"Kamu bicara baik-baik sama Naura, Nak," saran Hardi kepada putranya. Lelaki paruh baya itu mendekat dan menepuk ringan pundak Ardian.Nina hanya bisa mengangguk membenarkan sang suami.Ardian menatap ke arahnya sebentar, kemudian ia melangkah menuju ke dalam kamarnya menyusul sang istri yang tengah merajuk itu.Setelah masuk kamar, Ardian menutup pintunya. Ia menoleh ke arah sang istri yang sedang berdiam dan bermenung sendiri di depan jendela kaca di sana. Pria tampan itu pun melangkahkan kaki menghampiri. "Naura ...."Bugh!Ardian terkesiap ketika tiba-tiba saja Naura berbalik dan menghambur memeluk tubuhnya. "Aku kangen Abaaang ... aku mau Abang sama-sama aku teruuus!" Terdengar Naura terisak di dalam dada sang suami.Hening ....Dengan perlahan ... dan ragu, Ardian akhirnya membalas pelukan sang istri. Ia berusaha memahami perasaan Naura saat ini. "Abang ngerti, Dek," bisik lelaki itu, "tapi, tiket udah telanjur dibelikan. Abang juga nggak bisa batalin gitu aja sebab ini perinta
Sudah lebih dari sebulan Ardian bekerja di kantornya yang baru yang berada di pulau Kalimantan sebelah Barat. Tepatnya di Kota Pontianak. Ia memimpin kantor cabang Arnold's Company di kota di mana terdapat sungai Kapuas, yakni sungai terpanjang se-Indonesia."Udah dulu, Sya," pamit Ardian kepada istri pertamanya. Kemudian lelaki itu mengucap salam dan menutup sambungan telepon mereka setelah salamnya dijawab oleh sang kekasih.Setelah itu Ardian mencoba menghubungi istri keduanya. Di dalam hati lelaki tampan itu berkata, 'Ini resikonya punya istri dua. Mau nggak mau mesti telepon sana, telepon sini. Huuft ....' Begitulah kegiatan Ardian beberapa waktu belakangan ini. Ia mau tidak mau mesti melakukan itu semua. Sebab hal tersebut tentu saja sebagai bentuk perhatian dan juga tanggungjawabnya kepada keluarga. Meskipun jujur, di dalam hati ia masih saja lebih berat kepada Natasya dibandingkan dengan Naura. Akan tetapi, berbeda hal jika mengenai anak-anaknya. Antara Arga dan Syirisy, mak
"Nggak bisa, Naura ... Abang cuma punya waktu pekan ini. Dan pekan depan harus segera kembali kemari lagi," terang Ardian berterus terang.Naura tidak menjawab, ia merasa sedih dan kecewa sebab dirinya belum punya kesempatan untuk merasakan malam pertama sama sekali semenjak mereka resmi menikah."Dek ... lain kali 'kan, in syaa Allah kita bakal ada waktu lain. Jadi santai aja, heheheeee ...." Ardian mencoba menghibur sang istri yang ia tahu kalau saat ini wanita itu tengah merasa kecewa."Ya udah. Tapi, Abang ke sini dulu, 'kan?" tanya Naura. Ia ingin memastikan kalau Ardian bakal mengunjungi dirinya terlebih dahulu, dan memberikan jatah waktu untuknya di awal, baru kepada Natasya setelahnya."Iya, in syaa Allah, Dek. Abang udah bilang ke Tasya," jawab Ardian apa adanya."Oke ...," sahut Naura singkat dengan suara lirih."Oh iya, Dek. Bilang Ayah, besok Abang dijemput Tasya," ujar Ardian."Dengan siapa Kak Tasya jemput Abang?" "Biasa ... dengan Pak Parmin.""Oh gitu. Iyalah, nanti a
Arya baru saja keluar dari kamar mandi menunaikan panggilan alam. Setelah itu ia kembali melenggang ke arah luar rumah karena mendengar kericuhan, dan ia tahu kalau itu dikarenakan sang kakak lelaki yang baru saja tiba. Ia tahu, sebab ayah dan ibunya yang mengatakan akan kedatangan Ardian siang ini.Sesampai di muka pintu luar, seketika saja wajah Arya terasa kebas melihat pemandangan yang menyesakkan dadanya. Ya, di sana terlihat Naura, sang pujaan tengah berpelukan dengan kakaknya. 'Sh*t! Kenapa mesti lihat pemandangan buruk kayak gini, sih!' cetusnya kesal.Akan tetapi, kepalang tanggung. Tidak mungkin ia berbalik lagi ke belakang. Kakinya pun kembali ia ayunkan ke depan. Lelaki itu kemudian berusaha memasang wajah sebaik mungkin di hadapan semua orang. "Ciyee ciyeeee ...," ejeknya mencandai Ardian dan Naura yang tengah berpelukan itu. Sedikit tersentak karena suara pria itu, Naura menoleh ke belakang dan bergiliran melihat ke arah orang-orang sekitar yang ternyata memperhatikanny
