"Bang, ini sudah tiga bulanan loh, Abang belum bisa balik lagi ke sini." Naura terdengar sebal terhadap Ardian. Mereka tengah melakukan panggilan video seperti biasanya. Keduanya sudah tiga bulanan tidak bertemu secara langsung karena kesibukan Ardian di Kalimantan."Maaf, Dek. Abang juga sebenarnya pengen balik. Soalnya kangen banget mau ketemu Arga lagi. Nggak kayak gini, cuma bisa lewat hape doang, liat dia," kilah Ardian memasang wajah sendu, "tapi, Abang masih belum ada kesempatan. Sekarang aja Abang masih di pabrik," lanjutnya.Saat ini lelaki itu sudah dua pekan lebih berada di daerah Sungai Landak, memantau pabrik. Jangankan dengan Naura, dengan Natasya aja dirinya terpisah. Dari Kota Pontianak, pabriknya berjarak lebih kurang 5–6 jam perjalanan dengan menggunakan mobil. Ardian kini sedang berada di Kota Ngabang. Di situ sinyal ponsel masih bagus. Akan tetapi, ia hanya sementara karena ingin menghubungi keluarganya saja. Kalau di lokasi pabriknya langsung, maka ia mesti perg
Drrrt ...! Drrrt ...!Ponsel Naura bergetar di genggamnya."Ck! Ngapain, sih telepon segala!" bisik geram Naura. Ia merasa sebal terhadap Arya yang selalu mengganggunya. Apalagi saat ini ia tengah menidurkan Arga. Bayi itu terlihat sedikit terganggu, padahal hampir saja lelap. Untung saja ia kembali memejamkan mata sambil terus mengisap ASI dari tubuh sang bunda."Ya, aku lagi nidurin Arga, loh!" bisik Naura ketus di saluran telepon, "chat aja 'kan, bisa!""Pake chat kelamaan, Sayang. Jariku pegel," kilah Arya membuat Naura mendengkus.Naura tidak senang mendengar panggilan 'sayang' itu. Namun, ia sudah capek mencegah hal itu. Arya adalah orang yang sangat menyebalkan baginya, karena sama sekali tidak menggubris protesnya. "Gini, Arya. Aku aja belum ngomong ke mama-papaku. Lagian kamu emangnya nggak balik lagi ke Singapur apa?" tanya Naura kesal.Sungguh ia sama sekali tidak berharap Arya akan ikut ke Kota Pontianak. Lelaki itu pasti akan mengganggu hidupnya seperti saat ini."Libur
"Oh, bagus kalau gitu, Nak Arya. Saya juga jadi nggak khawatir dengan mereka!" sahut Lukman sembari tersenyum semringah. Ia senang setelah tahu ada seorang lelaki yang menemani istri dan anaknya ke pulau Kalimantan yang mana ia tidak pernah pergi ke sana.Naura menoleh ke arah sang ayah dengan tatapan miris. 'Yaaah, Papa. Kok, malah senang?' kesalnya di dalam hati.Arya mengambil duduk di sofa di sana. "Iya, liburanku juga masih lama, Papa Naura. Aku juga pengen ke Pontianak. Belum pernah soalnya.""Alhamdulillah kalo Nak Arya ikut. Saya juga lebih tenang. Saya dan Naura juga pertama kali ke sana kalo jadi berangkat. Kalo ada Nak Arya 'kan, kita merasa lebih aman. Ada yang melindungi," sela Sufia ikut senang dengan keikutsertaan Arya bersama mereka nanti.Naura menyembunyikan kekesalannya. Sungguh, ia tidak khawatir kalau ia dan ibunya saja yang berangkat. Akan tetapi, dengan adanya Arya malah membuatnya tidak tenang. Sebab sudah pasti lelaki itu akan menyusahkannya seperti yang sebel
Setelah mengetahui kamar masing-masing, Naura, Sufia, Arya, dan Natasya pun makan siang bersama di restoran hotel. Mereka mengobrol macam-macam, di antaranya tentang bisnis di Kalimantan, dan tak ketinggalan ... yakni tentang perkembangan bayi-bayi, baik Arga maupun Syirisy.Setelah kegiatan makan selesai, Natasya pun bangkit dari duduknya. "Kami pamit dulu, Semua. In syaa Allah besok kita makan malam di rumahku.""Ah, iya, Nak Tasya. Hati-hati di jalan," sahut Sufia sembari ikut bangkit."Bang Ardian ke sini jam berapa, Kak?" tanya Naura memastikan kepada Tasya.Arya melirik sang wanita dengan tatapan tak suka. "Dia bilang, ba'da dzuhur berangkatnya. Artinya sekitar jam 6 atau jam 7 malam gitu nyampenya," jawab Natasya."Oh, oke ...." Naura mengangguk."Ya udah semua. Aku pergi dulu. Kalau ada keperluan apa gitu, hubungi aja. Assalamualaikum." Natasya pun berbalik sembari menggendong putri kecilnya menuju ke luar restoran.Semua orang menjawab salamnya dengan serentak."Ayo kita kem
