Tiga malam telah berlalu. Meskipun Naura selalu perhatian dengan sepenuh hatinya, dan ia juga bersikap manja di saat mereka berduaan, tetapi semua hal itu justru membuat rasa rindu Ardian kepada Natasya semakin besar. Saat ini lelaki itu tengah berkemas hendak pergi kembali ke apartemennya. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan Natasya. 'Kamu terlihat bersemangat sekali, Bang,' bisik batin Naura. Hatinya terasa terjentik keras melihat kenyataan di depan matanya sendiri. Sungguh, ada rasa kecewa. Ardian hampir selalu terlihat kaku jika sedang bersama dengan dirinya. Meskipun memang benar lelaki itu menunjukkan perhatian dan sikap kasih sayang. Akan tetapi, tetap saja perasaan Naura tidak bisa dibohongi. Ia seakan tahu kalau apa yang Ardian lakukan terhadapnya itu hanyalah sebatas karena tidak mau mengecewakan dirinya sebagai seorang istri. That's all. Dan itu ... bukanlah cinta. Namun, berbeda jika ia melihat sikap Ardian ketika bersama dengan Natasya. Sorot mata dan g
"Astaga, aku lupa. Ini udah dua mingguan telat bulan. Ya Allah ... jangan sampai ...." Naura terlihat panik ketika matanya berserobok dengan sebungkus pembalut yang tersimpan di dalam lemarinya. Wanita itu memang terbiasa menyetok pembalut, setidaknya sebungkus untuk persiapan tiap bulan. Pikirannya kontan saja teringat akan hubungan terlarang yang pernah ia lakukan bersama Arya.Ya, tiga pekan lalu ia melakukan hal itu untuk pertama kalinya bersama orang yang bukan suaminya. Ketika itu ia sangat kecewa dengan sikap Ardian yang menolaknya mentah-mentah, padahal dirinya sudah menawarkan untuk menjadi yang kedua. Harga dirinya sudah ia jatuhkan, tetapi masih saja ditolak. Sungguh ... ia benar-benar kecewa.Pada saat itu justru Arya yang sedia menyenangkan hatinya yang tengah diselimuti kekecewaan. Akan tetapi, semua di luar prasangkanya. Tadinya ia hanya ingin menghibur diri. Ternyata malah melampaui batas.Naura tidak bisa menyalahkan Arya, sebab dirinyalah yang mengundang dan secara
"Berengsek kamu, Arya! Ini sudah dua kali kamu berlaku kurang ajar padaku! Aku ini kakak iparmu, sadar nggak kamu itu?!!" seru Naura dengan tatapan nyalang. Arya memegang pipi kirinya yang terasa memanas akibat tamparan keras Naura barusan. Ia hanya melirik ke arah wajah wanita yang saat ini tengah marah itu."Kita memang dulu pernah melakukan hal di luar batas. Tapi, dulu statusku single! Sekarang aku sudah punya suami, dan itu adalah Abangmu sendiri! Kamu harus menghormati aku, paham kamu!" tegas Naura masih berapi-api.Arya mengeraskan kedua rahangnya. Ia merasa sangat kesal karena Naura sama sekali tidak menganggap perasaannya. "Jadi, kamu anggap aku ini hanya sebagai kesenangan sesaatmu aja, heh?" Baru saja Naura ingin membalas omongan Arya kembali. Akan tetapi, tiba-tiba terdengar suara mesin motor yang mendekat.Keduanya pun menoleh ke arah pintu yang masih terbuka. Ternyata Hardi dan Nina baru saja sampai di halaman rumah."Dengar, Arya! Aku nggak mau kamu ungkit lagi apa y
"Hmm ... jujur, Sya. Sebenarnya dulu keluargaku sudah berniat untuk memadukan aku dengan Naura dalam ikatan pernikahan setelah tiga tahun meninggalnya Maira." Ardian menerawang.Sontak Natasya mengangkat pandangannya. Ia sedikit terkejut."Aku pun sudah hampir menyetujuinya. Hal itu bertujuan agar tetap terjalin hubungan kekerabatan yang erat di antara keluargaku, dengan keluarga mereka. Ada kekhawatiran kalau kami bakal menjauh satu sama lain," lanjut Ardian bercerita."Terus kenapa kamu malah nikah sama aku?" tanya Tasya sambil memicingkan mata.Sungguh, mendengar kenyataan itu, hati Natasya terasa terjentik keras. Ada sesak yang seketika hadir oleh sebab kecemburuan. Ia teringat dulu, betapa besar penolakannya terhadap usulan nenek dan kedua orang tuanya ketika ia dijodohkan dengan lelaki ini. Lelaki yang ia benci sejak kecil. Pada akhirnya saat ini ia malah merasa telah terperangkap oleh cinta kepada sang suami. Sampai-sampai ia rela dipoligami dan rela menahan rasa sesak akibat