Tiga malam telah berlalu. Meskipun Naura selalu perhatian dengan sepenuh hatinya, dan ia juga bersikap manja di saat mereka berduaan, tetapi semua hal itu justru membuat rasa rindu Ardian kepada Natasya semakin besar. Saat ini lelaki itu tengah berkemas hendak pergi kembali ke apartemennya. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Natasya. 'Kamu terlihat bersemangat sekali, Bang,' bisik batin Naura. Hatinya terasa terjentik keras melihat kenyataan di depan matanya sendiri. Sungguh, ada rasa kecewa. Ardian hampir selalu terlihat kaku jika sedang bersama dengan dirinya. Meskipun memang benar lelaki itu menunjukkan perhatian dan sikap kasih sayang. Akan tetapi, tetap saja perasaan Naura tidak bisa dibohongi. Ia seakan tahu kalau apa yang Ardian lakukan terhadapnya itu hanyalah sebatas karena tidak mau mengecewakan dirinya sebagai seorang istri. That's all. Dan itu ... bukanlah cinta. Namun, berbeda jika ia melihat sikap Ardian ketika bersama dengan Natasya. Sorot mata dan g
"Astaga, aku lupa. Ini udah dua mingguan telat bulan. Ya Allah ... jangan sampai ...." Naura terlihat panik ketika matanya berserobok dengan sebungkus pembalut yang tersimpan di dalam lemarinya. Wanita itu memang terbiasa menyetok pembalut, setidaknya sebungkus untuk persiapan tiap bulan. Pikirannya kontan saja teringat akan hubungan terlarang yang pernah ia lakukan bersama Arya.Ya, tiga pekan lalu ia melakukan hal itu untuk pertama kalinya bersama orang yang bukan suaminya. Ketika itu ia sangat kecewa dengan sikap Ardian yang menolaknya mentah-mentah, padahal dirinya sudah menawarkan untuk menjadi yang kedua. Harga dirinya sudah ia jatuhkan, tetapi masih saja ditolak. Sungguh ... ia benar-benar kecewa.Pada saat itu justru Arya yang sedia menyenangkan hatinya yang tengah diselimuti kekecewaan. Akan tetapi, semua di luar prasangkanya. Tadinya ia hanya ingin menghibur diri. Ternyata malah melampaui batas.Naura tidak bisa menyalahkan Arya, sebab dirinyalah yang mengundang dan secara
"Berengsek kamu, Arya! Ini sudah dua kali kamu berlaku kurang ajar padaku! Aku ini kakak iparmu, sadar nggak kamu itu?!!" seru Naura dengan tatapan nyalang. Arya memegang pipi kirinya yang terasa memanas akibat tamparan keras Naura barusan. Ia hanya melirik ke arah wajah wanita yang saat ini tengah marah itu."Kita memang dulu pernah melakukan hal di luar batas. Tapi, dulu statusku single! Sekarang aku sudah punya suami, dan itu adalah Abangmu sendiri! Kamu harus menghormati aku, paham kamu!" tegas Naura masih berapi-api.Arya mengeraskan kedua rahangnya. Ia merasa sangat kesal karena Naura sama sekali tidak menganggap perasaannya. "Jadi, kamu anggap aku ini hanya sebagai kesenangan sesaatmu aja, heh?" Baru saja Naura ingin membalas omongan Arya kembali. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara mesin motor yang mendekat.Keduanya pun menoleh ke arah pintu yang masih terbuka. Ternyata Hardi dan Nina baru saja sampai di halaman rumah."Dengar, Arya! Aku nggak mau kamu ungkit lagi apa y
"Hmm ... jujur, Sya. Sebenarnya dulu keluargaku sudah berniat untuk memadukan aku dengan Naura dalam ikatan pernikahan setelah tiga tahun meninggalnya Maira." Ardian menerawang.Sontak Natasya mengangkat pandangannya. Ia sedikit terkejut."Aku pun sudah hampir menyetujuinya. Hal itu bertujuan agar tetap terjalin hubungan kekerabatan yang erat di antara keluargaku, dengan keluarga mereka. Ada kekhawatiran kalau kami bakal menjauh satu sama lain," lanjut Ardian bercerita."Terus kenapa kamu malah nikah sama aku?" tanya Tasya sambil memicingkan mata.Sungguh, mendengar kenyataan itu, hati Natasya terasa terjentik keras. Ada sesak yang seketika hadir oleh sebab kecemburuan. Ia teringat dulu, betapa besar penolakannya terhadap usulan nenek dan kedua orang tuanya ketika ia dijodohkan dengan lelaki ini. Lelaki yang ia benci sejak kecil. Pada akhirnya saat ini ia malah merasa telah terperangkap oleh cinta kepada sang suami. Sampai-sampai ia rela dipoligami dan rela menahan rasa sesak akibat