"Kamu denger duluu ...," sela Natasya seraya menghela napas panjang seakan bosan dengan sikap Naura yang mengomel tidak keruan."Hmm." Naura hanya bergumam. Ia lalu diam hendak menyimak apa yang akan rivalnya itu sampaikan."Ada karyawan yang kecelakaan kerja. Kena luka bakar yang parah." "Astaghfirullah ...," lirih Naura kaget."Makanya Ardian sekarang mesti mengurusnya dulu. Besok dia ke sini sekalian mengantar orang itu dirujuk ke rumah sakit kota," lanjut Natasya.Naura merasa sedikit menyesal karena dia sudah marah kepada suaminya yang batal datang hari ini. "Oke, Kak. Aku tunggu Bang Ardian besok.""Hmm. Kalo gitu udah dulu. Assalamualaikum."Naura lalu menjawab salam dari Tasya. Sambungan telepon pun terputus.Naura kemudian membuka aplikasi perpesanan WA.[Barusan Kak Tasya ngasih kabar kalau Abang lagi ngurusin karyawan yang kecelakaan. Maafin aku udah marah sama Abang ya. Oke, Bang. Aku tunggu kedatangan Abang besok yaaa. Aku kangeeeen banget!] [Emoticon cium]Seperti sebel
"Masih jam tujuh pagi ini. Bukannya katanya dari sana ke sini, 5 sampai 6 jam? Jadi, jam berapa Bang Ardian berangkat dari sana?" Kedua alis tebal pria tampan itu bertautan satu sama lain.Naura seakan baru tersadar ketika Arya menanyakan tentang hal itu. 'Eh, iya juga ya.' "Hmm ... Bang Ar nggak ada bilang tadi," jawabnya lirih."Kasihan Ardian. Artinya dini hari dia berangkat dari sana. Jangan-jangan nggak tidur dia semalaman," sela Sufia menebak."Ini katanya masih di rumah sakit kota, ngurusin karyawannya itu," imbuh Naura.Mereka pun kembali menikmati sarapan di meja restoran tersebut. Belum lama ketiga orang dewasa itu menghabiskan makanannya, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel lagi. "Siapa?" tanya Sufia kepada Naura.Ya, itu gawai Naura yang kembali berbunyi. "Kak Tasya," jawab Naura. Wanita itu pun mengangkat panggilan dari rivalnya. "Assalamualaikum, Kak."Arya hanya melirik sesekali ke arah Naura yang sedang bercakap dengan Natasya di sana. Ia juga sudah selesai denga
Seketika saja, kedua mata Naura membulat. Hatinya membuncah bahagia. "Wa–alaikumus sallam ... A–Abang ...," lirih terbata suaranya memanggil. Naura mencabut puting susunya dari mulut Arga yang sudah mulai nyenyak dan merapikan pakaiannya.Lelaki yang baru saja datang itu tak lain adalah Ardian, suami yang sangat ia nanti dan begitu dirindukannya.Terukir senyuman lebar dari bibir Ardian. Meskipun ia tampak lelah, tetapi senyuman itu tetap terlihat tulus. "Apa kabar, kalian?" Ardian mengecup pelan kening bayi kecil yang kini sudah terlelap di pembaringan."Alhamdulillah, kami baik-baik, Bang," sahut Naura sembari beringsut dan bangkit, duduk di ranjang itu.Ardian tampak memandang putranya dengan begitu lekat. Ia sangat rindu kepada Argantara. Lelaki tampan itu membelai sayang rambut tipis si bayi kecil dengan penuh kasih sayang.Tanpa terasa, bibir Naura terus tersenyum melihat ke arah wajah yang begitu ia rindukan itu. "Abang baru nyampe?" tanyanya berbasa-basi.Ardian mengangkat pan
"Dek, Arya cuma bilang dia minta masakin sama kamu," tukas Ardian menjelaskan sembari menatap lekat ke arah sang istri muda. Ia juga heran dengan Naura yang seakan tengah melantur dan tidak fokus terhadap pertanyaan Arya.Dahi Naura terlihat mengernyit kencang. Ia berusaha mencerna maksud suaminya."Yaaa, kalau nggak mau masakin aku juga nggak apa-apa. Nggak perlu ngegas juga," ucap Arya cuek. Ia lanjut mengunyah makanannya."Kamu kenapa, Nak? Memangnya kamu pikir Arya bicara apa tadi?" tanya Sufia heran.Bola mata Naura berlari ke sana kemari. Ia juga bingung mengapa pendengaran dan pikirannya jadi ke mana-mana. Sungguh, dia tadi menyangka kalau Arya membicarakan masa lalu mereka berdua di hadapan semua orang dan tentu saja dia mau membantahnya."Hmm, aku udah kenyang. Makasih banyak Tasya dan Bik Jum udah masak makanan yang enak banget siang ini. Tadi aku benar-benar lapar karena dari tadi malam belum sempat menyentuh makanan apa pun," tutur Ardian mengalihkan bahasan. Lelaki itu m