"Bang, ini sudah tiga bulanan loh, Abang belum bisa balik lagi ke sini." Naura terdengar sebal terhadap Ardian. Mereka tengah melakukan panggilan video seperti biasanya. Keduanya sudah tiga bulanan tidak bertemu secara langsung karena kesibukan Ardian di Kalimantan."Maaf, Dek. Abang juga sebenarnya pengen balik. Soalnya kangen banget mau ketemu Arga lagi. Nggak kayak gini, cuma bisa lewat hape doang, liat dia," kilah Ardian memasang wajah sendu, "tapi, Abang masih belum ada kesempatan. Sekarang aja Abang masih di pabrik," lanjutnya.Saat ini lelaki itu sudah dua pekan lebih berada di daerah Sungai Landak, memantau pabrik. Jangankan dengan Naura, dengan Natasya aja dirinya terpisah. Dari Kota Pontianak, pabriknya berjarak lebih kurang 5–6 jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Ardian kini sedang berada di Kota Ngabang. Di situ sinyal ponsel masih bagus. Akan tetapi, ia hanya sementara karena ingin menghubungi keluarganya saja. Kalau di lokasi pabriknya langsung, maka ia mesti perg
Drrrt ...! Drrrt ...!Ponsel Naura bergetar di genggamnya."Ck! Ngapain, sih telepon segala!" bisik geram Naura. Ia merasa sebal terhadap Arya yang selalu mengganggunya. Apalagi saat ini ia tengah menidurkan Arga. Bayi itu terlihat sedikit terganggu, padahal hampir saja lelap. Untung saja ia kembali memejamkan mata sambil terus mengisap ASI dari tubuh sang bunda."Ya, aku lagi nidurin Arga, loh!" bisik Naura ketus di saluran telepon, "chat aja 'kan, bisa!""Pake chat kelamaan, Sayang. Jariku pegel," kilah Arya membuat Naura mendengkus.Naura tidak senang mendengar panggilan 'sayang' itu. Namun, ia sudah capek mencegah hal itu. Arya adalah orang yang sangat menyebalkan baginya, karena sama sekali tidak menggubris protesnya. "Gini, Arya. Aku aja belum ngomong ke mama-papaku. Lagian kamu emangnya nggak balik lagi ke Singapur apa?" tanya Naura kesal.Sungguh ia sama sekali tidak berharap Arya akan ikut ke Kota Pontianak. Lelaki itu pasti akan mengganggu hidupnya seperti saat ini."Libur
"Oh, bagus kalau gitu, Nak Arya. Saya juga jadi nggak khawatir dengan mereka!" sahut Lukman sembari tersenyum semringah. Ia senang setelah tahu ada seorang lelaki yang menemani istri dan anaknya ke pulau Kalimantan yang mana ia tidak pernah pergi ke sana.Naura menoleh ke arah sang ayah dengan tatapan miris. 'Yaaah, Papa. Kok, malah senang?' kesalnya di dalam hati.Arya mengambil duduk di sofa di sana. "Iya, liburanku juga masih lama, Papa Naura. Aku juga pengen ke Pontianak. Belum pernah soalnya.""Alhamdulillah kalo Nak Arya ikut. Saya juga lebih tenang. Saya dan Naura juga pertama kali ke sana kalo jadi berangkat. Kalo ada Nak Arya 'kan, kita merasa lebih aman. Ada yang melindungi," sela Sufia ikut senang dengan keikutsertaan Arya bersama mereka nanti.Naura menyembunyikan kekesalannya. Sungguh, ia tidak khawatir kalau ia dan ibunya saja yang berangkat. Akan tetapi, dengan adanya Arya malah membuatnya tidak tenang. Sebab sudah pasti lelaki itu akan menyusahkannya seperti yang sebel
Setelah mengetahui kamar masing-masing, Naura, Sufia, Arya, dan Natasya pun makan siang bersama di restoran hotel. Mereka mengobrol macam-macam, di antaranya tentang bisnis di Kalimantan, dan tak ketinggalan ... yakni tentang perkembangan bayi-bayi, baik Arga maupun Syirisy.Setelah kegiatan makan selesai, Natasya pun bangkit dari duduknya. "Kami pamit dulu, Semua. In syaa Allah besok kita makan malam di rumahku.""Ah, iya, Nak Tasya. Hati-hati di jalan," sahut Sufia sembari ikut bangkit."Bang Ardian ke sini jam berapa, Kak?" tanya Naura memastikan kepada Tasya.Arya melirik sang wanita dengan tatapan tak suka. "Dia bilang, ba'da dzuhur berangkatnya. Artinya sekitar jam 6 atau jam 7 malam gitu nyampenya," jawab Natasya."Oh, oke ...." Naura mengangguk."Ya udah semua. Aku pergi dulu. Kalau ada keperluan apa gitu, hubungi aja. Assalamualaikum." Natasya pun berbalik sembari menggendong putri kecilnya menuju ke luar restoran.Semua orang menjawab salamnya dengan serentak."Ayo kita kem