia tak kuasa lagi menahan semua emosi yang ada di dalam dadanya.Demi Tuhan, ia baru saja bertemu dengan Kian Aleandro, pria yang pernah menjadi suaminya. Meski pertemuannya hanya berlangsung selama beberapa menit, tapi efeknya luar biasa. Sekujur tubuhnya gemetar dan ia kesusahan untuk menginjak gas di kakinya.Dengan susah payah, Laureta menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Lalu ia pun kembali menangis sambil menutup muka dengan kedua tangannya.Kian begitu tampan mempesona. Tatapan matanya begitu tajam seperti biasanya dan seakan Laureta bisa tenggelam di dalamnya. Lalu pria itu memeluknya begitu saja.Hati Laureta dilingkupi oleh kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama lebih dari satu tahun ini. Perasaannya jungkir balik seolah kakinya ber

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   255. Pertemuan Pertama

    Kian mendongak dan semua seolah terjadi dalam adegan lambat. Ia melihat Laureta masuk ke dalam ruangan dalam balutan kaus hitam ketat dengan potongan leher berbentuk kotak. Bagian lengannya berbahan tile halus hingga kulitnya jadi terlihat samar-samar. Bagian bawahnya ia mengenakan celana cargo dengan banyak kantung yang membuatnya tampak sangat keren.Kian terkesima melihat wanita yang pernah menjadi istrinya itu muncul lagi dalam hidupnya. Laureta tidak pernah terlihat secantik dan seanggun itu dalam hidupnya. Laureta terlihat tomboy, tapi juga elegan dalam waktu bersamaan.“Maaf aku terlambat,” ucapnya dengan suara yang terdengar amat merdu di kuping Kian.Tergerak untuk langsung melompat dari kursi dan memeluk wanita itu, Kian pun menahan dirinya.“Kamu memotong rambutmu,” ucap Kian yang masih melongo.Kalimat pertama yang ia ucapkan malah terdengar konyol dan tidak penting sama sekali. Ia jadi terlihat sangat bodoh di h

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   254. Usaha Kian

    Betapa sedihnya Kian karena ia harus menerima kenyataan jika Laureta memang tidak mau bertemu lagi dengannya.“Ya. Kamu sudah membuatnya merasa terbuang dari rumahmu itu. Semua orang membencinya karena kalian menyebutnya anak perampok. Dia tidak mau menghalangimu untuk menikah dengan wanita yang kamu cintai. Ha! Kamu pun menikah dengan Helga, tapi kamu menyia-nyiakannya hingga dia harus mengembuskan napas terakhirnya.”“Aku tidak mencintai Helga. Aku menikah dengannya karena ayahku yang memaksa. Dan satu hal lagi, aku tidak pernah menyebut Laura dengan sebutan anak perampok. Akulah yang memintanya untuk menikah denganku meski aku tahu ayahnya seperti apa.”“Kamu terpaksa menikahi Laureta karena kamu ingin dia membayar utang ayahnya!” hardik Ivan. “Kamu pikir uang satu setengah milyar cukup untuk membayar seorang wanita untuk memuaskan nafsumu dan melahirkan seorang anak?”Kian pun terdiam. Ivan benar-benar t

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   253. Mencari Laureta

    Semalaman itu Kian benar-benar tidak bisa tidur. Ia mengingat tatapan Laureta saat melihatnya. Wanita itu jelas-jelas terkejut melihatnya. Lalu seperti ada sorot ketakutan yang membuatnya langsung memutuskan untuk kabur dari Kian.Lalu anak bayi itu. Anak siapakah itu? Bagaimana mungkin Ivan menikah dengan Laureta dan melahirkan anaknya? Kian pikir, Ivan masih mencintai Helga. Jika dilihat dari usia bayi itu dan waktu untuk mengandung selama sembilan bulan, Ivan mungkin sudah lama menikah dengan Laureta.Mana mungkin? Batin Kian menolak semua pemikiran itu.Entah sudah berapa kali Kian menghubungi Ivan hingga ponselnya pun tidak aktif lagi. Ivan benar-benar menghindarinya.Ia melihat jam di dinding dan memutuskan untuk bangun. Ia menyiapkan diri dan segera turun untuk sarapan. Marisa sudah ada di ruang makan lebih dulu.“Pagi, Kian,” sapa Marisa.“Pagi,” jawab Kian singkat yang langsung menuangkan kopi ke dalam cangki

  • Istri Tebusan Paman Mantanku   252. Terlambat

    Desti tampak bingung mendengar pernyataan Kian.“Tante Laureta? Kenapa? Bukankah kalian sudah berpisah lama?”Kian mendesah. “Aku selalu mencintai Laura, lebih dari apa pun. Aku menikah dengan Helga karena terpaksa, hanya untuk memenuhi keinginan kakekmu.”“Kenapa Om mau menurut?”“Ya, banyak hal yang membuatku harus menurut pada keinginan kakek.”Desti mengangguk dengan bibir yang tertekuk ke bawah. “Om pasti sedih sekali ya ditinggal wanita yang Om cintai.”“Kenapa kita tidak membahas tentangmu? Siapa itu Erik? Teman atau teman?”Desti tersenyum. “Teman, Om. Benar! Aku dan dia belum jadian.”“Baguslah! Tidak usah berpacaran dengan laki-laki yang meninggalkanmu di mall yang besar seperti ini! Nanti kamu menyesal. Cari lagi pria lain yang sepadan denganmu.”“Aku sebenarnya suka pria yang lebih tua dariku, seperti Om Kian

DMCA.com Protection Status